Meskipun menghadapi kritik, prinsip "No Document, No History" masih memiliki relevansi dalam praktik historiografi modern. Dalam konteks verifikasi dan akurasi, dokumen tertulis tetap menjadi sumber yang dapat diverifikasi dan diperiksa ulang sehingga memberikan dasar yang kuat untuk klaim historis (Howell & Prevenier, 2001). Selain itu menurut Tosh, 2015 bahwa dokumen-dokumen kontemporer sering menyediakan wawasan yang tidak tersedia melalui sumber-sumber lain sehingga memungkinkan sejarawan untuk memahami nuansa dan konteks dari suatu periode historis. Salah satu prasyarat penting dalam penulisan sejarah dengan sumber dokumen adalah kerangka kronologis. Dokumen tertulis sering kali membantu dalam membangun kerangka kronologis yang akurat, yang penting untuk memahami urutan dan hubungan antar peristiwa sejarah.
Saat ini perkembangan dalam metodologi sejarah telah memperluas definisi "dokumen" itu sendiri. Beberapa perkembangan sumber dan metode penulisan sejarah diantaranya;
1. Sumber Digital: Dengan munculnya era digital, "dokumen" kini mencakup sumber-sumber online, media sosial, dan arsip digital (Rosenzweig, 2003).
2. Sejarah Lisan: Pengakuan terhadap pentingnya sejarah lisan telah meningkat, terutama dalam mempelajari kelompok-kelompok yang seringkali tidak terwakili dalam dokumen tertulis tradisional (Thompson, 2000).
3. Bukti Material: Arkeologi dan studi budaya material telah menjadi sumber penting, terutama untuk periode prasejarah atau masyarakat yang tidak memiliki tradisi tulisan (Moreland, 2006).
4. Pendekatan Interdisipliner: Sejarawan kini sering berkolaborasi dengan ilmuwan dari disiplin lain, menggunakan metode dan sumber dari berbagai bidang untuk memperkaya pemahaman historis (Little & Shackel, 2007).
Kesimpulan
Prinsip "No Document, No History" tetap relevan sebagai salah satu fondasi metodologi sejarah, namun telah mengalami reinterpretasi dan perluasan. Sejarawan modern mengakui pentingnya dokumen tertulis sambil juga merangkul berbagai jenis sumber dan metodologi baru.
Yang penting adalah bahwa prinsip ini tidak lagi diinterpretasikan secara harfiah atau kaku. Sebaliknya, ia telah berkembang menjadi panggilan untuk pendekatan yang lebih inklusif dan komprehensif dalam penelitian sejarah. "Dokumen" kini dipahami dalam arti yang lebih luas, mencakup berbagai bentuk bukti historis.
Dalam praktiknya, sejarawan kontemporer berusaha untuk menyeimbangkan keandalan dokumen tertulis dengan wawasan yang diperoleh dari sumber-sumber alternatif. Pendekatan ini memungkinkan rekonstruksi sejarah yang lebih kaya dan nuansa, yang mencakup suara-suara dan pengalaman-pengalaman yang mungkin telah diabaikan dalam historiografi tradisional.
Dengan demikian, meskipun prinsip "No Document, No History" masih relevan, interpretasinya telah berevolusi untuk mencerminkan kompleksitas dan keragaman sumber-sumber historis di era modern. Sejarawan ditantang untuk terus memperluas definisi "dokumen" dan mengadopsi metodologi yang lebih inklusif, sambil tetap mempertahankan standar kritis dan analitis yang ketat dalam penelitian mereka.