Mohon tunggu...
Eva Nurmala
Eva Nurmala Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan swasta

Saya karyawan swasta yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berantas Intoleransi di Negeri Toleran

11 Agustus 2016   15:35 Diperbarui: 11 Agustus 2016   15:49 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lawan Intoleransi - www.beritametro.co.id

Indonesia dianugerahi sumber daya alam yang melimpah. Karena itulah negeri ini dulunya menjadi rebutan para penjajah. Mulai dari Portugis, Inggris, Belanda, hingga Jepang sempat ingin menguasai negeri ini. Karena masyarakat Indonesia bersatu dengan semangat nasionalisme, para penjajah itu berhasil diusir dari tanah Indonesia. 

Kini, negeri ini sudah memasuki 71 tahun merdeka. Tidak ada perang fisik lagi seperti dulu. Namun perang ideologi yang masih aktif masuk ke negeri ini. Salah satunya ideologi kekerasan yang mengatasnamakan agama. Karena ideologi inilah, membuat kekerasan terjadi dimana-mana.

Ironisnya, penyebab terjadinya kekerasan saat ini sudah bermacam-macam. Hanya karena perbedaan pandangan, bisa menjadi pemicu kekerasan. Kekerasan yang mengatasnamakan agama, juga mulai marak di negeri ini. Toleransi yang selama ini menjadi karakter bangsa ini, pelan-pelan mulai dihantam isu intoleransi. Masyarakat yang dulunya murah senyum, jadi gampang marah. Masyarakat yang dulunya suka menyapa, kini lebih sering mencaci. Pergeseran sikap ini sebenarnya cukup mengkhawatirkan. Kerukunan antar umat jadi terancam, hanya karena persoalan perbedaan kecil.

Kekerasan yang mengatasnamakan agama baru-baru ini masih terjadi. 2 vihara dan 6 klenteng menjadi korban amuk massa di Tanjungbalai, Sumatera Utara. Masyarakat mudah diprovokasi, hanya karena kesalahpahaman yang disebarkan melalui media massa. Hal ini semacam ini seharasnya tidak lagi terjadi. Jika dulu kita bisa bersatu melawan penjajah, kenapa saat ini kita mudah diprovokasi, hanya karena persoalan sepele. Mari kita berintrospeksi diri, sudah benarkah perilaku kita selama ini? jangan-jangan perilaku kita sendiri yang bisa memicu adanya tindakan intoleransi.

Ingat, toleransi itu harus tulus. Tidak boleh setengah setengah.  Ketidakkonsistenan ini harus segera dihilangkan. Kadang banyak sekali kita temukan sikap yang salah kaprah. Seperti yang dilakukan oleh kelompok radikal. Disatu sisi mereka selalu berteriak tentang pentingnya silaturahmi antar sesama, disisi lain mereka menganggap orang lain sebagai kafir, hanya karena berbeda paham. Kalau sudah begini, mereka menyatakan memerangi orang kafir adalah bagian dari jihad. Ini menjadi salah kaprah. Ingat, Indonesia itu bukan negara Islam. Tapi Indonesia merupakan negara yang beragama. Jadi tidak ada yang salah dengan agama lain. Yang penting kerukunan antar umat beragama masih tetap terjaga.

Persoalan intoleransi ini jelas bukan karakter negeri ini. Tidak bisa masukkan di dalam budaya bangsa. Walisongo ketika menyebarkan Islam di tanah jawa, Hindu sudah ada lebih dulu. Tapi para wali ini tidak pernah memaksa semua orang pindah masuk Islam. Antara orang Hindu dan Islam justru bisa  bersanding. Hal ini bisa dilihat dari budaya dan tradisi yang berkembang. Banyak kita temukan arsitektur masjid, merupakan perpaduan unsur Islam dan Hindu. Begitu juga dengan agama-agama yang lain. Bisa hidup rukun, tanpa ada ada persoalan.

Lalu kenapa saat ini, ketika tingkat kedewasaan sudah bertambah, ketika Indonesia sudah merdeka mencapai 71 tahun, persoalan intoleransi sengaja dimunculkan? Benih-benih kebencian terhadap orang lain, bahkan terhadap pemerintah juga kembali dimunculkan. Ingat, negeri ini berlandaskan Pancasila, yang mengakui semua agama. Karena itulah Ketuhanan Yang Maha Esa, dijadikan sila pertama. Kemudian dilanjutkan sila kemanusiaan, persatuan, musyarawan dan kesejahteraan. Jika masih ada pihak yang berusaha mengganggu toleransi dengan intoleransi, harus dicegah. Mari kita kikis benih intoleransi, yang bisa mengarah pada terorisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun