Mohon tunggu...
Evan Prajongko
Evan Prajongko Mohon Tunggu... Admin Sales Support -

Pecinta dunia psikologi sosial dan budaya namun mencoba untuk menulis tanpa menggunakan bahasa akademik yang rumit. Sedang berjuang mengenai empat kesunyataan dan jalan mulia berunsur delapan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lebaran Bersama di Vihara Dharma Dwipa Ponorogo

4 Juli 2018   09:10 Diperbarui: 4 Juli 2018   09:34 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lebaran Bersama di Vihara

Tradisi di Ponorogo, Jawa Timur dan sekitarnya, memasak dan memakan ketupat (diseput kupat) dilakukan pada hari ketujuh setelah lebaran. Lebaran di Kabupaten Ponorogo, tidak hanya dirayakan oleh umat Islam saja.

Warga Budhhis di Dusun Sodong, Desa Gelangkulon, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo juga menyediakan jajanan lebaran yang memiliki arti bahwa mereka membuka pintu, mempersilakan tamu untuk masuk. Hal tersebut menginspirasi Presidium Lintas Iman Ponorogo untuk melaksanakan "Kupatan Bebarengan" dengan tema "Nyawiji" di Pendopo Vihara Dharma Dwipa, Sodong, Ponorogo pada Sabtu, 23 Juni 2018.

Kegiatan yang dilaksanakan di pelosok Ponorogo yang berbatasan dengan Wonogiri ini tidak hanya dihadiri oleh umat Buddha dan Islam saja, namun juga dihadiri oleh umat agama lain, seperti Romo Skolastikus Agus Wibowo, Pr dari Stasi Klepu, Sooko, Ponorogo, yang beragama Katolik serta Suradi dari Penghayat Sapta Darma. Selain itu juga turut hadir perangkat desa Gelangkulon, perangkat kecamatan Sampung, serta Koramil dan Polsek Sampung.

Lebaran Bersama di Vihara
Lebaran Bersama di Vihara
Alunan Karawitan Ngudi Laras menyambut tamu yang hadir. Paguyuban Karawitan ini merupakan warga dusun Sodong yang terdiri dari agama Buddha dan Islam, sehingga sangat kental kerukunan yang damai dan tenang di dusun ini.

Acara berjalan dengan diskusi yang dimoderatori oleh Ahmad Sauji, dengan narasumber Gus Muis, Gus Wida Jauhan, Romo Agus Wibowo, dan Suwandi Cittapanna. Acara ditutup dengan makan ketupat bersama serta doa yang dipimpin oleh Suradi dengan cara Sapta Darma.

Ahmad Sauji menjelaskan bahwa "nyawiji" yang bila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti "bersatu", merupakan sebuah implementasi membangun dari persepsi, gagasan, dan iman serta tradisi yang berbeda, bukan untuk menyeragamkan menjadi satu namun bernaung dalam satu, yakni bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih lanjut, Gus Muis memberikan narasi bahwa manusia sejak lahir sudah diciptakan berbeda, bahkan orang kembar sekalipun, sehingga sudah tidak perlu dipaksa untuk menjadi sama, karena perbedaan merupakan sebuah kemutlakan.

Romo Agus Wibowo menambahkan, "Bersatu, didasarkan dari cinta kasih. Karena cinta kasih, membangun persaudaraan." Tuan rumah tempat diselenggarakan acara ini, yakni Suwandi Cittapanna menyiratkan hal senada, bahwa perbedaan tidak akan membawa kerukunan jika manusia terus memandang pada "sisi berbeda"-nya.

Adanya kesamaan, menghilangkan individualisme, menjadikan kerukunan itu ada. Jajaran Koramil dan Polsek Sampung sangat mendukung terselenggaranya acara ini karena membawa dampak persatuan yang lebih erat di wilayah Ponorogo.

artikel ini juga dimuat pada http://buddhazine.com/indahnya-vihara-dharma-dwipa-ponorogo-jadi-tuan-rumah-lebaran-bersama/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun