Mohon tunggu...
Eunike Pakiding
Eunike Pakiding Mohon Tunggu... Administrasi - Kuli Kopi yang Suka Menulis

Ingat, Pena lebih kuat dari Pedang || Calamus gladio fortior

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

'Labrak' Merupakan Persekusi yang Lebih Sederhana di Kalangan Kakak Kelas

5 Juni 2017   12:52 Diperbarui: 5 Juni 2017   13:11 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI/Sumber gambar: wiseGEEK

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Persekusi adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas; kemudian memersekusi adalah menyiksa, menganiaya: tanpa memikirkan lagi keadilan atau kemanusiaan, mereka ~ lawan politiknya bagai iblis.

Nah, belakangan ini Aksi Persekusi semakin marak terjadi di kalangan masyarakat Indonesia, Saya secara pribadi baru mengenal “PERSEKUSI” setelah tahun ini diberitakan viral di media-media sosial. What is it? Video yang diunggah dan Beredar di masyarakat ini, adalah Bentuk Persekusi. Menyimak video itu, dimana sekelompok orang dari Salah satu Ormas di Indonesia, mendatangi Anak di bawah Umur yang mereka duga telah melakukan penghinaan terhadap orang yang mereka hargai di organisasinya. Maybe, dia adalah tokoh panutannya?

Kalau kamu merasa Tokoh Panutan-Mu dihina, lapor ke Polisi, jangan main hakim sendiri. Kita Negara Hukum, Bukan Negara Penghakiman sendiri, Dalam video jelas terlihat kekerasan terhadap korban, mereka mendatangi kediaman korban, memukul, mengata-ngatai, bahkan dipaksa membuat surat pernyataan. Ini anak dibawah umur loh? Generasi Penerus Bangsa, dan harus jadi korban penganiayaan Oleh Sesama Warga Negaranya Sendiri.

PERSEKUSI ini betul-betul jadi masalah serius yang harus diperhatikan aparat penegak hukum, sebelum bibit Persekusi tumbuh menjadi subur di Negara kita yang tercinta ini, Beri Ketegasan pada Publik, Beri Sanksi yang bikin “KAPOK” Ormas-ormas atau Pihak tertentu atas perbuatan main keroyokan sendiri. Atau tidak GENERASI PENERUS BANGSA INDONESIA akan dirusak-rusak oleh mereka. GENERASI yang awalnya bebas mengemukaan pendapatnya, ekspresinya, kreatifitasnya di Media sosial sekarang harus takut muncul berkomentar di Publik karena PERSEKUSI ini. Seakan Haknya sebagai Warga Negara untuk Bicara dihalang-halangi karena Tekanan dari Pihak-Pihak Tertentu.

BIBIT-BIBIT PERSEKUSI

Persekusi yang pada umumnya hanya kita ketahui tumbuh dan berkembang pada Organisasi-Organisasi tertentu, atau sebutlah “ORGANISASI TIDAK SEHAT” ternyata tanpa kita sadari PERSEKUSI sebenarnya telah lama terjadi dan biasa kita Jumpai. Tapi mungkin hadir dengan nama yang lebih sederhana.

Di Lingkungan Sekolah/Kampus,

Kita mengenal Istilah Senioritas dan itu merupakan Budaya turun temurun dilingkungan tempat kita menempuh pendidikan. Anak SD mungkin belum mengenal senioritas tapi mereka tahu “HARUS HORMAT PADA KAKAK KELAS” jika soal bermain, mereka fine-fine saja, tapi Anak SD sudah tahu memposisikan dirinya bahwa mana Adik Kelas, Mana Kakak Kelas. Saya saja dulu, jika jajan dikantin, atau bermain di teras-teras kelas kemudian ada kakak kelas yang lewat, selalu ada rasa takut, Rasa takut pada kala itu bukan karena kakak kelas jahat, tapi lebih kepada rasa hormat kepada mereka yang dituakan.

Berbicara lebih Ekstrim lagi soal Senioritas, ada pada Tingkat SMA-PERGURUAN TINGGI, ada Aturan SENIORITAS yang sangat populer yang saya rasa kita yang membaca artikel ini pernah juga mendengarkan, Bunyinya seperti ini: 1. SENIOR TIDAK PERNAH SALAH, 2. JIKA SENIOR SALAH KEMBALI KE NOMOR 1. Saya lupa yah, era tahun berapa aturan itu muncul, ini terdengar seperti lelucon tapi tidak banyak dari mereka juga menerapkannya.

Dilanjut lagi, Pengaruh dari adanya tindakan senioritas terhadap juniornya yakni junior merasa tertekan oleh seniornya karena tidak leluasa saat berada di Sekolah dan tidak dapat memanfaatkan fasilitas sekolah dengan bebas, junior yang lebih takut terhadap kakak tingkatnya dibandingkan dengan gurunya serta yang paling fatal adalah bagi juniornya ketika menaiki tahun ajaran baru dimana mereka menaiki satu tingkat yang selanjutnya dan memiliki junior baru, mereka akan melakukan hal yang sama yang dilakukan seniornya dahulu, karena mereka akan beranggapan bahwa ternyata yang dinamakan senioritas dimana kakak tingkat bebas melakukan apapun terhadap adik tingkatnya yang akhirnya akan menjadi tradisi yang tak kunjung ada akhirnya.

Maka dari itu, kadang muncul lagi Istilah “LABRAK” dalam senioritas di lingkungan pendidikan kita. Labrak dalam kamus besar bahasa Indonesia Artinya 1 Memukuli (secara tidak beraturan); 2 mengata-ngatai (mencela dan sebagainya) dengan keras; 3 menyerang; menghantam musuh dengan hebatnya;

Secara tidak langsung Labrak Bisa dikategorikan Kegiatan Persekusi yang banyak ditemui dikalangan Anak. Kita baru saja mengenal kata PERSEKUSI yang dilakukan oleh Ormas-ormas, tapi kegiatan-kegiatan persekusi sebenarnya telah lama menjamur dikalangan kita, “LABRAK” salah satu contohnya.

Bagaimana Sekolah/Kampus ikut terlibat mengurangi Persekusi? Jika Aksi main “LABRAK” oleh kakak kelas terjadi disekolah, tepatnya Si Anak kita damaikan lewat Konseling. Semua sekolah sekarang memiliki Guru Konseling bahkan disediakan Khusus Ruangan untuk mendidik Anak yang terlibat masalah di sekolah. Dimana sekolah berperan? Pertama, mengetahui masalah keduanya, lalu memberi solusi kemudian mendamaikan dan jika terulang lagi diluar sekolah, ada sanksi yang lebih tegas. Ini mungkin bisa mengurangi Bibit-bibit Persekusi untuk Tumbuh lebih subur lagi.

Pesan terakhir untuk mereka yang melakukan Persekusi, jika kamu marah Tokoh PanutanMu dijelek-jelekkan, Bertindaklah sebagai WARGA NEGARA YANG BAIK. Apa Tokoh Panutanmu mengajarkan untuk Main Keroyokan Sendiri? Apa Organisasimu hanya seputar menghakimi sesamamu manusia? Tidak kan? Jadi Berorganisasilah dengan Sehat. Apa yang kamu tunjukkan pada publik adalah cerminan Organisasimu. satu tindakan ini saja,  dapat merusak nama baik organisasi di mata publik.  Jadi, STOP PERSEKUSI… Karena Kita sama-sama manusia yang tahu dan kenal akan KASIH. Kita Pun Hidup di Negara Hukum, Biar Hukum yang memproses jika itu salah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun