Sejarah telah mengajarkan betapa pentingnya menjagai perdamaian. Di Indonesia, salah satu bibit perdamaian itu muncul ketika masyarakat bisa berhasil saling berdampingan dalam keberagaman. Mari kita lihat jejak setiap bangunan yang ada.
Hampir setiap bangunan lama, meninggalkan jejak akulturasi budaya didalamnya. Akulturasi tersebut merupakan bentuk bagaimana cara masyarakat untuk tetap bisa menjaga kerukunan. Tanpa harus menghilangkan salah satu unsur.
Bahkan, dalam budaya Islam di Jawa pun, juga tidak bisa dilepaskan dari proses akulturasi ini.
Ketika Islam masuk di tanah Jawa, tidak pernah melakukan pemaksaan. Juga tidak pernah menghilangkan tradisi lokal yang ada.
Tradisi selamaten misalnya. Sunan Kalijaga tidak pernah menghilangkan budaya ini. Seiring perkembangan waktu, tradisi ini mencoba menyesuaikan perkembangan jaman dan berubah menjadi tradisi tahlilan yang sampai sekarang ini berlangsung.
Lagi-lagi, fakta ini menunjukkan bahwa tidak ada sedikit pun niat dari masyarakat ketika itu, baik itu dari masyarakat lokal ataupun pendatang, untuk menghilangkan salah satu tradisi yang ada.
Juga tidak ada yang mengklaim, tradisi ini yang paling benar dan tradisi itu yang salah. Semuanya bisa hidup berdampingan dengan tetap mengedepankan kerukunan.
Indonesia memang merupakan negara dengan keragaman etnis yang cukup tinggi. Dari Aceh hingga Papua, tersebar ribuan suku dengan berbagai budaya dan adat istiadat yang melekat di bawahnya.
Jika ditarik mundur, masing-masing suku itu mempunyai tradisi yang berbeda-beda, dan mungkin sampai sekarang masih dilakukan.
Namun, terdang tradisi tersebut oleh sebagian orang dianggap sesat, tidak sesuai dengan Islam dan sebagainya.
Dan hal inilah yang kemudian terjadi hingga saat ini. Kelompok intoleran langsung mencap tradisi itu sesat, kelompok itu kafir, dan segala macamnya. Mereka tidak pernah mengedepankan persuasi, tapi langsung melakukan persekusi.