Mohon tunggu...
Eunike Pakiding
Eunike Pakiding Mohon Tunggu... Administrasi - Kuli Kopi yang Suka Menulis

Ingat, Pena lebih kuat dari Pedang || Calamus gladio fortior

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wanita Toraja, Kota Makassar, dan Gelar "Perantaunya"

6 Mei 2017   08:12 Diperbarui: 6 Mei 2017   09:03 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini masih seperti biasanya, Ketika saya bangun, hanya ada dua pilihan: “Kembali tertidur atau bangun dan bekerja?” Saya harus memotong rasa ngantuk dengan bangun dan bergegas. Ku pakai pakaian yang kubeli tahun lalu dengan celana kain abu yang sudah kusetrika malam harinya tergantung lelah tidaknya tubuhku. Ku isi botol minumku dengan air putih sebagai bekal untuk hari ini. Kupakai kaos kakiku agar aku aman sepanjang perjalanan, dari debu dan panas matahari khas Kota Makassar.

Beranjak keluar dari Kontrakanku yang Mungil  dan dihuni oleh 3 manusia (saya, bapakku, adikku) yang dibayar 500.000,- /Bulan atau sebesar 6.000.000/Tahun yang pemiliknya bilang itu sudah termasuk Listrik, dan Air. Yaa… mungkin ini deskripsi singkat akomodasi perantau didaerahnya orang, apalagi Makassar sebagai Kota Metropolitan, mahasiswa Toraja yang kuliah di makassar pasti  paham itu. Saya kadang bercanda sama Tuhan ketika hendak tidur dimalam hari: “Tuhan. Terima kasih untuk hari ini. saya mau tidur, semoga besok bangun sudah kaya” Saya bercanda sama Tuhan, karena saya merasa Tuhan yang paling dekat dengan saya. Saya bisa saja bohong sama orang tua saya, atau sama pacar atau sama orang-orang disekelilingku. Tapi tidak sama Tuhan, Tuhan tahu semua yang terjadi dalam hidup manusia kecil seperti Eunike.

Nah, tepat pukul 07:20-30 menit Sekitar menit-menit itulah Zona keberangkatanku ke Kantor. Kantor? Ya.. para pemburu dollar menyebutnya “KANTOR” kalau teman-temanku biasa nelpon: “Eunike? Umba muni? (Dialek Khas Daerahku Toraja)”. Saya malu menyebut Kata Kantor, saya biasa menjawab: “Ditempat kerja ka’ bosku” yang lebih sering saya ucapkan ke teman-teman yang sangat akrab denganku. Saya sebenarnya sangat malu Menyebut kata Kantor ketika berinteraksi dengan teman-teman seusiaku. Yang seharusnya kata KANTOR itu adalah KAMPUS. Diusia 18 Tahun saya sudah merasakan bagaimana kerasnya dunia kerja. Sementara diusia seperti itu teman-teman saya masih bermain dengan masa mudanya. Sementara Eunike? Sudah harus memikul beban. Tapi karena saya manusia yang berbeda dengan manusia yang lainnya, Tidak ada alasan untuk minder, hidup dan rejeki tiap-tiap orang sudah diatur sama Tuhan.

Saya berangkat ke Tempat Kerja dengan dengan kendaraan roda dua yang saya punya.. belum seutuhnya saya punya sih, saya masih butuh 31 bulan untuk menyisihkan gaji yang saya kumpulkan selama 30 hari atau 1 bulan. kata bapak saya sebagai Perantau Senior: “melo ke susi to, ditiro sia tu pandakaranmu, umba na olainna sengmu” “bisa dilihat ji hasilnya daripada habis di yang lain” singkatnya seperti itu. Jadi, Bisa dikalkulasikan ya teman-teman, saya masih harus menderita lagi 2 Tahun 7 Bulan untuk berhemat 850.000/bulan karena saya punya 1 tanggungan yang harus diselesaikan. Pilih mana? Berhemat 2 Tahun 7 Bulan atau ngak nikah? Hahaha…  Jadi buat yang mau jadi pasangan hidup saya, nanti setelah 2 Tahun 7 Bulan itu baru kita bisa pacaran.. hahahaha.. bercanda ji bosku Wkwkwkwk… karena hitung mi, eunike masih harus menabung lagi kira-kira 3 Tahun lah (2 tahun 7 bulan + 3 tahun) karena kita punya pesta adat Toraja yang bukan hanya membutuhkan biaya 500ribuan. Jadi kalau mau pacaran sama eunike, pikir-pikir memang mi, siap ji komi kah menderita? Hahahahahaha…

Next, Keluar dari pagar rumah hal paling sering muncul dipikiran saya adalah HOPING, Berharap saya pulang kantor dengan senang tanpa ada beban. Saya berkendara sebisa mungkin tanpa ngebut lari-lari 40an lah karena motor juga belum lunas kan? Hahaha… nah satu lagi, Zona nyaman saya adalah saat berkendara. saya bebas berpikir, saya bebas mencari ide dan inspirasi saat dijalan raya karena banyak yang bisa kita lihat. Saya berangkat dari Pettarani menuju BTP paling cepat 10 menit dan paling lambat 30 menit. Saya punya waktu bercerita dengan diri saya itu hitunglah dirata-ratakan 20 menit. inde mo to mandalan liu tangnga’ ku…

Hari ini contohnya, Keluar dari Nol Meter saya masih biasa-biasa saja, Nama saya masih tetap Eunike Pakiding, Manusia yang dilahirkan 22 September 1996 dengan Ijazah pendidikan terakhir SMA tidak ada yang berubah hanya saja umur yang bertambah sehari dari kemarin.

Saat keluar di jalan Protokol Melihat Kota Makassar yang begitu keras, saya kadang takut untuk berbicara. Ada banyak kendaraan lalu lalang sebagai pemandangan yang tak asing lagi di jam-jam kantor. Banyak manusia di jalan raya. Mereka yang dijalan raya Mungkin adalah:

  • Para Staff yang bekerja di sebuah perusahaan yang harus sampai kantor tepat pada waktunya.
  • Ada juga Mahasiswa dengan Ranselnya yang hari ini kuliah jam 8 Pagi.
  • Kemudian ada juga Para pedagang dengan boncengan Box-Box yang besar di motornya.
  • Pegawai negeri dengan seragamnya yang rapi juga berangkat ke Kantor,
  • Sopir pete-pete yang berhenti sembarangan di pinggir jalan kemudian berebut penumpang dan tanpa menegok ke samping langsung maju yang kadang pengendara lain harus menghindar sebisa mungkin,
  • Terus ada juga Driver Go-jek yang menunggu penumpang di tertigaan jalan.
  • Anak SD,SMP, SMA yang menyeberang jalan dengan hati-hati.

Kadang tanpa kita sadari, memperhatikan aktivitas seperti ini yang memberi banyak pelajaran untuk anda dan saya ketika jauh dari Kampung Halaman.  Juga Bukan cuman anda yang datang merantau di Daerah itu, Ada begitu banyak perantau lain yang bahkan lebih jauh dari anda yang memutuskan untuk mengaduh nasib di Kota itu, bahkan mungkin mereka jauh lebih susah dari anda. Terus masih bisa kah Eunike (atau Anda) mengeluh?

Disisi lain, Masih diatas kecepatan rata-rata Saya melihat dipinggir-pinggir jalan ada manusia dengan balutan kain diujung potongan kakinya, yang memegang wadah seperti Timba atau Mangkok kemudian duduk diatas kendaraan pribadinya yang dia buat dengan papan dan roda, kemudian duduk berjemur meminta belas kasihan. Apa mereka cacat? Atau pura-pura cacat untuk mendapat penghasilan? Hanya Tuhan yang Tahu Hati manusia, tidak ada alasan untuk kita menghakimi mereka.

Kemudian melewati beberapa Pembelokan saya melihat banyak Pak Ogah (POLISI CEPEK) tidak jarang dari mereka adalah Anak-anak bahkan ada yang Seusia denganku. Saya kadang berpikir, Eunike Masih di Zona Aman bahkan jauh diatas mereka, harusnya lebih bersyukur ternyata masih banyak yang lebih susah dari saya. Berdiri ditengah terik matahari kemudian bermodalkan sepruitan menyeberangkan kendaraan dan itu hanya di hargai 1000-2000 rupiah tidak jarang mereka mendapakan recehan 100 rupiah tapi bisalah teman-teman perhatikan mereka sangat senang menerima recehan itu. kadang juga harus kejar-kejaran dengan polisi ketika ada penertiban. sekeras itukah hidup?

Teman-teman, saya menulis ini untuk mengeluarkan semua yang saya rasakan hidup di Kota Orang. Sebagai wanita kelahiran Toraja, yang tinggal di kota orang untuk menyambung hidup yang Tuhan anugerahkan. Terlalu berlebihan jika saya harus menangis untuk menulis semua apa yang saya lihat.  Tapi kenyataannya seperti itu. Diawal tulisan saya ini, terlalu banyak mengekspresikan kata susah untuk menceritakan hidup saya dirantau orang. Saya terlalu banyak mengeluh, padahal masih banyak yang lebih susah.  Mungkin teman-teman ada juga yang seperti itu. Sekejap kita berpikir bahwa Point utama saya merantau adalah Untuk Sukses. Orang Toraja pun Awal mulanya memang dididik agar bisa sukses nantinya. Nah ketika kita mencoba keluar untuk mencari kehidupan baru, itu tandanya kita sudah siap menjalani proses yang panjang. Nang Maparri’ Tu Male Merantau. jadi sebisa mungkin sebagai orang yang lahir dari keturunan Toraja, budaya dan adat istiadat yang telah di tanamkan kepada kita saat kecil dulu, itu yang akan jadi bekal hidup di rantau orang.

Dulu, ketika umur 18 Tahun saya berangkat ke Kalimantan. Saat itu merupakan kali pertama saya mengenal dunia kerja. Ketika hari pertama kerja saya di tanya sama rekan-rekan kerja saya “Mba, asalnya dari mana?” TORAJA mba… mereka secara spontan bilang: Orang Toraja itu ramah-ramah loh. terus hal kedua yang ditegur adalah Pesta adatnya kita. semua ini adalah tanda bahwa Orang Toraja dimana-mana bisa berinteraksi dengan baik. itulah modal utama kita Orang Toraja. Makanya banyak orang sukses toraja kan di rantau orang?

Nah sekarang, Apakah hidup itu hanya seputar profesi saja? Pak Polisi yang tegap berdiri di Traffic Light tiap pagi, mengatur lalu lintas yang lebih beruntung daripada Pak Ogah di pembelokan jalan?

Atau Si Eunike yang harus bekerja dari pukul 08:00-17:00 keluar pagi pulang sore kadang lembur, hidup itu-itu saja ngak pernah kaya dibandingkan dengan Si A mungkin yg bangun jam 10:00 berangkat ke kampus, pulang jam 14:00, masih singgah di warkop sampai jam 18:00 kemudian pulang ke rumah, mandi kemudian berangkat lagi nongkrong lagi di Café sampai jam 22:00 Malam. Hidupnya terlalu nyaman ya…

Jika kita hanya membuang waktu untuk membanding-bandingkan diri kita dengan nasib orang lain, mending pulang kampung saja. Itu solusi yang tepat daripada memelihara karakter seperti itu. Jangan pernah berpikir bahwa kamu satu-satunya orang yang paling tidak beruntung dari semua manusia yang Tuhan ciptakan. Tapi pikirlah bahwa kamu adalah satu-satunya orang yang paling beruntung dari semua manusia yang Tuhan ciptakan. Soal beban yang harus dipikul itu pergumulan tersendiri tiap-tiap manusia apalagi jika tinggal di kampungnya orang seperti Makassar yang keras belum lagi seperti cerita teman-teman saya di Jakarta, atau bandung, jogja, dan di kota-kota lain. Nang senga’ siamo iya ke torro yo ki’ tondok ta.

Nah, Sekarang lewat Aktivitas-aktivitas yang secara spontan saya lihat sehari-hai bisa jadi patokan untuk diri saya sebagai Wanita bahwa hidup di Kota Orang Lain untuk memposisikan diri, harus butuh mental yang kuat, tahan banting dan tahan terhadap goncangan apapun. Kita kayak terlalu banyak bercerita padahal tadi saya hanya punya waktu 20 Menit menuju Kantor. Dan 20 menit itu ternyata bisa menginspirasi 2-5 pembaca blog saya… nanti kita lanjutkan ceritanya ya… saya kerja dulu… 

Please think about what I just wrote…

Salama’…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun