Mohon tunggu...
Eva Nurmala
Eva Nurmala Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan swasta

Saya karyawan swasta yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lockdown dan Abainya Masyarakat di Tengah Pandemi Corona

8 April 2020   22:42 Diperbarui: 8 April 2020   22:50 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dunia maya banyak netizen yang mengkritik kenapa pemerintah belum juga melakukan lockdown. Namun, jika pertanyaannya dibalik, apa yang terjadi jika terjadi lockdown? Apakah benar seratus persen tidak akan ada aktifitas masyarakat dalam jumlah besar? Apakah benar tidak akan ada aktifitas di luar rumah? Tanpa bermaksud untuk merendahkan, tapi jika melihat fakta yang terjadi saat ini, masih banyak masyarakat yang beraktifitas karena menolak untuk dilakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Hingga 8 April 2020, jumlah masyarakat Indonesia yang dinyatakan positif corona sudah hampir menyentuh angka 3 ribu, di level 2.956, meninggal dunia 240 dan sembuh 222.

Padahal di awal Maret, jumlah positif masih 2 orang. Dalam waktu sekitar 1 bulan saja, sudah hampir 3000 orang yang dinyatakan positif. Ini virusnya yang bahaya, atau memang kita yang tidak disiplin menjalankan social distancing yang telah dianjurkan? Bisa jadi dua-duanya benar. Lalu, sampai kapan kita akan terus abai?

Mari kita saling mengingatkan dan instrospeksi diri. Corona merupakan virus yang mematikan dan hanya bisa dihadapi dengan kesadaran dan kedisiplinan diri. Sadar bahwa virus corona telah menjadi pandemic dan menjadi kekhawatiran semua negara.

Dan disiplin untuk menjalankan sosial distancing, disiplin untuk bekerja, belajar dan beribadah dari rumah alias wfh, disipin untuk mencuci tangan, disiplin ntuk menjaga kesehatan dan kebersihan. Disiplin dalam menjaga pola makan, pola istirahat juga penting untuk dilakukan. Artinya, melawan corona tidak bisa semudah membalikkan telapak tangan. Karena itulah diperlukan sebuah kesadaran dan kedisiplinan.

Lockdown, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau apapun yang akan diambil oleh pemerintah, tidak akan ada artinya, jika masyarakatnya masih abai untuk meneguhkan kesedaran dan kedisiplinan dalam dirinya.

Kondisi ini kian diperparah dengan masih adanya hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Diperparah kesadaran dan kedisiplinan oleh semua pihak. Dari level masyarakat di pedesaan hingga perkotaan, masyarakat biasa hingga tokoh publik.

Akibat penyebaran virus corona ini, sudah banyak pusat perbelanjaan tutup karena khawatir adanya potensi berkumpulnya masyarakat dalam jumlah besar. Banyak konser, acara sepak bola atau acara yang mengumpulkan banyak orang dibatalkan. Bahkan, beribadah di tempat ibadah pun dianjurkan untuk ditunda dulu dan diganti dengan beribadah di dalam rumah.

Namun, upaya-upaya tersebut tidak akan ada apa-apanya jika pasar tradisional masih dipenuhi masyarakat tanpa masker. Semuanya akan sia-sia, jika masih ada pesta pernikahan, atau upacara penyambutan di daerah, atau aktifitas apapun yang mengumpulkan banyak orang.

Sekali lagi, mari saling mengingatkan dan introspeksi satu dengan yang lainnya. Stop saling menyalahkan dan mencari kesalahan. Jika ada yang salah, mari saling mengingatkan tanpa harus saling membenci.

Saatnya menjadikan corona ini sebagai momentum untuk menguatkan persatuan dan kesatuan, mendekatkan diri pada Tuhan, lebih dekat dengan keluarga, ataupun aktifitas positif lainnya. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun