Mohon tunggu...
Eunike Harjanto
Eunike Harjanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Biologi di Universitas Kristen Duta Wacana

Sedang menjalani kehidupan sebagai mahasiwa S1 Biologi di Universitas Kristen Duta Wacana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Mewujudkan Sleman Bebas DBD

22 Juni 2024   08:12 Diperbarui: 22 Juni 2024   08:14 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang hingga kini masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan di Indonesia, termasuk di Kabupaten Sleman. DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Seringkali penyakit ini menimbulkan gejala seperti demam tinggi, nyeri sendi dan otot, serta pendarahan yang apabila tidak ditangani dengan baik dapat berujung pada kematian, terutama pada anak-anak dan kelompok rentan lainnya.

Menurut data Dinas Kesehatan Sleman, kasus DBD menunjukkan tren meningkat dalam beberapa tahun terakhir, yang menimbulkan beban kesehatan dan ekonomi yang besar bagi masyarakat. Pada tahun 2024 tercatat sudah ada 56 kasus DBD yang terjadi di Sleman hingga saat ini. DBD merupakan penyakit yang memiliki siklus musiman dengan puncak kasus umumnya terjadi pada musim hujan, ketika populasi nyamuk meningkat secara signifikan. Urgensi penanganan DBD tidak hanya sebatas mengurangi angka kejadian penyakit, tetapi juga melindungi masyarakat dari dampak kesehatan yang lebih serius. Oleh karena itu, upaya untuk mewujudkan Sleman bebas DBD harus menjadi prioritas bersama.

Penting untuk memahami pola persebaran DBD di Sleman salah satunya dengan surveilans epidemiologi dan vektor. Surveilans epidemiologi bertujuan untuk memantau dan menganalisis data kasus DBD secara berkala. Di Sleman, surveilans ini meliputi pelaporan dari puskesmas, rumah sakit, dan klinik, yang kemudian dianalisis untuk mengidentifikasi pola persebaran penyakit. Selain itu, surveilans vektor dilakukan untuk memantau populasi nyamuk Aedes aegypti, termasuk distribusi dan kepadatan populasinya. Pada beberapa kelurahan di Sleman, kepadatan penduduknya masih tinggi, kemudian sanitasi juga masih buruk, dan masih banyaknya lingkungan dengan genangan air yang ddapat menjadi titik-titik rawan penyebaran DBD. Pemahaman mengenai pola persebaran ini membantu untuk merencanakan strategi pencegahan yang efektif.

DBD tidak hanya berdampak pada kesehatan manusia, namun juga memiliki implikasi luas terhadap hewan dan lingkungan. Pada manusia, DBD dapat menyebabkan gejala berat yang memerlukan perawatan intensif dan mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat. Dampak ekonomi dari DBD juga signifikan, termasuk biaya perawatan media dan hilangnya produktivitas akibat sakit. Pada hewan, DBD dapat mengganggu kesehatan hewan domestik seperti anjing dan kucing. DBD pada hewan dapat menyebabkan gejala serupa seperti demam dan kelelahan, meskipun insiden pada hewan umumnya lebih jarang dibandingkan pada manusia. Kemudian pada lingkungan, tingginya populasi nyamuk Aedes aegypti mencerminkan permasalahan lingkungan seperti genangan air yang tidak terkelola dengan baik serta kurangnya sanitasi. Selain itu, penggunaan insektisida yang berlebihan untuk mengendalikan populasi nyamuk juga dapat menyebabkan resistensi nyamuk terhadap insektisida serta menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem lokal.

Untuk mewujudkan Sleman bebas DBD, diperlukan pendekatan terpadu yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Beberapa strategi yang dapat diimplementasikan yaitu adanya pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan sanitasi lingkungan dengan membersihkan genangan air, membersihkan lingkungan, dan memperbaiki sistem drainase. Selain itu, perlu adanya penguatan surveilans epidemiologi dan vektor untuk memantau perkembangan kasus DBD dan kepadatan populasi nyamuk secara real-time karena data yang akurat dan  sangat penting untuk merespon wabah dengan cepat dan efektif. Terakhir, perlu adanya kerjasama multisektor dengan meningkatkan kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam upaya pencegahan DBD. Program pencegahan yang melibatkan sekolah, tempat kerja, dan komunitas lokal dapat memperluas jangkauan intervensi.

Mewujudkan Sleman bebas DBD memerlukan komitmen dan kerjasama dari semua pihak. Dengan strategi yang tepat dan pelaksanaan yang konsisten, harapan untuk melihat Sleman bebas dari ancaman DBD bukanlah impian semata. Mari kita bergandeng tangan untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman dari DBD.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun