Mohon tunggu...
Eva Riana Rusdi
Eva Riana Rusdi Mohon Tunggu... Sejarawan - Kandidat Doktor Ilmu Sejarah Universitas Indonesia - Pendiri Rafflesia Institute

Peneliti sejarah konsentrasi kajian sejarah perdagangan, jalur rempah, ekonomi maritim dan strategi pertahanan maritim. Saat ini sedang mengkaji Sejarah lokal Bengkulu dan Kolonialisasi British East India Company (EIC) di Kawasan Pantai Barat Sumatra dan Selat Sunda Abad ke 16-17. Pendiri Rafflesia Institute, lembaga yang bergerak di bidang riset, literasi dan edukasi sejarah. Aktivitas sebagai ibu enterpreneur dari PT Adhikari Indo Sinergi dan Praktisi Home Education Marching Ants Homeschooling. Wisata sejarah, menulis, membaca novel, desain grafis, art desain, memasak, karoke dan film adalah cara saya menjaga semangat dan menikmati waktu disela segala kesibukan dan rutinitas agar tetap waras.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"No Document, No History": Sebuah Prinsip yang Masih Relevan?

9 Oktober 2024   10:06 Diperbarui: 9 Oktober 2024   11:01 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Eva Riana Rusdi

(Kandidat Doktor Ilmu Sejarah Universitas Indonesia)

Dalam dunia historiografi, prinsip "No Document, No History" telah lama menjadi pondasi dalam metodologi penelitian sejarah. Dikemukakan pertama kali oleh sejarawan Prancis, Charles-Victor Langlois dan Charles Seignobos pada akhir abad ke-19, prinsip ini menekankan pentingnya dokumen tertulis sebagai sumber utama dalam penulisan sejarah. Namun, di era modern ini, dengan berkembangnya berbagai metode penelitian dan sumber-sumber non-konvensional, apakah prinsip ini masih relevan?

Penulisan Sejarah dalam Konteks Historis 

Prinsip "No Document, No History" dalam konteks historis muncul pada masa positivisme dalam ilmu sejarah. Pada masa itu, para sejarawan berusaha untuk menjadikan sejarah sebagai disiplin ilmu yang objektif dan ilmiah, setara dengan ilmu-ilmu alam. Dokumen tertulis dianggap sebagai bukti yang paling dapat diandalkan dan diverifikasi (Evans, 1997).

Leopold von Ranke, sejarawan Jerman abad ke-19, dikenal sebagai bapak historiografi modern. Meskipun ia tidak secara eksplisit menggunakan istilah "No Document, No History", prinsip ini sangat erat dengan metodologinya.

Ranke menekankan pentingnya dokumen primer dalam penelitian sejarah. Ia berpendapat bahwa sejarawan harus mendasarkan karya mereka pada bukti dokumenter yang dapat diverifikasi, terutama arsip resmi dan catatan pemerintah. Bagi Ranke, tujuan sejarah adalah menunjukkan "wie es eigentlich gewesen" (bagaimana sebenarnya hal itu terjadi).

Pendekatan ini memprioritaskan objektivitas dan akurasi dalam penulisan sejarah. Ranke percaya bahwa dengan menganalisis dokumen-dokumen asli secara kritis, sejarawan dapat merekonstruksi masa lalu dengan setepat mungkin, tanpa bias atau spekulasi. Metode Ranke ini menjadi dasar bagi penelitian sejarah modern dan memperkuat gagasan bahwa tanpa dokumen, tidak ada sejarah yang dapat ditulis secara akurat dan objektif.

Meskipun prinsip ini memberikan fondasi yang kuat untuk metodologi sejarah, kritik terhadapnya mulai bermunculan pada abad ke-20. E.H. Carr, dalam bukunya "What is History?" (1961), mengkritik pendekatan yang terlalu bergantung pada dokumen tertulis. Ia berpendapat bahwa sejarah seharusnya tidak hanya tentang "fakta-fakta", tetapi juga interpretasi dan analisis terhadap fakta-fakta tersebut.

Sejarawan seperti Marc Bloch dan Lucien Febvre, pendiri mazhab Annales, juga mengadvokasi pendekatan yang lebih luas dalam penelitian sejarah. Mereka menekankan pentingnya menggunakan berbagai jenis sumber, termasuk bukti arkeologis, tradisi lisan, dan analisis interdisipliner (Burke, 1990).

Perkembangan Sumber Sejarah dan Relevansi di Era Modern

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun