Mohon tunggu...
Eunike Iona
Eunike Iona Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

being prepared to be a journalist, teacher, and...lecture(someday)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Karakter dari Anak yang Banyak Diasuh Pembantunya

12 Oktober 2013   21:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:37 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya hanya sekedar ingin berbagi cerita mengenai suatu kisah yang cukup menjadi pembelajaran saya dan mungkin bisa jadi inspirasi anda semua.

Saya seorang mahasiswi yang kerja part-time mengajar piano klasik. Sebenarnya saya tidak begitu mahir sepert pianis-pianis handal, tapi, kalau materi piano dasar, cukup saya kuasai. Murid-murid saya rata-rata  berusia 5 tahun hingga 10 tahun.

Bulan ini, saya diberi murid baru. Umurnya masih 5 tahun. Anak laki-laki. Namun, yang cukup membuat saya heran, dia sangat manja sama pembantunya. Tidak mau masuk ke kelas kursus, kalau mbaknya tidak ikut. Ia juga sering gelendotan (meluk-meluk) mbaknya seakan gak mau pisah sama mbaknya. Sebagai guru, saya bersika netral dan membujuk anak murid saya itu pelan-pelan. Karena saya sudah beberapa kali menangani anak-anak. Saya piker wajar, namanya juga bocah, kalau di lingkungan baru pasti susah adaptasi. Tapi yang satu ini kok, manjaaa sekali sama pengasuhnya. Saya bujuk dia dan berusaha mengambil hati si anak murid saya itu.  Menurut mbaknya, anak murid saya itu kalau menghadapi orang baru pasti diam. Dan memang benar, dia diam seribu bahasa walau sudah saya bujuk.

Minggu pertama, usaha saya berhasil membujuk anak murid saya untuk duduk di kursi piano. Dia mengerjakan apa yang saya suruh. Dia paham. Namun tetap tidak mau buka mulut. Saya pun terbiasa, yang penting dia bisa respon dengan gerakan tangan (menunjuk), mengerjakan teori piano dasar, dan memencet tuts piano yang saya ajarkan.

Minggu berikutnya, sama seperti minggu pertama. Dibujuk-bujuk dulu sama mbaknya. Baru mau masuk kelas kursus. Itupun susah sekali melepas pelukan dengan mbaknya. Saya mulai berpikir, kok bisa ya segitu manjanya sama pengasuh. Tidak bisa dipungkiri bahwa yang saya pikirkan saat itu adalah faktor dari orangtuanya.Namun saya tetap netral dan melakukan peran saya sebagai guru les piano.

Bulan berikutnya, pulang kuliah saya langsung tancap ke tempat kursus. Tiba di tempat kursus, saya melihat murid saya itu dengan mbaknya. Anak itu, ngobrol dan becanda dengan pengasuhnya. Tuntutan untuk mengajar anak-anak mengharuskan saya untuk bersemangat walau fisik saya lelah. Saya menyiapkan ruangan, lalu mengajak murid saya itu masuk. Apa yang terjadi? Murid saya memeluk pengasuhnya dengan erat. Merengek-rengek tidak mau masuk kursus. Pengasuhnya berusaha membujuk, layaknya anak itu adalah anaknya sendiri. Pengasuhnya mengancam anak itu dengan bahasa anak-anak, “Ayo, latihan sama kakaknya. Kalau kamu mau mbak di dalem. Kamu duduk disitu(kursi piano) kalau ngga nanti mbak telfon papa loh.” Dengan nada yang halus. Si anak makin tidak mau duduk dan merengek-rengek. Setelah beberapa lama. Si anak mau dibujuk sama saya, dan bantuan mbaknya.

30 menit pun berjalan cukup singkat. Saya hanya ajarkan pelajaran dasar dengan bantuan pensil warna. Sebelum mereka pulang, saya menyempatkan diri untuk ngobrol dengan mbaknya. Ternyata dugaan saya benar. Mbaknya cerita, Orang tuanya sibuk bekerja.  Lalu, watak si anak diturunkan dari papanya. Menurut mbaknya, papanya suka lama merespon panggilan dari orang lain. Harus di panggil 3x baru respons. Kalau dia ngga suka dengan urusan lain, dia tidak akan banyak respon, bahkan diam. Mungkin ada beberapa faktor mengapa papanya si anak, bisa punya sifat seperti itu. Kalau mamanya, biasa-biasa saja, seperti ibu-ibu pada umunya yang bersosialisasi, ramah, komunikasi sama murid saya juga oke dsb. Kata mbaknya, kalau sama orang yang deket banget, dia mau ngomgong. Kakaknya juga tidak separah murid saya ini. Kakaknya perempuan, hanya beda 2 tahun tapi sosialisasi dengan sekitarnya lebih baik. Terakhir, saya tanya sama mbaknya, “mbak jagain si A (murid saya) sudah berapa lama?” lalu mbaknya bilang, “ Saya udah dari dia 2 bulan, kak.”

Saya miris dengarnya. Berarti selama ini, murid saya tidak lepas dari asuhan mbaknya. Bahkan terlihat seperti mama dan anak. Manja, bercanda, sampe merengek-rengek, tidak lepas dari pelukan dan sentuhan pengasuhnya. Mungkin ini bukan sepenuhnya salah orang tuanya. Saya mengerti bila orang tua harus bekerja untuk kebutuhan anak, Tapi akan lebih baik, bila orang tua juga mengambil peran utuh untuk mengasuh anaknya, se-letih apapun pekerjaan orang tua. Saya melihat sendiri fenonema anak yang banyak diasuh di tangan pengasuhnya dan tumbuh kembangya jadi tidak optimal. Murid saya tidak bisa survive di luar zona nyamannya. Sayang sekali, orang tua memberi les tambahan untuk anaknya dengan maksud untuk menambah wawasan anaknya, tapi tidak diperhatikan prosesnya. Dirumah tidak difasilitasi alat musik, padahal menurut saya dia dari keluarga yang berkecukupan.

Pembaca sekalian, apa yang saya utarakan disini hanya pandangan saya pribadi. Saya belum berkeluarga. Tapi saya dan adik-adik saya dibesarkan dengan pola asuh yang baik dan diberikan langsung dari orang-tua saya. Ketika saya melihat fenomena itu, cukup jadi pembelajaran bahwa saya dan anda nantinya jangan sampai menyerahkan asuhan dan penjagaan anak dengan pengasuhya. Anak anda adalah anugrah yang sangat mulia yang diberikan Tuhan. Kenali anak anda, jagailah, asuh dan didiklah anak anda dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Turunkan ego dan sifat anda yang negatif agar meminimalisir menurunya sifat anda yang negatif. Arahkan dan jadilah navigator untuk anak anda. Bukan jadi komando. Lakukan kegiatan positif bersama anak anda. Minimalkan keseharian anak anda dengan pengasuh. Sesibuk apapun pekerjaan anda, upayakan interaksi dengan anak. Pastinya, anda akan bahagia bila melihat anak anda memiliki karakter yang baik , dan prosesnya ditanamkan sejak dini bersama-sama dengan anda, ayah-ibunya. J

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun