Mohon tunggu...
Eunike Pakiding
Eunike Pakiding Mohon Tunggu... Administrasi - Kuli Kopi yang Suka Menulis

Ingat, Pena lebih kuat dari Pedang || Calamus gladio fortior

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tongkonan Beratapkan Batu 10 Ton, Berusia 700 Tahun

16 Juni 2017   11:13 Diperbarui: 16 Juni 2017   21:13 9836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tongkonan adalah Rumah Adat Masyarakat Toraja dimana ini merupakan Salah satu item yang sangat penting bagi masyarakat Toraja. Sebagaimana peran rumah adalah sebagai tempat tinggal, adalagi satu fungsinya bagi masyarakat Toraja yaitu sarana untuk mempertemukan seluruh rumpun keluarga. Keunikan rumah adat Toraja ini adalah atapnya yang melengkung menyerupai Perahu kemudian dinding yang berukirkan ukiran Toraja menambah kesan tersendiri Bahwa Toraja betul-betul Warisan Budaya yang Harus di Jaga Keberadaannya. 

Di depan Rumah Tongkonan biasa dibangun "Alang" atau Lumbung Padi. Selain fungsinya untuk menyimpan padi, juga bisa digunakan sebagai tempat duduk untuk tamu, saat ritual adat berlangsung, maupun jika ada sanak keluarga yang datang berkunjung. Ada satu  Rumah Tongkonan yang akan kita ulas bersama karena memiliki Keunikan tersendiri. Jika sekarang atap Rumah Tongkonan sudah banyak menggunakan atap seng, berbeda Rumah Tongkonan yang satu ini karena menggunakan batu pahatan.

Sumber Gambar: @torajafolks
Sumber Gambar: @torajafolks
Rumah Tongkonan yang beratapkan batu 10 Ton dan berusia 700 Tahun

Masyarakat memberi nama Tongkonan ini dengan sebutan "Papa Batu". Papa yang artinya Atap dan Batu tetap artinya Batu. Rumah Tongkonan "Papa Batu" ini, berada di Desa Banga', Kecamatan Rembon, Kabupaten Tana Toraja atau sekitar +-10 KM Kearah Barat Tana Toraja. Untuk Akses ke lokasi cukup mudah bisa menggunakan kendaraan roda 2 maupun roda 4 karena jalan ke Desa Banga' cukup Bagus untuk Standar Pedesaan.

Sumber Gambar: Miracle Toraja
Sumber Gambar: Miracle Toraja
Nah, saat sampai di Lokasi Tongkonan "Papa Batu" itu, terlihat biasa saja seperti layaknya Rumah Adat Toraja dengan luas kira-kira 3x10 meter dengan pemandangan dari depan banyak tanduk-tanduk kerbau. Tapi saat anda mulai mendekati Bangunan itu, Jelas terlihat dengan mata keunikan seperti apa yang Tongkonan itu miliki.

Menurut Masyarakat sekitar, Tongkonan ini merupakan Tongkonan Tertua di Toraja karena usianya sudah mencapai 700 Tahun dan di huni oleh seorang nenek bernama "Nenek Toyang" beliau adalah seorang janda berusia 110 Tahun yang merupakan turunan ke 10 yang tinggal dalam Tongkonan itu. Dulu, yang pertama kali membuat dan menghuni Tongkonan "Papa Batu" ini adalah "Nenek Buntu Batu"

Tampak Tongkonan dari Depan
Tampak Tongkonan dari Depan
Keunikan Tongkonan ini adalah atapnya yang menggunakan Batu-Batu Pahatan dengan jumlah 1000 Keping. Tiap keping batu pahatan itu berukuran 5x3 jengkal orang dewasa karena dulu masyarakat belum mengenal alat mengukur panjang seperti penggaris dll, maka satuan ukurnya menggunakan Jengkal. Sedangkan berat batu tiap kepingnya +- 10 Kg jadi, jika di totalkan untuk satu bangunan Tongkonan itu, memiliki atap dengan Berat +-10 Ton. Bisa anda bayangkan...

Sumber Gambar: Nana Harmanto
Sumber Gambar: Nana Harmanto
Keunikannya bukan hanya sampai disitu, melihat struktur bangunan Tongkonan ini memiliki Berat atap 10 Ton, dan ternyata hanya di topang oleh 55 Tiang yang seluruhnya terbuat dari Kayu. Tidak hanya itu, untuk memasang atap yang terbuat dari pahatan batu itu hanya menggunakan tali rotan. Kuat ngak ya? Mungkin sebagian orang masih ragu, tapi dari pengakuan penghuni Tongkonan itu, selama bangunan Tongkonan itu berdiri hingga sekarang, baru 2 kali mengganti atap; Penggantian (1) hanya di beberapa titik saja karena ada Rotan yang terputus sehingga harus diganti, Penggantian (2) Saat Tana Toraja dilanda Gempa Bumi (beliau lupa tahun berapa). Secara kasat mata sulit dipercaya Rotan bisa bertahan mengikat selama 700 Tahun, kemudian tiang-tiang kayu bisa menopang beban seberat 10 Ton dengan durasi waktu 700 Tahun? Tapi itulah Kebenarannya, Bagaimana Budaya Toraja ada Beserta Leluhurnya.

Bangunan yang sangat disakralkan

Tongkonan Papa Batu ini memiliki lantai yang terbuat dari Papan, dengan Dinding yang berukirkan Ukiran Toraja. Tiap ukiran yang ada mengandung makna tersendiri dan tidak sembarang di pakai di Rumah Tongkonan. Kemudian ada 4 ruang dalam rumah Tongkonan ini, dan hanya Ruang Utama yang bisa anda lihat, jika di perkenankan oleh pemilik Tongkonan. Selain meminta izin kepada "Nenek Toyang" anda juga bisa meminta izin kepada Anak dari Beliau jika ingin melihat bagian dalam Rumah Tongkonan ini.

Jangan masuk tanpa izin dari Penghuni Tongkonan karena Bangunan ini sangat...sangat...sangat di SAKRALKAN oleh masyarakat sekitar. Karena menurut cerita dan sering terjadi, orang yang masuk tanpa izin dan dampingan dari penghuni Tongkonan/kerabat maka tiba-tiba akan jatuh sakit dan obatnya hanya kembali meminta maaf ke Tongkonan itu.

Sumber Gambar: Nana Harmanto
Sumber Gambar: Nana Harmanto
Tangga untuk naik keatas Tongkonan ada di sisi kanan bangunan, setelah diberikan izin oleh penghuni Tongkonan (Anak atau Kerabat Nenek Toyang) anda bisa naik keatas. Pemilik Tongkonan atau Kerabatnya akan berjalan lebih dahulu keatas untuk meminta izin kepada Leluhur yang diyakini masih ada bersama-sama mereka di Tongkonan itu. 

Setelah mendapat izin dari leluhur, penghuni rumah akan menyuruh anda untuk mengetok kepala anda sebanyak 3 kali di ambang Pintu masuk Tongkonan. Berbeda dengan kebiasaan normal kita ketika bertamu mengetuk pintu dengan tangan. Sementara di Tongkonan ini, harus mengetuk menggunakan kepala sebanyak 3 kali. Anda percaya atau tidak ini adalah suatu keharusan untuk anda lakukan ketika berkunjung ke Rumah Tongkonan ini, jika tidak sesuai prosedur maka ketika pulang akan ada yang sakit.

Bagaimana Pemandangan di Ruang Utama Tongkonan ini?

Ruang Utama / Sumber Gambar: Nana Harmanto
Ruang Utama / Sumber Gambar: Nana Harmanto
Diruang Utama anda hanya mendapati Beberapa Benda yang sangat di Sakralkan. Sepintas terlihat seperi sesajen, tanpak terlihat ada Bambu bekas Pa' Piong (makanan penjamu tamu saat ritual adat berlangsung berupa daging babi yang dimasak dengan sayur mayana kemudian di bakar hingga matang), keranjang nasi tempo dulu, daun bamboo, Padi dan kepala kerbau. Air dari Kepala kerbau inilah yang dipercaya bisa menyembuhkan orang yang sakit ketika pulang dari Tongkonan ini. Sakit karena tidak mengikuti aturan main ketika berkunjung ke Tongkonan ini.
Benda-Benda Sakral / Sumber Gambar: Nana Harmanto
Benda-Benda Sakral / Sumber Gambar: Nana Harmanto
Adalah yang disakralkan dari bangunan Tongkonan ini yaitu Terdapat tiang Besar di tengah Tongkonan. Tiang ini merupakan satu-satunya tiang yang paling besar dari semua tiang yang ada berdiri menopang Tongkonan itu. Tiang ini dulu berfungsi untuk mengikat kerbau di bawah rumah Tongkonan ketika ada pemilik Tongkonan yang meninggal sampai pesta adat Rambu Solo' diadakan. Bisa sampai bertahun-tahun. Tiang besar dan Bagian bawah rumah Tongkonan ini sangat di sakralkan, bahkan Keluarga pun tidak sembarang menyentuh atau memasuki area ini karena sangat di Keramatkan.

Tiang Utama / Sumber Gambar: Nana Harmanto
Tiang Utama / Sumber Gambar: Nana Harmanto
Jadi bisa anda bayangkan Situs Warisan Budaya ini menyimpan berbagai Cerita masa lampau Tentang Budaya Toraja yang sangat Kental. Berusia 700 Tahun, beratapkan batu 10 Ton kemudian di Ikat menggunakan Rotan dan hanya di topang oleh 55 tiang dan seluruhnya terbuat dari kayu. Belum lagi bangunan ini sangat di Sakralkan, harus permisi dengan mengetok pintu menggunakan kepala sebanyak 3 kali, jika tidak bisa saja kita pulang jatuh sakit. Percaya atau tidak inilah bagian dari Budaya, adat dan Istiadat Masyarakat Toraja. 

Secara Fisik Bangunan dan Kepercayaan Masyarakat jelas terlihat Keunikan dari Situs Warisan Budaya ini karena berbeda dengan Tongkonan yang lainnya. Pemerintah Tana Toraja mendaftarkan Rumah Tongkonan ini ke UNESCO untuk mendapat perlindungan dunia tetapi saat ini yang lolos dari Indonesia baru enam daftar baru yaitu Wayang Kulit, Keris, Batik, lagu Rasa Sayange, Reog Ponorogo, hingga tari Pendet dimana ke-enam daftar ini pernah diklaim oleh negara asing.

Bagaimana seharusnya pemerintah bergerak dengan cepat agar Tongkonan PAPA BATU ini terdaftar di UNESCO? Atau hanya akan menunggu saja sampai di klaim oleh Negara lain?

Catatan terakhir dari saya, jika berkunjung ke Tongkonan ini harus bisa jaga ucapan ya... karena alam punya aturannya masing-masing, sebagaimana kita menghormati alam, alam juga akan menghormati kita.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun