2. Kurangnya pemahaman tentang hak- hak individu
Banyak orang seringkali tidak memahami atau  menyadari bahwa tindakannya dapat dianggap sebagai pelecehan seksual. Misalnya, komentar atau sentuhan bersifat seksual  yang dianggap "tidak disengaja" sering kali dianggap "normal". Hal ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan seks yang tepat di masyarakat dan rendahnya kesadaran terhadap hak-hak individu, terutama mengenai tubuh dan integritas diri sendiri.
3. Lemahnya penegakan hukum dan kebijakan kampus
Meskipun telah disahkannya Undang-Undang Larangan Kekerasan Seksual (UU TPKS)  pada tahun 2022, penegakan hukum yang tegas dan efektif terhadap insiden pelecehan seksual di tempat kerja dan kampus masih sangat lemah. Banyak korban merasa bahwa pelaporan kepada penegak hukum tidak membuahkan hasil yang memadai. Hal serupa juga terjadi pada kebijakan internal  perusahaan dan kampus, yang seringkali tidak memberikan dukungan atau  perlindungan yang memadai kepada para korban.
4. Budaya pergaulan yang tidak sehat dan merugikan
5. Kurangnya pendidikan seksual yang memadai
   Â
Solusi yang dapat dilakukan
1. Kesadaran dan pendidikan tentang hak asasi manusia dan batasan seksual
Pendidikan tentang hak asasi manusia dan batasan fisik sejak dini sangatlah penting. Kampus dan tempat kerja harus memberikan pelatihan yang mendidik semua orang yang terlibat tentang apa itu pelecehan seksual, apa saja perilaku yang tidak dapat diterima, dan bagaimana cara mengatasinya. Pelatihan ini juga harus mencakup pemahaman tentang persetujuan. Artinya, interaksi seksual dan tindakan fisik harus berdasarkan persetujuan yang jelas dan tidak dapat dipaksakan.
2. Pedoman Perusahaan Konstruksi dan Perlindungan  Korban