Mohon tunggu...
Eva Setiya
Eva Setiya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Akademi Televisi Indonesia

Bagi saya, menulis tidak hanya sebagai media penyampaian informasi. Tapi terkadang, ia juga bisa menjadi obat bagi diri sendiri. Karena semua beban yang ada di pikiran bisa dituangkan dengan sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketulusan Goresan Tangan di Rumah Batik Palbatu

23 Oktober 2021   13:59 Diperbarui: 24 Oktober 2021   09:55 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu pengunjung membuat batik dengan teknik canting tulis. (Foto : Eva Setiya)

JAKARTA - Sekarang, batik tak selalu tentang beberapa kota di Jawa Tengah atau Yogyakarta. Ibu Kota punya Rumah Batik Palbatu, yang terletak di Kelurahan Menteng Dalam, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Sejak 2013, tempat ini sudah menjadi pusat pembelajaran bagi masyarakat umum, pejuang kanker, hingga disabilitas.

Proses pembuatan batik kontemporer oleh peserta praktik kerja lapangan. (Foto : Eva Setiya)
Proses pembuatan batik kontemporer oleh peserta praktik kerja lapangan. (Foto : Eva Setiya)

Sekilas Tentang Rumah Batik Palbatu

Awal Oktober 2021, saya melangkahkan kaki ke sebuah rumah di Jalan Palbatu IV. Beberapa anak yang sedang asik mengukir di atas kain, menyambut saya dengan hangat. Mereka siswa-siswi dari salah satu SMK di Jakarta, yang sedang praktik kerja lapangan. Kelihaian tangan mereka dalam membuat motif batik membuat saya terkagum.

Rasa kagum saya bertambah ketika bercengkerama dengan salah satu pemilik Rumah Batik Palbatu, yaitu Pak Harry. Saya dibawa mundur ke memori sekitar 10 tahun yang lalu. Dulu, kawasan ini lebih dikenal sebagai Kampoeng Batik Palbatu yang digagas bersama dua rekan hebat lainnya. 

Saat itu, diantara tiga orang kreatif tersebut tidak ada yang bisa membatik. Beberapa pengrajin dari Jawa Tengah pun didatangkan ke Kampung Palbatu. Masyarakat setempat mulai belajar batik secara bertahap selama dua tahun. Pak Harry  meresmikan Rumah Batik Palbatu pada 2 Oktober 2013, bertepatan dengan Hari Batik Nasional.

Pak Harry, pemilik Rumah Batik Palbatu mengenalkan batik kepada pengunjung. (Foto : Eva Setiya)
Pak Harry, pemilik Rumah Batik Palbatu mengenalkan batik kepada pengunjung. (Foto : Eva Setiya)

Selama berbincang dengan Pak Harry, saya menangkap ketulusan dari sorot matanya. Melalui rumah ini, ia ingin mengedukasi masyarakat mengenai keaslian batik. Karena menurutnya, masih banyak masyarakat Indonesia belum bisa membedakan batik yang asli dan tiruan.

“Batik yang asli adalah batik yang melalui proses. Bisa melalui canting tulis atau cap, dengan menggunakan lilin atau malam sebagai media perantaranya,” kata Pak Harry. Menurutnya, batik lebih merujuk kepada kata kerja, yang berasal dari Bahasa Jawa yaitu “mbathik”. Artinya, proses membuat motif di atas suatu benda.

Program Rumah Batik Palbatu

Pintu rumah ini terbuka lebar bagi siapapun yang ingin belajar lebih dalam tentang batik. Pemilik dan pengrajin di rumah ini dengan senang hati akan membagikan ilmunya kepada setiap tamu yang datang. Bahkan, segala perlatan pun sudah disiapkan di sini. Mulai dari kain mori, lilin, malam, canting, kuas dan sebagainya.

Salah satu pengunjung membuat batik dengan teknik canting tulis. (Foto : Eva Setiya)
Salah satu pengunjung membuat batik dengan teknik canting tulis. (Foto : Eva Setiya)

Saya melihat langsung kehangatan Pak Harry, saat mengenalkan warisan budaya ini kepada pengunjung. “Aku diajakin mama mengisi waktu libur. Ternyata belajar batik seru sekali,” ujar Faith, salah satu tamu yang datang dari Jakarta Timur.  Meski masih kelas 5 SD, ia tampak serius mengikuti proses pembuatan batik. 

Selain kepada tamu, pemilik juga ingin memaksimalkan pemberdayaan lingkungan sekitar. Warga Palbatu yang berminat menimba ilmu di sini, tidak perlu membayar apapun. Lagi-lagi saya mendengar kalimat tulus dari Pak Harry, “Program kami adalah bagaimana ingin mengenalkan batik tanpa ada kendala biaya."

Tahun 2017 menjadi awal rumah batik ini merangkul disabilitas, mulai dari Teman Tuli, Tuna Daksa dan komunitas kanker. Pemilik membagikan ilmunya secara cuma-cuma melalui program beasiswa batik. Kini Rumah Batik Palbatu berhasil  meluluskan tujuh angkatan pembatik difabel, dengan jumlah anggota sebanyak 70 orang.

Saya sempat memperhatikan salah satu Teman Tuli yang menjadi mitra di Rumah Batik Palbatu. Tangan dan matanya fokus kepada sebuah kain yang sedang ia lukis dengan canting. Sesekali, kami bertukar senyuman. Semangatnya sebanding dengan motif yang ia hasilkan.

Karya dan Penghargaan 

Jejeran karya yang terpajang di rumah ini, berhasil mencuri pandangan saya. Terdapat banyak kain bermotif indah, ada pula jaket, kaos, tas, hingga beberapa lukisan yang merupakan batik asli. “Semua karya yang dihasilkan di sini, kami pajang dan memang dijual. Sehingga, pengunjung bisa membelinya,” jelas Pak Harry yang menjawab rasa penasaran saya.

Motif Batik dari teman cancer di Rumah Batik Palbatu (Foto : Eva Setiya)
Motif Batik dari teman cancer di Rumah Batik Palbatu (Foto : Eva Setiya)
Tujuan pemilik untuk memandirikan kelompok difabel, terwujud secara perlahan. Hal itu terlihat dari berbagai produk yang berlabel Batik Tuli dan Batik Cancer. Kepiawaian mereka mampu menyulap kain batik menjadi berbagai karya seperti kain jarik, dompet dan masker. 

Sandiaga Salahudin Uno, Menteri Kemenparekraf memberi penghargaan kepada Rumah Batik Palbatu. 
Sandiaga Salahudin Uno, Menteri Kemenparekraf memberi penghargaan kepada Rumah Batik Palbatu. 
Di sebuah sudut rumah seluas 48 meter persegi ini, terpampang beberapa foto dan sertifikat penghargaan. Rumah Batik Palbatu sudah mendapat pengakuan dari berbagai pihak, salah satunya dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Selain itu, pemilik dan teman lainnya juga aktif dalam berbagai seminar, pameran hingga perlombaan.

Pesan Pak Harry 

“Saya sangat senang ketika turut dilibatkan dalam kegiatan anak muda, khususnya dalam mengenal budaya batik. Apapun yang akan kamu bikin di sini, saya berusaha untuk menyediakan segala fasilitasnya. Ingat, pintu kami terbuka lebar bagi kalian yang ingin berkreasi dengan batik. Saya tunggu.”

(Tugas Artikel Feature - Mata Kuliah Jurnalistik Multimedia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun