Jangan Panggil Anakku Pemalu!
Oleh: Evans Garey
Hazel, anakku yang berumur 3 tahun cenderung lambat berespon dalam interaksi dengan orang yang baru dia kenal. Yang saya maksud sebagai lambat adalah dia tidak langsung dengan mudah mendekat ke orang yang baru dia temui, tersenyum ke mereka, atau menghampiri mereka. Hazel lebih memilih untuk dekat berada di sisi orangtuanya, bahkan cenderung bersembunyi di balik tubuh ayahnya.
Dalam situasi seperti ini umumnya orang tersenyum melihat Hazel dan dengan wajah tersenyum mengatakan, “Oh…pemalu ya!”. Ada raut pengertian di wajah mereka namun di sisi lain menyiratkan seperti ada kekurangan yang mereka rasakan. Beberapa orang bahkan cenderung dengan lebih tegas mengatakan, “Ayo sini kok malu-malu sih…jelek dong begitu.”.
Sempat tergoda, aku berpikir bahwa memang anakku ini pemalu. Namun kenyataannya tidak demikian. Di rumah ia begitu lincah dan aktif. Selalu riang dan ada saja ulahnya yang membuat seisi rumah terpingkal. Ia senang bernyanyi dan berbicara mengenai banyak hal.
Ada anak lain yang mungkin seperti anakku. Bahkan ada orangtua yang secara serius menanggapi hal ini. Ada yang sengaja memasukkan anaknya ke dalam berbagai grup bermain bahkan tempat les seperti music, gambar, dan lainnya dengan tujuan anaknya dapat bersosialisasi. Banyak orangtua kuatir dan takut anaknya menjadi minder.
Akibatnya anak harus menjalani serangkaian penuh aktifitas selama senin sampai minggu. Dengan terpaksa anak-anak menjalani apa yang diinginkan orangtua mereka. Dan kenyataannya hal ini tidak menolong mereka lebih baik.
Ada anak yang dilahirkan dengan temperamen yang cenderung lebih ‘sosial’ dibanding anak lainnya. Anak yang lebih sosial ini terlihat lebih mudah tersenyum, tidak takut menghampiri atau dihampiri orang lain, bahkan menawarkan mainannya pada orang lain. Sementara ada anak yang bersembunyi di balik kaki orangtuanya dan cenderung lebih berhati-hati.
Elaine Aron seorang psikolog seperti dikutip oleh Susan Cain menyatakan bahwa 70% anak dengan temperamen yang berhati-hati (seperti anakku Hazel) bertumbuh menjadi seorang yang introvert. Hal ini berarti bahwa mereka akan memilih stimulasi dari lingkungan yang minimal dibandingkan dengan seorang yang ekstrovert. Mereka akan memiliki beberapa orang teman baik dibandingkan dengan seorang yang ekstrovert yang lebih memilih bergaul di pesta.
Susan Cain seorang penulis buku yang berjudul Quiet menjelaskan bahwa menjadi introvert dan pemalu adalah dua hal yang berbeda. Memang ada anak introvert yang kemudian menjadi pemalu. Namun pemalu itu sendiri dapat diartikan sebagai orang yang takut menghadapi penilaian negatif dari orang lain. Sedangkan orang yang introvert adalah orang yang memilih lebih sedikit stimulasi.
Pada prinsipnya tidak ada anak yang pantas untuk menjadi pemalu. Anak yang pemalu cenderung merasa tertekan dan negatif. Sementara anak yang introvert tidak merasakan demikian.
Anak introvert lebih berorientasi ke dalam daripada ke luar. Mereka cenderung lebih melakukan refleksi daripada aksi. Kebanyakan juga mereka memikirkan lebih dahulu tindakan mereka daripada berbicara.
Yang menarik adalah anak-anak introvert biasanya mendapat nilai yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak ekstrovert. Mereka terlihat lebih cemerlang secara akademik. Sebut saja tokoh-tokoh terkenal seperti Bill Gates, Newton, Abraham Lincoln. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kecenderungan introvert.
Bukan berarti bahwa orang yang ekstrovert kalah pentingnya. Mereka yang lebih ‘sosial’ memiliki kemampuan membangun relasi dan bahkan mampu mempengaruhi orang lain dengan luar biasa. Mereka dapat menjadi partner yang baik bagi seorang introvert. Seperti istriku bagi diriku, seorang introvert!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H