Mohon tunggu...
Eva Armeilita
Eva Armeilita Mohon Tunggu... -

Hi, I am Eva. I 'm seventeen years old now. My hobbies are reading, writing, listening to music and dancing. Here I want to sharpen my knowledge and try to develop my ability. Please help me to verify and develop my idea. Thank you :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keadilan HAM Bagi Kaum Tionghoa

17 Agustus 2012   13:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:37 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penegakkan HAM (Hak Asasi Manusia) bukan hanya dalam teori saja, melainkan

aksi dengan rasa keingintahuan pada kebenaran yang nyata

Ribuan toko-toko jadi sasaran penjarahan. Amuk massa tertuju pada warga keturunan Tionghoa. Tidak jarang, orang-orang Tionghoa lalu melabeli toko mereka dengan tulisan Milik Pribumi danPro-Reformasi. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surakarta. Adanya trauma, rasa sakit hati, dan dendam yang masih terpendam. Ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, sebelum akhirnya dibunuh. Tidak heran, banyak diantara mereka meninggalkan Indonesia dan mencari perlindungan yang aman dengan kembali ke tanah asal.

Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial di Asia. Dimana kemudian terjadi tragedi Trisakti. Penembakan Mahasiswa Trisakti, yang terjadi pada 12 Mei 1998, telah menewaskanElang Mulia LesmanaHeri HertantoHafidin Royan dan Hendriawan Sie. Demonstran menuntut Soeharto turun dari jabatannya sebagai Presiden. Korban tewas terkena peluru tajam aparat, yang mengenai organ vital seperti kepala, leher dan dada.

Karena adanya amuk massa terhadap orang Tionghoa, akibatnya banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. Hak asasi manusia mereka telah dilanggar dan aparat tidak bisa menjamin hak mereka karena kekacauan. Banyak orang beranggapan bahwa orang-orang Tionghoa bukanlah bangsa Indonesia asli. Secara fisik mereka berbeda dari orang Indonesia yang lain. Mereka dianggap hanya sekedar menumpang hidup di Indonesia. Efek dari kerusuhan rasial 1997 begitu besar. Kerugian yang didapat seperti kerusakan beberapa bangunan yang sangat besar hingga mencapai triliunan rupiah. Juga trauma, dendam dan rasa takut yang mencekam yang didapat memperburuk suasana saat itu.

Tidak lama setelah kejadian itu berakhir dibentuklahTim Gabungan Pencari Fakta(TGPF) untuk menyelidiki masalah ini. TGPF ini mengeluarkan sebuah laporan yang dikenal dengan Laporan TGPF. Berdasarkan laporan tersebut, ditemukan bahwa adanya keterkaitan dengan oknum-oknum militer. Sebagian pihak beranggapan bahwa PangkostradLetjenPrabowo SubiantodanPangdam JayaMayjenSjafrie Sjamsoeddin terkesan membiarkan atau bahkan aktif terlibat dalam provokasi kerusuhan ini. Pada tahun2004,kasus ini dipertanyakan kembali oleh Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung. Namun sampai1 Maret2004 Komnas HAM belum menerima tanggapan dari Kejaksaan Agung. Dalam hal ini pemerintah juga kurang tanggap dalam peristiwa itu.

Sehubungan dengan HAM sama sekali belum terlaksana. Apalagi bagi orang-orang Tionghoa, hak yang seharusnya mereka terima dilanggar. Hidup mereka merasa terancam, terhina dan diperlakukan dengan tidak sepantasnya.

Sebagai generasi muda, seharusnya kita berfikir cerdik dan berani demi mengungkap dan membela kebenaran. Kebenaran itu tidak akan muncul kalau bukan kita sendiri yang membukanya. Dengan menelusuri jejak dimasa Kasus Kerusuhan Mei 1998 itu terjadi secara detail, kita bisa mencari segala sumber terpercaya dan terbukti kebenarannya. Karena penyelidikan kita sangat membutuhkan data yang akurat sehingga kita mudah mengambil beberapa hipotesis sementara yang mengacu pada kebenaran sebuah kasus. Selain itu wakil ketua Komnas Perempuan, melalui media online menuliskan, “Ingatan sejarah adalah modal pembangunan karakter bangsa, mendidik untuk menghormati hak asasi manusia dan keberagaman serta dalam memperjuangkan keadilan bagi korban pelanggaran HAM, termasuk di dalamnya Tragedi Mei 1998”. Dalam hal ini sejarah dipakai sebagai tolak ukur perkembangan sebuah HAM, khususnya bagi kaum perempuan. Sehingga HAMperempuan harusnya dihormati dan disamaratakan dengan kaum laki-laki.

Setiap manusia memiliki HAM yang berasal dari Tuhan. Sebaiknya, pemerintah harus menindaklanjuti kasus ini sungguh-sungguh supaya tercipta penegakan hukum dan perasaan keadilan untuk menuntaskan masalah pelanggaran HAM. Selain itu, kita perlu menanamkan rasa menghargai dan menghormati hak sesama manusia. Kita juga harus mau mendukung pihak-pihak yang bertugas menyelesaikan masalah ini, yaitu Komnas HAM. Dengan begitu kita dapat bekerja sama menyelesaikan masalah ini secara tuntas. Pun kita juga ikut bekerja sama memberantas beberapa pelanggaran HAM yang terjadi di sekitar. Bisa kita mulai dari mencoba untuk tidak melakukan pelanggaran sekecil apapun. Karena sekecil apapun pelanggaran yang kita lakukan, itu akan membuat kita terdorong untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut hingga membesar dan berdampak buruk, bagi kita maupun orang yang bersangkutan.

Jadi, apakah kalian siap untuk melihat kebenaran itu, wahai pemuda?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun