Ada 2 faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesepakatan ini , yaitu :
- Personal Connecting Factor, yaitu faktor yang menghubungkan antara  hak perpajakan suatu negara berdasarkan status pada suatu subjek pajak negara yang berkaitan, namun untuk WP pribadi ketentuannya dilihat dari tempat tinggal dan keberadaannya.
- Objective Connecting Factor, yaitu faktor yang menghubungkan hak perpajakan suatu negara berdasarkan dengan aktivitas ekonomi atau objek pajak yang berkaitan dengan daerah teritorial suatu negara.
Bagaimana dengan kebijakan pajak internasional di Indonesia ?
Indonesia sendiri merupakan negara yang memang bisa dikatakan friendly kesetiap negara, karena negara yang kaya akan budaya, keramahan menjadi salah satu khas atau ciri dari warganya. Jadi Indonesia selalu terbuka untuk menjalin Kerjasama dengan negara lainnya, seperti dalam aktivitas Ekspor , Impor serta aktivitas yang lainnya yang termasuk dalam kategori perdagangan internasional karena dari aktivitas ini akan mengakibatkan setiap wajib pajak dalam negeri bisa memperoleh suatu penghasilan.
Indonesia pun sudah ikut menandatangani konvensi wina, yang mana dalam konvensi tersebut tercantum adanya kekuatan hukum yang sudah mengikat diantara negara-negara yang juga ikut menandatangani konvensi tersebut.
Dalam hal perlakuan pajaknya pengenaannya hanya bisa dibatasi pada subjek serta objek pajak yang berada pada wilayah Indonesia saja, atau bisa diartikan bahwa suatu badan yang tidak berkedudukan di Indonesia umumnya tidak akan dikenakan pajak dengan ketentuan yang dimiliki Indonesia. Namun dalam hal ini, pajak yang dikenakan akan berkaitan dengan subjek dan objek yang berada di luar wilayah Indonesia yang memiliki hubungan yang cukup dekat terkait dengan perekonomian dan hubungan kenegaraan dengan Indonesia sendiri.
Hal ini telah  tercantum dalam suatu Peraturan Perpajakan Nasional yang telah mengatur tentang P3B dalam Undang Undang PPh pada Pasal 32A membahas terkait adanya kewenangan dari pemerintah agar melakukan segenap perjanjian dengan pemerintahan negara lain dengan tujuan untuk menghindari pajak berganda dan cara pencegahan pengelakan pajak, dan ini sudah diatur dalam Peraturan Perpajakan Nasional UU PPh  Pasal 3 yang membahas tentang apa saja yang tidak termasuk dalam subjek pajak, serta ketentuan-ketentuan lainnya.
Saat pemerintah sadar akan kenyataan bahwa penerimaan negara dari sumber daya alam sudah tidak lagi menjanjikan, pajak mulai dilirik sebagai potensi besar yang menjadi sumber penerimaan utama dalam menjalankan roda pemerintahan dan sumber dana pembangunan. Dalam upaya pemerintah menggali potensi penerimaan pajak, dilakukan reformasi pada tahun 1983. Penggalian potensi ini mulai dilakukan dengan cara membentuk suatu perangkat peraturan pajak, penguatan institusi birokrasi perpajakan termasuk pendalaman atas ilmu perpajakan juga perumusan definisi perpajakan.
Prof. P.J. Andriani merumuskan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang bersifat paksaan), yang terutang oleh  wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan  kegunaanya  untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa hal demikian telah menunjukkan adanya ketidaksimetrisan suatu hubungan antara negara dan pembayar pajak. Pendefinisian ini sangat dikenal dengan paradigma klasik pemungutan pajak, yang sangat menekankan kepada superioritas negara atas sumber daya yang dimiliki oleh masyarakatnya.
Namun pemerintah maupun DJP juga tetap harus berlaku cerdas dalam hal membina wajib pajak seperti yang telah dikemukakan oleh Jean Baptiste Colbert dari Perancis ketika sedang membantu menjalankan pemerintahan pada masa Raja Louis XIV , dia mengatakan bahwa "the art of taxation is the art of plucking the goose so as to get the largest possible amount of feathers with the least possible squealing ". Artinya, seni memungut dan mengenakan pajak adalah seni untuk mencabut bulu angsa sebanyak-banyaknya dengan teriakan angsa yang sekecil-kecilnya.
Hal ini juga pernah disampaikan oleh Bp Martin perwakilan peserta DTSS Bukti Permulaan Angkatan IV, beliau mengatakan bahwa ada banyak  ilmu dan pengetahuan yang sudah  dia dapat selama mengikuti diklat, Ilmu dan pengetahuan yang sangat bermanfaat dalam pelaksanaan pekerjaan khususnya falsafah terkait seni memungut dan mengenakan pajak  yaitu  seni untuk mencabut bulu angsa sebanyak-banyaknya dengan teriakan angsa yang sekecil-kecilnya.