Seni sangatlah subjektif. Namun bagiku, apapun bentuk seninya, memiliki rasa yang sama: membuat kita, penikmatnya, berhenti sejenak dan melihat perspektif baru yang mungkin diabaikan oleh para pecinta uang.
Lagi-lagi ku rasakan hal ini ketika melambatkan hidup sejenak untuk menikmati karya seni di Museum Macan (Modern and Contemporary Art in Nusantara), Jakarta Barat. Museum ini, yang dikenal sebagai salah satu ruang seni kontemporer terkemuka di Indonesia, menjadi rumah bagi berbagai karya yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga penuh makna.
Kali ini, seorang seniman asal Thailand, Korakrit Arunanondchai, menghadirkan rangkaian praktik artistiknya melalui instalasi video, lukisan, objek, dan karya performatif. Dua videonya yang berjudul "No history in a room filled with people with funny names 5" (2018) dan "Songs for living" (2021) sangatlah menggugah jiwa, sampai-sampai sahabatku terharu dan tersentuh. Mari ku ceritakan.
I. Dunia yang Tak Terlihat: Ketika Hantu Berbicara
Dari video pertama, kita dibawa masuk ke dunia yang berbeda. Pertanyaan menggelitik pun disampaikan: "Apakah kamu percaya dengan hantu?"
Kemudian, banyak sosok yang menyerupai manusia berwarna hijau dan putih muncul. Mereka tampak emosional—menari, menatap "kita" dari kejauhan. Para hantu itu adalah jiwa orang-orang mati. Orang yang pernah menjadi tetangga kita, yang setiap hari kita lihat sedang menjemur pakaiannya di bawah matahari. Orang yang pernah menjadi teman masa kecil kita, yang kita ajak nge-bolang naik sepeda mengelilingi kampung tanah merah.
Tapi kini, mata kita tidak dapat melihat mereka lagi, dan tangan kita tidak dapat menjabat mereka lagi. Mereka ada jauh di sana, mungkin sedang menonton kehidupan kita dengan hati yang pilu, seolah sedang menonton TV. Apa yang mereka butuhkan? Doa dan cinta.
Video ini mengingatkan kita bahwa kematian bukanlah akhir. Ada kehidupan lain yang mungkin tidak kita lihat, tetapi tetap membutuhkan perhatian dan kasih sayang kita.
II. Bumi yang Menangis: Roh Alam yang Terluka
Kemudian, kita diajak untuk menelusuri bumi—hal-hal yang mungkin kita abaikan selama ini. Dalam video kedua, manusia hijau dan putih kembali muncul. Namun, kali ini mereka bukan lagi representasi roh orang mati, melainkan roh alam: tumbuhan, binatang, gunung, sungai, dan semesta.
Roh alam itu menangis, menjerit, marah. Mereka melihat dunia ini, di mana manusia-manusia serakah mengeksploitasi alam sesukanya. Terumbu karang yang seharusnya menjadi rumah bagi lebih dari 50% kehidupan laut, kini penuh dengan sampah. Hutan dibakar, dilibas habis untuk kepentingan egois manusia. Lalu, bagaimana nasib para binatang di dalamnya? Jika binatang itu turun ke desa dan mengobrak-abriknya, mereka yang tadinya korban malah jadi tersangka.
Video ini adalah cermin bagi kita semua. Ia mengingatkan kita agar lebih berhati-hati dalam bersikap, tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada alam. Menghormati, menyayangi, dan mensyukuri adalah tiga poin penting yang mungkin seringkali kita lupakan.