Berbicara tentang Pangandaran, mungkin hal pertama yang muncul di kepala kita adalah keindahan pantainya. Itu merupakan hal yang wajar, karena Pangandaran sendiri memang terkenal dengan objek wisata alamnya, terutama pantai. Bahkan sampai menarik banyak wisatawan, baik lokal hingga mancanegara.
Tidak hanya keindahan alamnya yang memikat, terdapat juga berbagai peluang usaha dibaliknya. Ada banyak pelaku usaha di sekitar pantai barat Pangandaran yang beraneka ragam jenisnya. Ada yang membuka jasa foto, hingga banyak penjual asongan yang berkeliling menawarkan dagangannya.
Dalam kisah ini, mari kita temukan suara inspiratif dari para pelaku usaha di sekitar keindahan alam Pangandaran. Mulai dari pengalamannya dengan pelanggan, bagaimana mereka menjalankan usahanya, hingga tantangan yang dihadapi selama melakukan usaha.
Bagaimana mereka menghadapi dinamika bisnis, mengambil keuntungan dari potensi lokal, dan membangun pondasi yang kokoh di tengah pesona alam Pangandaran. Mari kita mencari inspirasi dan temukan potensi bisnis dari para pelaku usaha ini.
Berbagi cerita di bawah sinar matahari
Di bawah terik matahari di pinggir pantai, Sudirjo (67) duduk diatas perahu milik salah satu nelayan yang bekerja disana. Sambil memegang tas kecil berisi kamera, melihat deburan ombak pantai sembari melihat pengunjung berlalu-lalang. Ia adalah seorang fotografer yang sudah bekerja selama belasan tahun.
Sudirjo biasa menawarkan jasa fotografi di sekitar pantai barat Pangandaran. Biasanya yang menjadi target marketingnya adalah ibu-ibu dan anak sekolahan yang sedang melaksanakan study tour. Jasa fotografi Sudirjo memberikan sentuhan istimewa pada setiap potret.
Biasanya di hari Sabtu dan Minggu banyak pengunjung yang datang untuk berlibur, dan menjadi peluang untuk menawarkan jasa fotografi. “biasanya tamu yang ingin difoto kebanyakan di hari Sabtu dan Minggu, waktu weekend, kalo di hari-hari biasa sepi,” tegasnya.
“Dan juga di musim hujan biasanya sepi, semua pengunjung pergi untuk berteduh, jadi jarang ada yang meminta untuk di foto, kalo udah mulai terang baru mereka balik lagi,” ujar Sudirjo.
Permintaan jasa foto tidak hanya datang dari warga lokal saja, tetapi juga dari turis asing, meskipun tidak sebanyak sebelum pandemi. “Sebelum pandemi banyak turis asing yang datang kesini dan meminta untuk di foto, tapi semenjak pandemi jadi berkurang,” ujarnya.
Sudirjo berkata tidak ada kendala dalam bahasa dengan wisatawan asing, karena ada pemandu yang bisa menerjemahkan jika mereka tidak memahami bahasa setempat. Mereka juga bisa menggunakan komunikasi non-verbal, jika keduanya terkendala bahasa.
Kendala yang dihadapinya adalah ketika pandemi datang. Sudirjo mengalami kendala signifikan dalam menjalankan hobinya sebagai fotografer karena penutupan objek wisata. Situasi tersebut memaksanya untuk berhenti sejenak dari dunia fotografi yang ia tekuni.
Untungnya, sejak pandemi belum melanda, sang istri memiliki usaha berjualan makanan di kantin sekolah, yang menjadi sumber penghasilan tambahan bagi keluarga dan membantu finansial di tengah masa sulit itu.
Jadi, meskipun berhenti sementara dari dunia fotografi , Sudirjo menemukan kekuatan dan solusi dalam usaha keluarganya untuk tetap berdiri di tengah tantangan yang dihadapi. Karena istrinya yang memiliki kantin sekolah menjadi penopang utama keluarga.
Cuaca bukan hambatan
Sementara itu, di tengah tantangan yang dihadapi Sudirjo, ada cerita menarik dari penjual di sekitar pantai barat lainnya. Satisah (50) dan Sariah (56), seorang penjual asongan yang meski dihadapkan pada situasi sulit, menemukan cara untuk terus bertahan dan berinovasi.
Mereka tetap berusaha bertahan dari tantangan yang mereka lewati. Kisah inspiratif mereka mencerminkan semangat pantang menyerah. Di sisi lain, dalam menjalankan usaha mereka, keduanya tidak terpengaruh oleh cuaca, bahkan pada musim hujan sekalipun.
Pada musim hujan pun, mereka tetap berjualan dengan menggunakan jas hujan sebagai perlindungan. “Hujan bukan kendala kita untuk terus berjualan dan mencari pelanggan,” ujar Satisah.
Dalam semangat yang sama, mereka tak pernah putus asa, berjualan dengan tekun setiap hari. Dari mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Bagi mereka tetap berjualan adalah suatu keputusan tanpa syarat, selama badan masih sehat.
Sariah juga berkata, dagangannya mau laku atau tidak tetap berjualan setiap hari, karena itu sudah menjadi rutinitasnya demi membantu menghidupi perekonomian keluarga.
Satisah adalah penjual ikan asin atau jambal roti, sementara Sariah penjual kopi keliling. Keduanya telah berjualan selama bertahun-tahun di pantai barat ini. Membuat mereka mempunyai banyak pengalaman dan mengerti karakteristik konsumen.
Menurutnya, jambal roti menjadi favorit utama di kalangan wisatawan, karena itu merupakan makanan khas Pangandaran. Bukan hanya sekedar hidangan lokal, melainkan simbol kuliner yang tak tergantikan.
Kelezatan dan keunikan cita rasa jambal roti menjadikan pilihan utama yang selalu dinikmati oleh para wisatawan yang berkunjung ke daerah wisata Pangandaran.
Harga jambal roti pun bervariasi, tergantung pada ukurannya. Untuk ikan berukuran besar, kita dapat membawanya pulang dengan harga seratus ribu rupiah, mendapat paket tiga ekor ikan. Sementara itu, untuk ikan yang ukurannya tidak terlalu besar atau kecil, biasanya dijual dengan harga lima puluh ribu rupiah, juga dalam paket tiga ekor.
Biasanya, pendapatan mereka dalam berjualan tidak menentu, jika sedang ramai seperti weekend itu bisa mendapat banyak keuntungan. Namun, ketika sepi, terutama di luar hari libur dan jarang ada wisatawan yang datang, keuntungan cenderung mengecil.
Meski menghadapi berbagai tantangan, mereka tetap bersemangat dan pantang menyerah dalam menawarkan dagangannya kepada pengunjung pantai.
Dalam upaya menjaga kelangsungan usaha, kerja keras dan ketekunan menjadi kunci kesuksesan. Memastikan bahwa pengalaman berbelanja di tepi pantai tetap menarik, baik dalam keramaian maupun ketenangan.
Dengan semangat pantang menyerah, mereka terus berkontribusi dalam keberagaman pengalaman wisatawan di tepi pantai, menjadi bagian tak terpisahkan dari pesona dan kehidupan di sekitar pantai barat Pangandaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H