PADA tanggal 3 Februari 2015, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan melantik Eddi, A.Md.LLAJ, S.Sos, MM sebagai Direktur Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Pelantikan tersebut menimbulkan 3 (tiga) persoalan hukum dan dapat menjadi dasar bagi Presiden Jokowi untuk menggeser Ignasius Jonan sebagai Menteri Perhubungan: Pertama, promosi Eddi menjadi Direktur LLAJ Kementerian Perhubungan melanggar Pasal 108 UU No.5 Tahun 2014; Kedua, pada saat pelantikan, posisi Eddi masih Kepala Dinas Perhubungan Surabaya; dan Ketiga, Eddi sudah menjadi tersangka dalam kasus Ponten Terminal Bungurasih.
Sebelum melantik Eddi sebagai Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Eselon II), Menteri Perhubungan melakukan juga sudah melakukan pelanggaran dalam pengisian Pimpinan Utama Kementerian Perhubungan (Eselon I), antara lain: DR.Ir.Djoko Sasono, M.Sc menjadi Direktur Jendral Perhubungan Darat, Ir. Suprasetyo menjadi Direktur Jendral Perhubungan Udara, DR.Umar Aris, S.H., MH.,MM menjadi Staf Ahli Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi Kementerian Perhubungan.
Selain Pimpinan Utama, Menteri Perhubungan melakukan pelanggaran dalam pengisian Pimpinan Madya Kementerian Perhubungan (Eselon II), antara lain: Sri Lestari Rahayu,S.H., L.LM., menjadi Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri, Sigit Irfansyah, A.TD., M.Sc., menjadi Direktur Bina Sistem Transportasi Perkotaan, M. Basuki Mardianto,S.E., M.M., menjadi Kepala Kantor Otoritas Bandara Wilayah I Kelas Utama Soekarno-Hatta, Ir. Mohamad Pramintohadi Sukarno, M.Sc, menjadi Kepala Kantor Otoritas Bandara Wilayah V Kelas I Hasanuddin Makassar, Kolonel Laut (P) Dadun Kohar menjadi Kepala Kantor Otoritas Bandara Wilayah III Kelas I Juanda Surabaya, Israfulhayat, S.H., M.H., menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Otoritas Bandara Wilayah I Kelas Utama Soekarno-Hatta, dan Drs. Harry Suwignyo menjadi Kasubdit Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal Dan Non Niaga Ditangud.
Menurut Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), bahwa pengisian 3 (tiga) Pimpinan Utama (Eselon I) dan 7 (tujuh) Pimpinan Madya (Eselon II) di lingkungan kementerian perhubungan tersebut MELANGGAR Pasal 108 UU No.5 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah. Selain pengumuman seleksi jabatan tidak dilakukan secara terbuka, Menteri Perhubungan juga tidak membentuk Panitia Seleksi dalam pengisian jabatan pimpinan tinggi dan dan madya.
Pasal 108 UU No.5 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya dilakukan pada tingkat nasional. Jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat berasal dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden. Selanjutnya, Pasal 110 menegaskan bahwa Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan TERLEBIH DAHULU membentuk PANITIA SELEKSI Instansi Pemerintah. Dalam membentuk panitia seleksi Pejabat Pembina Kepegawaian berkoordinasi dengan KASN.
Walaupun sudah ada pelanggaran yang dilakukan oleh Menteri Perhubungan, pada kenyataannya KASN tidak membatalkan pelantikan tersebut. Yang terjadi sebaliknya, KASN memberikan toleransi kepada Menteri Perhubungan dengan tak mengharuskan adanya pembatalan posisi para pimpinan yang dipilih dan dilakukan pengisian ulang. Namun ada yang hal yang sebaliknya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Yuddy Chrisnandi dan Menteri Sekretaris Kabinet (Mensekab) Andi Widjayanto mewajibkan Kementerian Perhubungan melakukan pengocokan ulang pengisian jabatan Pimpinan Utama dan Madya di Kementerian Perhubungan.
Hingga saat ini, apa yang menjadi kemauan Menpan dan Mensekab tidak dilaksanakan oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Jonan justru sudah melakukan mutasi 1.400 pegawai di lingkungan Kementerian Perhubungan. Bahkan dalam pengakuannya, semua mutasi tersebut dilakukan dengan seleksi ketat, terbuka, dan melalui fit and proper test. Jika memang demikian, mengapa Jonan melantik Eddi, A.Md.LLAJ, S.Sos, MM menjadi Direktur LLAJ Kementerian Perhubungan pada saat Eddi masih menjabat Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya? Jika melalui fit and proper test, mengapa Eddi,A.Md.LLAJ., S.Sos, MM yang berstatus sebagai tersangka dalam kasus Ponten Terminal Bungurasih Surabaya dipilih dan diangkat menjadi Direktur LLAJ? Padahal, Kanit Tindak Pidana Korupsi (Pidkor) Polrestabes Surabaya AKP Made Prama Setia mengatakan, bahwa berkas tersangka Eddi tetap jalan walaupun sudah pindah tugas. Kalau itu yang terjadi, maka Eddi akan banyak fokus untuk menyelesaikan kasusnya sebagai tersangka daripada jabatanya sebagai Direktur LLAJ Kementerian Perhubungan.
Selain kejanggalan tersebut di atas, Jonan juga berjanji akan memberikan sanksi kepada pejabat-pejabat kementerian perhubungan yang terkait dengan kasus Air Asia. Bahkan sanksi akan diberikan kepada pejabat-pejabat kementerian perhubungan jika dalam investigasi yang berlanjut pada keberadaaan izin terbang masing-masing maskapai, melibatkan orang dalam kementerian perhubungan. Dari hasil investigasi, selain Air Asia, banyak maskapai yang tidak memiliki izin terbang. Dalam hal ini, Jonan memerintahkan adanya audit investigatif di Ditjen Perhubungan Udara.
Setelah banyaknya maskapai yang melakukan terbang tanpa ada izin terbang, ternyata tidak ada satupun pejabat di kementerian perhubungan yang diberikan sanksi, khusus di lingkungan Dirjen Perhubungan Udara. Sementara itu, PT Angkasa Pura I sudah melakukan mutasi pegawai namun tidak ada kaitannya dengan masalah penyimpangan izin terbang melainkan hanya kepentingan dinas. Bahkan PT.Angkasa Pura I menegaskan bahwa kewenangan izin terbang tidak lagi di PT Angkasa Pura melainkan ada pada AirNav Indonesia. Informasinya, hingga saat ini tidak ada mutasi pegwai di lingkungan AirNav Indonesia. Bahkan, tidak ada sanksi yang diberikan kepada pejabat-pejabat di lingkungan Dirjen Perhubungan Udara ketika sasil dari ivestigasi ada perbedaan penggunaan data antara Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan dengan unit di bandara yang memberikan izin terakhir untuk terbang. Kementerian memberikan izin sesuai dengan izin rute yang disetujui pada hari Senin, Rabu, Kamis dan Sabtu. Sedangkan di lapangan memberikan izin berdasarkan ketersedian slot yang masih tersedia.
Dengan adanya ketidaksesuaian antara Dirjen Perhubungan Udara dengan AirNav Indonesia, tidak ada satu pejabat di lingkungan Dirjen Perhubungan Udara diberikan sanksi. Yang terjadi justru sebaliknya, banyak pejabat di lingkungan Direktorat Perhubungan Udara yang berpindah tugas ke tempat lain dengan eselon yang sama. Misalnya Ir.Mohamad Pramintohadi Sukarno, M.Sc, diangkat menjadi Kepala Kantor Otoritas Bandara Wilayah V Kelas I Hasanuddin Makassar. Sebelumnya Ir. Mohamad Pramintohadi Sukarno, M.Sc,adalah Kepala Kantor Otoritas Bandara Wilayah III Kelas I Juanda Surabaya. Selanjutnya Jonan mengatakan, bahwa dirinya sudah mencopot Plt Dirjen Perhubungan Djoko Murjatmojo akibat tragedi AirAsia. Djoko Murjaatmojo dilantik sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Perhubungan Udara pada bulan November 2014. Pada masa itu, adalah masa transisi antara EE Mangindaan ke Ignasius Jonan. Sehingga posisi Djoko Murjaatmojo tidaklah defenitif (sementara). Karena sifatnya sementara maka tidak ada kebijakan yang bisa dikeluarkan oleh Djoko Murjaatmojo. Selain itu, Djoko Murjaatmojo memasuki masa pensiun. Perlu diketahui, sebelum transisi, posisi Dirjen Perhubungan Udara diisi oleh Yurlis Hasibuan (Ketua Sekolah Tinggi Penerbangan) melalui seleksi dan lelang terbuka. Dan sekarang ini, Djoko Murjaatmojo menjadi salah satu Direktur PT.Angkasa Pura II. Artinya, dimasa pensiun Djoko Murjaatmojo masih dibutuhkan. Lalu dimana letak sanksi yang dijanjikan Jonan?
Dengan gambaran ini, Presiden Jokowi layak mencopot Ignasius Jonan dari jabatanya sebagai Menteri Perhubungan.
http://m.liputan6.com/bisnis/read/2159943/kemenhub-lantik-tiga-pejabat-eselon-i
http://www.tempo.co/read/news/2015/01/21/078636600/4-Instansi-Langgar-Aturan-Pergantian-Pejabat.
Idem.
Idem.
http://www.tempo.co/read/news/2015/02/02/173639401/Tabrak-Aturan-Jabatan-4-Instansi-Dikocok-Ulang.
Idem.