Selanjutnya, adapun larangan mengenai pemberian data nasabah yang dimuat dalam SEOJK 14/2014 bersumber dari Pasal 31 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor  1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan ("POJK 1/2013") yang berbunyi "Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang dengan cara apapun, memberikan data dan/atau informasi mengenai Konsumennya kepada pihak ketiga."
Pengaturan tersebut tidak berhenti sampai pada larangan memberikan data dan/atau informasi namun juga menyertai sanksi administratif apabila dilakukan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 53 POJK 1/2013. Namun, Â tetap saja tidak menjadikan praktik jual beli data nasabah sebagai kejahatan karena ancaman sanksi tersebut hanyalah administratif dan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan memperhatikan aspek pembinaan terhadap pihak yang akan dikenakan sanksi. Dengan kata lain, sanksi tersebut tidak serta merta dapat diterapkan kepada penjual data nasabah.
Masalah selanjutnya adalah larangan tersebut ditujukan kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Sehingga perlu dibuktikan apakah tindakan karyawan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (bank) yang menjual data nasabah dapat diatribusikan atau dianggap mewakili Pelaku Usaha Jasa Keuangan (bank) sebagai pihak yang diatur dalam Pasal 31 ayat (1) POJK 1/2013 di atas. Mungkin saja terjadi suatu karyawan bank yang menjual data nasabah tanpa sepengetahuan bank sehingga Peraturan tersebut jelas tidak memadai.
Oleh karena itu, Penulis berharap Pemerintah segera mengeluarkan produk hukum khususnya dalam bentuk Undang-Undang yang mampu mengatasi keresahan masyarakat mengenai praktik jual beli data nasabah. Produk hukum mana harus memperhatikan pihak terkait seperti Nasabah, Pelaku Usaha Jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia bahkan Kepolisian Negara Republik Indonesia.Â
Terutama apabila hendak menyusun praktik jual beli data sebagai delik formil, sertakan pula wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menuntut perkara jual beli data nasabah tanpa adanya aduan dari korban.
Penulis juga hendak mengkritik SEOJK 14/2014 yang membebaskan Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang memberikan data nasabah (konsumen) kepada Pihak Ketiga sepanjang nasabah (konsumen) memberikan persetujuan tertulis.Â
Peraturan tersebut dapat  diibaratkan seperti seseorang diperbolehkan mencuri sepanjang korban menyetujui. Sangat tidak masuk akal! Dengan demikian, sampailah pada kesimpulan bahwa jual beli data nasabah ini harus diatur sebagai delik formil dan delik biasa bukan delik aduan.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI