Desain grafis telah berkembang di Indonesia kurang lebih sekitar 59 tahun lalu. Dalam perkembangannya, desain grafis berubah sesuai dengan kemajuan zaman. Setiap tahun terdapat 5000 mahasiswa yang telah diwisuda oleh Perguruan Tinggi DKV (Desain Komunikasi Visual). Namun, ketika memasuki dunia kerja, calon desainer grafis sering meninggalkan kampung halaman untuk merantau dan mencari nafkah di negeri orang. Tak terkecuali bagi masyarakat Kota Malang yang terbiasa merantau ke kota-kota besar seperti Surabaya, Bandung atau Jakarta untuk berkarier di sana.
     Faktanya, calon desainer grafis Kota Malang lebih suka mengadu nasib di kota besar dikarenakan beberapa faktor seperti UMR (gaji). Siapa yang tidak ingin digaji tinggi? Semua orang pasti ingin sukses dari segi finansial dan sukses dengan karya-karyanya. Menurut http://caranesia.com/daftar-besar-gaji-umk-2015-terbaru-seluruh-indonesia/ (diakses tanggal 3 Maret 2015), penetapan UMR dan UMK telah diatur oleh Walikota atau Bupati daerah masing-masing. Awalnya, wilayah Jawa Timur belum menetapkan UMR-nya hingga tahun 2015. UMK dan UMP di tahun 2015 mengalami sedikit inflasi dari tahun sebelumnya sehingga gaji/upah naik kurang lebih 10%, sedangkan Jawa Timur baru menetapkan UMR sebesar Rp 1.882.000,00.
    Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa UMK kota Malang berada di tengah-tengah. Ini menyimpulkan bahwa sebenarnya kota Malang merupakan kota dengan pendapatan yang cukup. Namun, itu masih belum sebanding dengan peralatan-peralatan yang seharusnya dimiliki sebagai seorang desainer grafis dan proyek-proyek yang dikerjakannya. Memiliki profesi sebagai desainer grafis haruslah memiliki budget yang cukup tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi juga untuk berkarya.
      Selain itu, berdasarkan hasil wawancara 8 dari 10 orang di Kota Malang menyatakan bahwa mereka ingin berkarier di tempat yang memberikan pengakuan atas hasil kerja dan hasil karya, dimana hak dan kewajiban mereka dapat dihargai. Sayangnya, di Indonesia masih belum menerapkan ini sepenuhnya, terutama bagi calon desainer grafis atau desainer grafis. Ini merupakan masalah mental yang biasa terjadi dimana masyarakat menganggap desain adalah perkara yang mudah karena setiap orang dapat membuat desain tanpa harus memikirkan nilai estetika.
     Lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi seorang desainer untuk merasa nyaman ketika bekerja. Sebagai desainer grafis, wajib hukumnya untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas yang modern dan canggih sesuai dengan kebutuhan konsumen seperti komputer dengan spec tinggi dan memiliki aplikasi-aplikasi desain yang memiliki lisensi yang kuat. Dalam prakteknya, tidak semua badan usaha dapat membelinya sehingga kebanyakan desainer menggunakan software bajakan. Sehingga, bila ketahuan maka usaha tersebut diharuskan membayar denda dengan jumlah yang tidak sedikit.
      Selain itu, adanya potensi untuk berkembang dan ketersedianya pendidikan lanjutan, yaitu Program Magister dan Program Doktor. Mengapa perlu menempuh pendidikan S2 dan S3? Seperti yang kita ketahui ilmu pengetahuan selalu berkembang setiap waktunya, tak terkecuali ilmu desain grafis. Di Indonesia terdapat dua institusi yang menyediakan Program Magister dan Program Doktor, yakni ITB dan ISI Yogyakarta namun letaknya kurang pas atau tidak berada di tempat yang seharusnya.
Pendidikan Lanjutan Desain Grafis
      Apakah seorang desainer membutuhkan pendidikan lanjutan S2 dan S3? Pertanyaan ini membuat dilema bagi beberapa calon desainer grafis yang telah menyelesaikan studi S1. Faktanya, banyak desainer grafis dapat berkarya tanpa harus meyelesaikan pendidikan S1, apalagi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Pendidikan lanjutan S2 dan S3 berkaitan dengan riset dan penelitian. Pada jenjang ini desainer memperoleh pengetahuan tentang cara berpikir konstruktif (tertata rapi) dan menuangkan ide-ide ke dalam karya tulis ilmiah. Â
      Institusi pendidikan lanjutan terbatas dan letaknya kurang pas. Di Indonesia institusi pendidikan lanjutan S2 dan S3 hanya terdapat di 2 universitas saja, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI Yogya). Sehingga calon desainer grafis Kota Malang yang ingin melanjutkan studi mau tidak mau harus pergi meninggalkan kota kelahirannya.
Lingkungan Kerja Seorang Desainer Grafis
      Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim daru University of Southern California menyatakan bahwa suka atau tidaknya seseorang pada rekan kerjanya mempengaruhi proses kinerja otak yang dimilikinya. Dapat disimpulkan bahwa ini berkaitan erat dengan suasana kondusif di tempat kerja. Selain itu, lingkungan kerja yang kondusif juga dapat menjadi tolak ukur dari kinerja sebuah perusahaan. Semakin kondusif lingkungan kerjanya, semakin baik kinerja karyawan maupun perusahaan tersebut, begitupun sebaliknya.