Tak semua dari kita yang memiliki keteguhan hati, kesabaran dan daya juang tinggi dalam menghadapi pelik dan kerasnya hidup. Saya pun mungkin tidak memilikinya. Apalagi untuk mereka yang kehilangan orang terdekatnya. Kehilangan sandaran hidupnya, terlebih lagi penopang ekonomi keluarganya. Saya yakin semua setuju jika itu bukanlah hal yang mudah.
Namun itu menjadi sedikit berbeda bagi Bu Tumini, atau lebih tepatnya Mbah Tumini -Begitu beliau biasa dipanggil-. Pada tahun 1997, Mbah Tumini diharuskan mengikhlaskan kepergian Suami tercinta.Â
Mbah Dari -Sang Suami- dipanggil terlebih dahulu ke hadirat Allah SWT. Semenjak itu pula, Mbah Tumini menjadi seorang janda, dan karena keadaaan harus menjadi tulang punggung untuk kelima anaknya. Beruntung anak sulung Mbah Tumini bisa membantu untuk berjuang bersama.
Jalan kehidupan seseorang memang tidak ada satupun yang tahu, kecuali Allah SWT sang Maha Perencana. Lagi-lagi mbah Tumini diuji oleh Allah, tepatnya di tahun 2014.Â
Putri sulung mbah Tumini yang juga membantu beliau dalam menopang ekonomi keluarga, dipanggil ke haribaan Allah SWT. Hal ini secara tidak langsung menjadikan tugas mbah tumini semakin berat. Menjadi satu-satunya penopang keluarga. Â
"Sesungguhnya dengan datangnya kesulitan, di situ pasti ada kemudahan" (QS. 96:4). Di balik segala kesulitan yang dihadapi oleh mbah Tumini, masih terselip keberkahan dan kemudahan. Alhamdulillah anak ke-2 dan ke-3 Mbah Tumini saat ini sdh berkeluarga, dan sudah diberi kecukupan untuk keluarganya sendiri. Bahkan Mbah Tumini pun sdh memiliki seorang cucu, yang sampai sekarang tinggal bersama beliau.Â
Namun perjuangan pun masih belum berakhir. Mbah Tumini masih harus melanjutkan kerasnya hidup dengan menopang perekonomian keluarganya. Karena meskipun kedua anaknya sdh memiliki keluarga sendiri, dengan status yang hanya sebagai buruh serabutan, hasil dari pekerjaannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari saja, bahkan bisa dikatakan kurang. Sehingga Mbah Tumini pun mencari keberkahan dengan berjualan Nasi Pecel di dekat salah satu Sekolah Dasar Negeri si daerah Kalipare, Kab. Malang. Dibantu dengan anaknya, Mbah Tumini biasanya rutin berjualan di depan sekolah.
Dengan adanya virus covid-19 di Indonesia, kita semua tahu bahwa virus itu membawa dampak yang cukup hebat di segala sektor kehidupan. Begitupun dengan yang terjadi pada Mbah Tumini. Sekolah tempat dia dan anaknya untuk mencari rezeki ditutup selama masa pandemi ini, yang secara tidak langsung membuat Mbah Tumini kehilangan nafkahnya. Kedua anaknya pun tidak bisa membantu. Satu-satunya harapan mereka hanya kepada anak Mbah Tumini yang berjualan bakso keliling, itupun bergantung pada ada atau tidaknya bahan/modal.Â
Di usia yang ke 71, Mbah Tumini yang seharusnya menghabiskan masa senja, malah diharuskan untuk tetap bekerja. Ditambah semakin sulit dengan adnya covi-19 ini. Atas dasar itulah kami selaku amil zakat tidak bisa menutup mata. Ada rasa tanggung jawab yang harus kami emban, karena itu menjadi tugas kami dari para donatur. Meskipun tidak seberapa, bantuan itu kami wujudkan dalam bentuk sembako dan peralatan kebersihan (sabun mandi, pasta gigi dll). Memang jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan perjuangan dankegigihan Mbah Tumini.Â
Terima kasih yang tak terhingga kami ucapkan untuk para donatur, dan semua pihak yang membantu dan berkenan menyisihkan rezekinya untuk Mbah Tumini. Semoga bantuan ini bisa (paling tidak) mengurangi beban yang ditanggung oleh Mbah Tumini dan kedua anaknya. Tak lupa juga bagi relawan LAZ Nurul Hayat Malang yang sudah membantu dalam menyalurkan paket bantuan sembako ini ke Mbah Tumini. Semoga ini menjadi berkah dan menjadi saksi bahwa kita semua peduli akan sesama.
E. Ch. Abdillah
Malang, 08 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H