Seorang pria berusia 45 tahun terkena stroke. Untung saja gejalanya ringan, ia "hanya" mengalami kelemahan ringan di lengan dan tungkai kanannya. Ia adalah seorang dosen juga pengusaha. Badannya gagah dan sehat. Hanya saja selama ini ia abai dengan hipertensi yang sudah diketahuinya sejak medical check up dua tahun lalu.Â
Tetapi, walau ia cukup beruntung nyawanya selamat dan hendaya yang dialaminya tidak berat, sejak mengalami stroke ia menjadi orang yang berbeda.Â
Ia tidak percaya diri mengajar, tidak bersemangat bekerja, dan sering khawatir kondisinya tiba-tiba memburuk bahkan akan meninggal dunia. Ia tidak mau keluar dari rumah, dan hanya tiduran seharian. Berat badannya bertambah, ia menolak makan obat anti hipertensi, dan akhirnya mendapat serangan stroke kedua enam bulan kemudian.
Kisah lain, adalah seorang wanita, 60 tahun, selama ini ia menderita diabetes mellitus. Namun saat pandemi  ia terkena serangan jantung dengan komplikasi stroke.Â
Sejak mengalami stroke ia sulit berbicara, ia tidak bisa mengucapkan apa yang ia pikirkan, walaupun ia mengerti apa yang dikatakan oleh anak dan menantu yang merawatnya.Â
Kondisi ini terjadi berbulan-bulan, menyebabkan ia merasa sendirian, tidak berdaya. Ia menjadi sedih, malas memakan obatnya dan mengurung diri di kamarnya. Â Â
Setahun setelah terkena stroke pertama, ia terkena stroke kedua dan serangan ini menyebabkan ia hanya dapat berbaring di tempat tidur dan memerlukan bantuan untuk seluruh perawatan dirinya.
Stroke memunculkan banyak masalah. Saat ini stroke menjadi penyakit penyebab kematian kedua di dunia setelah penyakit jantung, meskipun teknologi kesehatan sudah semakin maju. Lebih daripada itu, banyak orang yang selamat hidupnya setelah serangan stroke, hidup dengan kecacatan.Â
Kedua kisah di atas ialah contoh tentang penyintas stroke, yang mungkin saja disabilitasnya tidak terlalu berat, namun  mengalami depresi paska stroke, yang memperburuk kualitas hidupnya.Â
Bila dibiarkan, depresi ini akan menyebabkan pasien penyintas stroke terisolasi, tidak patuh berobat atau mengikuti rehabilitasi, bahkan bunuh diri. Â Depresi paska stroke juga menyebabkan pasien stroke meningkat tingkat kematian dan kesakitannya.
Bagaimana kita tahu seorang penyintas stroke mengalami depresi? Kita bisa menanyakan atau mengamati suasana perasaannya, yang didominasi oleh perasaan sedih, rasa bersalah, rasa gagal atau rasa putus asa. Ia mungkin tampak kehilangan minat terhadap banyak hal, bahkan terhadap hal-hal yang dulu membahagiakannya.Â