Sebuah acara yang menyakinkanku akan sebuah panggilan
Tahun 2004 aku mengikuti sebuah acara kamp yang ditujukan untuk pemuda dan remaja gereja. Dalam acara ini kami dididik dan diberikan beragam materi tentang bagaimana kami bisa menjadi saksi dan pekerjaan masing masing. Pembicara-pembicara yang diundang adalah anak-anak Tuhan yang professional di bidangnya. Akhir acara diisi dengan malam doa dan panitia acara menyiapkan satu sesi untuk kami mendengar tentang wilayah-wilayah di Indonesia yang bahkan belum mendengar kabar keselamatan.
Dalam sesi itulah aku merasa terpanggil untuk kembali melayani Tuhan, tapi aku ragu, karena aku merasa malu sudah lama meninggalkan Tuhan dan banyak melakuan perbuatan dosa. Aku tidak pernah membayangkan diriku menjadi seorang Pelayan Tuhan penuh waktu aku hanya melayani sekedar melayani, namun Tuhan seringkali memakai orang lain, teman untuk berbicara kepadaku "kapan kamu sekolah Alkitab"? tetapi aku selalu mengelak dan tidak menanggapinya.
Suatu saat pada saat sessi makan malam usai aku dudung sendirian di bawah lampu sambil melihat lingkungan sekitar tempat camp yang kami gunakan, tempat itu adalah sebuah kampus dimana tempat untuk para calon para mahasiswa teologi dididik menjadi hamba Tuhan. Â Aku berfikir bahwa tempat ini sangat indah, nyaman dan aku berangan-angan "seandainya aku bisa bekerja di tempat ini pasti sangat menyenangkan berada di tengah orang orang yang mengenal Tuhan.
Kamp telah usai dan tiba saatnya kami kembali ke rumah masing masing. Aku masih tidak percaya pada panggilan Tuhan walaupun tidak secara langsung disampaikan. Tapi hal itu membuat berfikir dan ragu ragu untuk "mengiyakan" panggilan itu, meskipun aku sudah banyak terjun melakukan banyak membantu pelayanan Bersama teman teman hamba Tuhan di gereja.
Memulai sebuah awal yang baru
Bulan Mei 2006 aku mendapat tawaran kerja dari seorang teman mengajar sekolah minggu bahwa di sebuah sekolah Teologi membutuhkan karyawan, aku melamar dan diterima di situ. Ternyata tempat dimana aku kerja itu adalah dimana aku 2 tahun sebelumnya telah berangan angan kerja di tempat itu dan Tuhan menjawab tepat seperti apa yang aku inginkan. Namun aku masih memungkiri bahwa hal itu adalah jalan Tuhan dimana aku meresponi panggilan Tuhan.
Dan benar disitulah aku mulai bekerja dan bekerja hingga pada akhirnya bulan Januari 2016 aku memantapkan hatiku untuk penerima panggilan Tuhan untuk sekolah Teologi. Dengan masih kurang percaya diri, masih takut dalam mengambil keputusan untuk sekolah Teologi, aku jalani semua itu dengan tekun dan sabar. Namun sebuah perkataan dari seorang kakak rohani yang meyakinkanku mengatakan "Kemanapun kamu lari, jika Tuhan berkehendak untuk memanggil kamu untuk menjadi pelayan-Nya tidak ada yang bisa luput dari jangkauannya Tuhan".
Hal itu terbukti sekian lama saya di situ dibentuk dalam karakter dan pola hidup saya untuk menjadi hamba Tuhan yang lebih baik lagi, yang nantinya dapat menjadi saksi memberitakan kebenaran Injil supaya orang lain menerima "keselamatan". Dan puji Tuhan dengan penyertaan dan pertolongan Tuhan hal itu dapat terealisasi sampai akhir semester ini /skripsi.
Aku hidup untuk menyenangkan Allah, bukan manusia. Dari pergumulanku akan panggilan hidup ini, ada beberapa hal yang ingin aku bagikan kepadamu:
- Mengasihi Allah lebih dari apapun adalah kunci ketaatan
Sebagai seorang laki-laki sebenarnya aku memiliki mimpi dan ekspektasi yang besar akan masa depanku. Namun, semua itu berubah ketika aku menyadari betapa besar kasih Tuhan kepadaku. Kita bisa menulis atau mengatakan bahwa kita mengasihi Allah, namun mengasihi Allah tentu lebih dari sekadar ungkapan kata. Mengasihi Allah berarti kita harus melakukan tindakan nyata yang disertai dengan iman. Allah telah lebih dahulu mengasihi kita, sehingga hidup ini merupakan persembahan bagi Allah (Roma 12:1). Apa yang akan kita korbankan bagi-Nya?
- Kita melayani bukan karena layak, tetapi Tuhanlah yang melayakkan
- Ada contoh tokoh Alkitab yang awalnya menolak untuk dipakai Tuhan. Kita melayani bukan karena layak, tetapi Tuhanlah yang melayakkan yaitu Yunus yang harus menanggung akibat dari ketidaktaatannya untuk pergi ke Niniwe. Tuhan memerintahkan Yunus untuk memperingati kota itu supaya bertobat, tapi Yunus malah pergi melarikan diri ke Tarsis hingga akhirnya dalam perjalanan perahunya diombang-ambing badai, Yunus dilemparkan ke laut dan ditelan oleh ikan besar (Yunus 1:17).
- Dari tokoh Alkitab itu aku belajar bahwa jika Tuhan memakai seseorang yang sempurna untuk menjadi alat-Nya, maka Dia tidak akan menemukan satupun. Namun, terpujilah Allah karena dia setia dan menyertai anak-anak-Nya. Ada banyak kesulitan untuk mentaati panggilan Tuhan, salah satunya adalah tetap mempercayai-Nya. Percayalah bahwa Tuhan sanggup bekerja di dalam kelemahan kita, karena justru di dalam kelemahan itulah kuasa-Nya menjadi sempurna (2 Korintus 12:9). Aku percaya bahwa Tuhan juga sanggup bekerja dalam setiap kelemahanku untuk mendatangkan kemuliaan bagi-Nya.
- Kita menantikan Tuhan dengan melakukan disiplin rohani dan mendengar nasihat
- Ketika aku bergumul dengan panggilan hidupku, aku melatih diriku untuk lebih giat melakukan disiplin rohani. Aku melakukan pendalaman Alkitab secara pribadi dengan menggunakan buku-buku panduan. Aku juga lebih banyak berdoa di waktu luangku dan mulai melatih diri berpuasa. Bukan sesuatu yang mudah bagiku, namun kakak rohaniku selalu mendukungku dan mengingatkanku untuk selalu dekat dengan Tuhan.
- Ketika aku mengarahkan pandanganku pada Tuhan, ada banyak hal yang Dia nyatakan kepadaku. Tuhanlah satu-satunya sumber kekuatan dan hikmat. Semakin kita mendekat kepada-Nya, semakin kita bisa dengan jelas mendengar suara-Nya.
- Pengambilan keputusan yang kuambil tidak lepas dari bimbingan dan nasihat beberapa orang. Tuhan juga bisa menggunakan nasihat dari orang lain untuk menolong kita mengetahui kehendak-Nya. Pilihlah orang-orang yang takut akan Allah dan mintalah nasihat dari mereka. "Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak" (Amsal 12:15).