Mohon tunggu...
Eva Cristine Ronauli
Eva Cristine Ronauli Mohon Tunggu... Penulis - Dikenal juga sebagai LVWM dan Pandalica

Content Writing Enthusiast; Preloved Book Hunter; Folkies.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Refleksi dari "Perempuan di Titik Nol", Firdaus dan Dunia yang Tak Ramah Perempuan

29 Januari 2025   16:00 Diperbarui: 29 Januari 2025   20:06 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Firdaus | Sumber: Freepik/azerbaijan_stockers 

"Coba lihat, apa ini yang kau katakan?"

"Saya mengatakan bahwa kamu semua adalah penjahat, kamu semua: para ayah, paman, suami, germo, pengacara, dokter, wartawan, dan semua lelaki dari semua profesi."

Mereka berkata, "Kau adalah perempuan yang liar dan berbahaya."

"Saya mengatakan yang sebenarnya. Dan kebenaran itu adalah liar dan berbahaya."

Mereka mengenakan borgol baja pada pergelangan tangan saya, dan membawa saya ke penjara. Dalam penjara mereka memasukkan saya ke dalam sebuah kamar yang pintu dan jendelanya selalu ditutup. Saya tahu apa sebabnya mereka itu begitu takutnya kepada saya. Sayalah satu-satunya perempuan yang telah membuka kedok mereka dan memperlihatkan muka kenyataan buruk mereka. Mereka menghukum saya sampai mati bukan karena saya telah membunuh seorang lelaki---beribu-ribu orang yang dibunuh tiap hari---tetapi karena mereka takut untuk membiarkan saya hidup.

Firdaus menjadi jendela bagi kita untuk mengintip kehidupan malam. Memberi tahu kita bahwa ia juga manusia, memiliki hati dan rasa. Firdaus ingin berbahagia, namun tidak memiliki kesempatan seperti kita. 

Meski kisah ini diangkat dari kondisi masyarakat Mesir sekitar tahun 1960-an, namun masih bersinggungan dengan zaman sekarang. Karena pekerjaan kupu-kupu malam masih langgeng, masih ada hingga hari ini.

Para puan masih menggunakan cara ini sebagai alternatif terbaik untuk mendapatkan sesuap nasi. Beberapa di antaranya adalah orangtua tunggal yang ditelantarkan oleh suaminya dan sebagian lainnya adalah mereka yang kesepian serta putus asa. Maukah kita mendengar jeritan bisu mereka?

Catatan: Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Medium oleh penulis dengan beberapa penyuntingan ulang

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun