Halo teman-teman, Sebelumnya perkenalkan saya Evan. Saya berasal dari keluarga Tionghoa baik itu dari keluarga Papah saya maupun Mamah saya. Kali ini saya ingin sharing atau mungkin lebih tepatnya bercerita mengenai kisah kehidupan saya sejak kecil. Keluarga saya yang dari Mamah masih ada adat atau budaya Tionghoa yang cukup kental atau dalam arti masih mewariskan adat di acara tertentu seperti Imlek. Hal yang sama terjadi juga dengan keluarga dari Papah saya, Namun yang menjadi sedikit berbeda adalah karena saudara dari Papah saya entah itu kakak atau adiknya, Menikah dengan orang daru suku yang berbeda dan suku tersebut adalah Jawa. Waktu saya kecil saya tentunya merasa berbeda dengan saudara dari Papah saya yang dimana adatnya pun ada beberapa yang sama namun lebih banyak yang berbeda. Ketika kecil saya masih bisa bergaul atau mungkin akrab dengan saudara dari Papah saya namun semakin bertambah dewasa, Saya merasakan bahwa hubungan saya dengan saudara saya yang berasal dari Papah agak segan dalam arti seperti kita ada yang berbeda. Tentu hal tersebut tidak bisa dipungkiri bahwa nyatanya memang cara pandang kita pastinya berbeda. Bisa juga dipengaruhi oleh adat yang berbeda atau mungkin perspektif dari orangnya sendiri.Â
Saya harus bisa memahami hal tersebut karena keluarga saya pun belajar untuk memahami saudara yang lain mulai dari adat, budaya, perspektif, pola pikir, Pastinya signifikan. Kemudian ketika saya berbincang-bincang mengenai apapun dari keluarga Mamah saya yang berasal dari suku yang sama yaitu Tionghoa bisa lebih nyambung. Bukan maksud gimana tapi yang saya maksud adalah mungkin dari sini sudah ada perbedaan budayanya yang mungkin ketika saya membicarakan satu topik yang menurut saya saudara dari Papah saya akan mengerti ternyata justru tidak dan mungkin demikian sebaliknya. Juga ketika kumpul keluarga seperti natal ataupun imlek, Saudara dari Papah saya memang banyak yang dari Suku Jawa dan ketika foto, Saya justru merasa asing karena saya berbeda dari yang lain, Meskipun tentu di keluarga dari Papah saya ada yang sesama Tionghoa tetapi lebih di dominasi Suku Jawa. Terlepas dari maksud rasis atau diskirminasi, Saya tetap menghargai mereka seperti saudara kandung bahkan meskipun tidak terlalu bisa nyambung satu sama lain. Jika ditarik kebelakang, Keluarga dari Papah saya memang ada suku Jawanya tetapi itupun nenek buyutnya Papah saya sehingga mungkin Papah saya sudah tidak ada darah Suku Jawanya tetapi yang pasti saya bisa memahami seperti apa Suku Jawa itu mungkin karena didikan dari Papah dan Mamah saya. Ajaran atau didikan yang turun temurun hingga saya yang diajarkan oleh keluarga dari Mamah saya adalah Belajar menabung, Kerja keras, dan kemungkinan masih banyak namun saya mencoba untuk memilah mana yang sekiranya berpengaruh bagi hidup saya. Kemudian, Ajaran dari keluarga Papah saya mungkin karena ada budaya Jawanya jadinya ketika kita bertemu satu sama lain lebih kaya nggak enakan ketika terjadi sesuatu atau ada masalah dan juga belajar untuk rendah hati, Meskipun keluarga dari Mamah saya juga mengajarkan hal demikian. Mungkin itu beberapa ajaran yang masih diajarkan hingga ke saya dan pastinya akan saya ajarakan ke turunan saya kelak karena nilai budaya ini tentunya memiliki makna meskipun ajarannya berbeda namun semuanya ada nilai yang bisa di ambil. Jadi kurang lebih seperti ini ajaran dari keluarga saya, Tentunya ajaran tersebut melekat pada saya dan juga pastinya akan terus ada atau mungkin bertambah dari suku Tionghoa ataupun Jawa terlepas dari keluarga, Bisa itu melalui teman atau juga sahabat. Sekian cerita adat istiadat dari keluarga saya dan saudara. Terima KasihÂ
Foto keluarga :Â
Daftar Pustaka: Samovar, L. A., Porter, R. E., Mcdaniel, E. R., Roy, C. S. (2017). Communication between cultures. Boston, Massachusetts: Cengage Learning
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H