Mohon tunggu...
Evan Prajongko
Evan Prajongko Mohon Tunggu... Admin Sales Support -

Pecinta dunia psikologi sosial dan budaya namun mencoba untuk menulis tanpa menggunakan bahasa akademik yang rumit. Sedang berjuang mengenai empat kesunyataan dan jalan mulia berunsur delapan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bagaimana Mencerdaskan Bangsa, kalau Ejaan Agama di KTP Saja Tak Sesuai KBBI

23 September 2018   21:27 Diperbarui: 24 September 2018   01:41 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merdeka! (diucapkan karena merupakan salam nasional resmi dalam Maklumat Pemerintah 31 Agustus 1945)

Bangsa yang besar, adalah bangsa yang semakin berjalan, maka akan semakin mencapai cita-cita para pahlawannya. Indonesia ini sudah dikonsensuskan dalam Sumpah Pemuda untuk berbangsa, bertumpah darah, dan menjunjung satu bahasa persatuan; Indonesia. 

Cara kecil dalam mencintai bangsa ini salah satunya adalah menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai konteks, menurut ejaan yang benar juga menurut panduan yang benar -- pada saat saya menulis ini, Panduan Umum Ejaan Bahasa Indonesia adalah yang berlaku -- sesuai dengan yang berlaku pada saat ini.

Coba kita tanya pada diri kita sendiri, bagus mana nilai Bahasa Indonesia dengan nilai Bahasa Inggris? Tak perlu lah beralasan susah karena sastra-sastra Indonesia itu banyak dan beragam. 

Sekarang saya ubah pertanyaannya. Seberapa benarkah kita menulis kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia? Itu saja pasti kita banyak yang salah menulis "praktek" alih-alih seharusnya "praktik", atau "analisa" padahal yang benar "analisis". Itu masih di tataran penulisan ejaan, belum penulisan tata letak, besar kecil, kata hubung, dan lain-lain yang saya sendiri pun saat ini juga perlu banyak belajar. Setidaknya, ketika kita salah dan mau berubah, itulah letak kebijaksanaan kita.

Sayangnya, kesalahan-kesalahan penulisan ejaan itu, mengakar sampai ke lembaga-lembaga tinggi negara sekelas kementerian. Silahkan cek, surat edaran sekolah, kampus, kelurahan, atau kelurahan, juga tak luput dari kesalahan penulisan ejaan entah banyak entah sedikit. Sekarang, bagaimana memberantas kebodohan, kalau pejabat-pejabat kelas atas saja juga masih bodoh dalam hal penulisan beberapa hal? Bagaimana kita mencintai Bahasa Indonesia kalau penulisan saja banyak yang salah?

Salah satu kebodohan terbesar yang masif dan dilakukan oleh lembaga di bawah kementerian adalah penulisan agama pada kolom KTP, dan ini terjadi sejak lama, sejak KTP itu sendiri pertama kali memiliki kolom agama. Dukcapil, di bawah Kemendagri menulis dua agama dengan ejaan yang salah.

1. Katholik

dokpri
dokpri
Silahkan saja cek Kamus Besar Bahasa Indonesia. Katholik atau Katolik? Katolik yang benar.

2. Budha

dokpri
dokpri
Ini lebih parah, karena kurang satu huruf saja, artinya sudah berubah. Buddha berbeda dengan Budha.
Buddha, adalah adalah gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama, guru agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap "Buddha dalam zaman ini"). Dalam penggunaan lain, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar.

Budha adalah nama untuk planet Merkurius, putra Candra (bulan) dengan Tara alias Rohini. Ia juga dewa barang dagangan dan pelindung para pedagang dalam mitologi Hindu.

Maka ketika ditulis sebagai Budha, maka salah besar karena penganut Buddhisme tidak bersujud sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Budha. Kalau menghormati Dewa Budha sebagai guru tertinggi, maka secara dokumen kependudukan, justru beragama Hindu.

K O N K L U S I

Maka dengan tulisan ini, saya tidak bermaksud merendahkan lembaga negara. Saya ingin lembaga negara lebih hati-hati dan berintrospeksi serta berbenah menuju hal yang lebih baik, demi bukti cinta kita kepada bangsa ini. Ini bukan tantangan kepada lembaga negara, karena sudah pasti kalau melihat ke KBBI, sudah pasti salah penulisan tersebut.

Saya pun menyadari, perubahan dokumen secara nasional akan sangat susah dan membutuhkan biaya banyak. Namun dengan segala hormat, perubahan bisa dilakukan bertahap dimulai dari merubah tulisan pada dokumen dokumen baru atau yang diperbarui oleh lembaga negara maupun elemen lain, karena kesalahan penulisan tidak hanya terjadi pada lembaga negara tetapi juga instansi lain terlebih media massa. Banyak stasiun TV atau koran yang banyak menulis ejaan-ejaan nama agama, atau lainnya dengan ejaan yang kurang tepat.

Maka, selain di sektor pemerintahan, secara individu marilah kita berbenah, menggunakan kata yang tepat secara lisan maupun tulisan. Menghargai bahasa persatuan kita, menghargai jasa para pahlawan kita, juga menghargai guru-guru kita.

Merdeka!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun