Mohon tunggu...
Lyfe

Talentaku dan Tekadku untuk Bangsaku

29 November 2017   19:49 Diperbarui: 29 November 2017   20:04 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928, adalah hari dimana pertama kalinya lagu kebangsaan Indonesia dimainkan tanpa syair dihadapan umum. Ditengah-tengah pergumulan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan, hadirlah seorang pemuda yang namanya dikenal dan dikenang sebagai pahlawan Indonesia hingga sekarang. Seorang pemuda dengan semangat yang membara dan nasionalisme yang tumbuh dalam dirinya membawanya ke hadapan para pemuda di Kongres Pemuda II. Bakat yang dikaruniakan Tuhan sebagai pemain biola ia gunakan demi negeri yang dicintainya. Namanya Wage Rudolf Supratman, pencipta lagu kebangsaan Indonesia, "Indonesia Raya".

Melalui film garapannya berjudul "Wage" yang berdurasi lebih kurang 120 menit, Sutradara John De Rantau mencoba untuk mengangkat kisah pilu Wage Rudolf Supratman.

Jatinegara, 1912, hari di mana seorang anak lelaki ditinggal mati oleh ibunya dan akhirnya kakaknya, Roekijem --yang memiliki suami seorang Belanda--, memutuskan untuk membawa anak tersebut ke Makassar. Wage namanya. Wage dijaga dan dirawat oleh kakaknya sampai dewasa. Saat masih kanak-kanak, Wage --yang dipanggil dengan Rudolf-- menimba ilmu di salah satu sekolah dasar Belanda di Makassar. Wage yang adalah seorang pribumi diejek oleh teman-temannya yang berketurunan Belanda. Karena tidak terima diejek yang membuatnya terlibat perkelahian di sekolah, akhirnya gurunya yang juga seorang Belanda mengusir Wage.

Bakatnya dalam bermain biola berawal dari kakak iparnya yang mengajarinya cara bermain musik. Terus berlatih dan berlatih membuatnya menjadi seorang violinis yang handal. Tidak menyia-nyiakan bakatnya, Wage menyalurkan bakatnya dengan bermain biola bersama grup band-nya, Black and White, di sebuah kafe dan menjadikan hal itu sebagai mata pencahariannya. 

Namun karena Wage mengikuti organisasi pergerakan dan, lagi-lagi, karena alasan 'pribumi', mau tak mau Wage harus berhenti bermusik di kafe itu. Selama Wage ikut dalam pergerakan, hidupnya tidak tenang karena selalu dikejar oleh seorang agen polisi Belanda bernama Fritz. Setiap yang dilakukan Wage selalu diawasinya.

Meskipun ia tidak bermusik lagi, ternyata Wage juga merupakan seorang wartawan harian Sin Po. Namun, tulisannya dianggap sebagai propaganda oleh Belanda. Oleh karena itulah Belanda menganggap Wage sebagai seseorang yang harus ditangkap, tidak boleh dibiarkan 'menghasut' masyarakat Indonesia dengan tulisannya. Akan tetapi, profesinya sebagai jurnalis pun tidak bertahan lama. Atasannya mengatakan bahwa pekerjaan yang cocok untuk Wage memang bermusik, bukan jadi wartawan atau jurnalis.

Kemampuannya yang handal dalam bermain biola sudah diketahui oleh banyak masyarakat. Lagu-lagu ciptaannya juga dinyanyikan oleh banyak kalangan. Hal ini membuat anggota pergerakan mengusulkan dan meminta Wage untuk menciptakan lagu kebangsaan Indonesia. Banyak kesulitan yang dihadapi Wage. Tapi karena cintanya terhadap bangsanya dan karena kerinduannya untuk memerdekakan bangsanya, ia terus berusaha untuk menciptakan lagu yang membakar semangat rakyat Indonesia.

Wage berencana untuk memainkan lagu tersebut sebagai penutup Kongres Pemuda II. Ketika tiba waktunya untuk lagu kebangsaan Indonesia dinyanyikan, tentu saja rencananya tidak berjalan semulus itu. Lagu kebangsaan yang diciptakan Wage R.S. dianggap Belanda sebagai cara rakyat Indonesia untuk 'memberontak' dan keinginan untuk merdeka sehingga Belanda melarang Wage untuk memainkan lagu itu. Tapi anggota pergerakan bersikeras memaksa supaya lagu kebangsaan, yang didambakan rakyat Indonesia, bisa dimainkan. 

Akhirnya, Belanda mengizinkan lagu dimainkan namun syair tidak boleh dinyanyikan. Itulah saat dimana untuk pertama kalinya lagu kebangsaan Indonesia berjudul "Indonesia Raya" dimainkan secara instrumental dengan biola. Mesikpun syair tidak dinyanyikan, alunan melodi dari biola yang dimainkan Wage seakan menyampaikan pesan-pesan kepada anggota yang mendengarnya bahwa Indonesia harus dan pasti merdeka.

Perjuangan Wage tidak hanya disini saja. Kemana pun ia pergi, ia selalu dikejar oleh para polisi Belanda. Hingga akhirnya Wage tertangkap dan dipenjarakan. Namun sangat disayangkan, beberapa hari setelah ia keluar dari penjara, Wage meninggal dunia, meninggalkan karya-karyanya dan biolanya akibat penyakit paru-paru yang dideritanya. Meskipun ia tidak pernah merasakan kemerdekaan, namun jiwanya yang rindu akan kemerdekaan membantu rakyat Indonesia untuk terus berjuang melawan penjajah hingga akhirnya kemerdekaan itu tercapai.

Film noir yang mengangkat kisah pilu W.R. Supratman ini menampilkan gambar-gambar yang sangat bagus dan bisa menggambarkan bahwa kisah ini terjadi di masa lampau. Meskipun tokoh utama Wage diperankan oleh aktor pendatang baru, yaitu Rendra Bagus Pamungkas, kemampuannya dalam mengekspresikan setiap laku bagus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun