Awal Maret lalu, Indonesia dinyatakan positif virus corona. Ketika itu orang yang terpapar virus baru 2 orang. Kini, per tanggal 1 Mei 2020, jumlah kasus positif mencapai 10.551, meninggal 800 orang, sembuh 1.591 dan dirawat 8.160. Kenaikannya sungguh sangat siginifikan jika dibandingkan pada awal Mei 2020. Sementara untuk tingkat global, angkanya tidak kalah mencengangkan. Jumlah kasus positif sudah menyentuh angka 3.259.167, meninggal dunia 233.439, dan sembuh 1.015.183.
Ironisnya, dalam kondisi pandemi seperti ini masih saja kita temukan hoaks di media sosial. Masih saja ada pihak-pihak yang menyebarkan informasi bohong. Provokasi bermunculan hingga sempat terjadi diskriminasi terhadap petugas medis dan keluarga yang anggota keluarganya positif covid. Bahkan, jenazah yang positif covid pun banyak yang ditolak dimakamkan oleh sejumlah warga di beberapa wilayah.
Sementara itu, sudah lewat sepekan seluruh umat muslim telah menjalankan ibadah puasa Ramadan. Ibadah puasa ini terjadi di tengah terjadinya pandemi covid-19. Sebelum Ramadan, pemerintah telah mengeluarkan anjuran untuk bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Akibatnya, aktifitas peribadahan di sejumlah tempat ibadah sepi. Salat tarawirih tidak ada. Semuanya beralih dari rumahnya masing-masing. Alasan himbaun pemerintah adalah untuk menekan penyebaran virus.
Ironisnya, lagi-lagi kondisi ini masih saja dimanfaatkan oleh sejumlah oknum untuk menebar provokasi. Ada yang menjelekkan pemerintah. Ada yang bilang membatasi ibadah, dan lain sebagainya. Semuanya itu diucapkan tanpa dasar dan disebarluaskan di media sosial. Akibatnya, masyarakat yang minim literasi ini, tidak mempunyai pegangan yang jelas. Akibatnya, ketika PSBB diterapkan di DKI Jakarta, masih banyak masyarakat yang tidak menghiraukan. Mereka masih menganggap remeh tentang virus. Mereka masih menganggap bahwa semuanya ini merupakan bagian dari takdir, dan akan hilang dengan sendirinya. Ingat, Tuhan menciptakan manusia untuk berusaha. Tuhan menciptakan manusia bukan untuk leha-leha atau menerima nasib. Bahkan, jika terjadi suatu wabah, kita dianjurkan untuk menjauhinya. Apa yang dilakukan saat ini, adalah anjuran untuk menjauhi wabah.
Mari kita saling introspeksi. Jangan merasa benar sendiri, sehingga seringkali menilai orang lain selalu salah. Dari pada mencari kesalahan orang lain, lebih baik memperbaikan kesehatan diri dan lingkungan. Dari pada sibuk menyalahkan kebijakan, lebih baik memikirkan bagaimana bisa terhindari dari virus. Pemerintah bukan berarti selalu benar. Jika salah maka harus diingatkan. Namun bukan berarti diprovokasi dengan kebencian.
Virus corona hanya bisa dihadapi dengan kebersamaan. Tidak bisa parsial, tapi harus serentak. Perlu adanya kesadaran dan kedisiplinan. Dan untuk saling meringankan dan menguatkan, perlu meningkatkan kepedulian antar sesama. Kepedulian untuk bisa dilakukan dengan cara saling berbagi makanan, rezeki, tenaga ataupun doa. Jika kita ada rezeki bisa juga mempercepat pembayaran zakat fitrah. Selain zakat, kita juga bisa bersedekah, atau aktif mendorong donasi dari siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Mari saling membantu, saling mengingatkan dan menguatkan. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H