Dalam membuat kue janda, mulanya ubi diparut lalu diperas. Setelah kadar airnya berkurang, parutan ubi dicampur dengan santan, mentega, dan pewarna makanan. Biasanya FH menggunakan yang berwarna merah.
Adonan parutan ubi merupakan bagian terluar dari kue janda sedangkan isiannya adalah potongan pisang masak yang telah direbus terlebih dahulu. Tingkat kematangan pisang menjadi salah satu kunci kelezatan kue janda. Pengalaman memproduksi kue ini membuat FH memiliki kriteria tersendiri dalam memilih pisang yang digunakan.
“Pisangnya harus yang sudah masak. Makin masak, makin enak. Paling bagus kalau pakai pisang yang di kulitnya ada bintik-bintik hitam."
Setelah diberi isian pisang, adonan kue janda dicetak menyerupai bentuk kapsul, kemudian dikukus. Langkah terakhir adalah memberi topping yang terbuat dari campuran gula pasir dan parutan kelapa mengkal. Sampai di sini, kue janda telah siap untuk dinikmati.
Cerita panjang FH tentang kue yang dibuatnya membuat saya dapat menarik kesimpulan bahwa perempuan ini adalah jenis langka yang patut dilindungi. Tidak banyak anak muda sepertinya yang tau dan mau membuat kue tradisional yang (agaknya) ribet di tengah banyaknya resep kue modern yang praktis.
Bagi FH, menjual kue nona manis dan kue janda bukan hanya suatu upaya untuk berburu cuan di bulan puasa, namun juga merupakan ikhtiar melestarikan warisan kuliner Nusantara. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H