(1)
Di gerbong kereta aku melihatmu berdiri di keramaian penumpang
dan menghilang ke dalam perjalanan bisu menunggu
stasiun demi stasiun dan menghitung jarak dan waktu
menuju perhentian.
Jendela menayangkan siluet buram hal-hal yang lalu
bersama laju waktu membawamu
pergi, menjauh
Demikianlah kata-kata terlewatkan bersama makna-makna yang memburam.
Saat kau kembali demi pulang, malam semakin mengaburkan
kata-kata tak lagi tergenggam,
tercecer sepanjang antara stasiun demi stasiun yang kaulewati.
Kata-kata menjelma igauan yang terus menayangkan arti-arti serampangan.
Lalu kau yang pergi bukan lagi kau yang pulang.
kau hilang bersama kata-kata yang terus disalahpahami.
Lalu kauhapus dirimu, seperti kata-kata menghilang saja.
Jadi kau cuma pergi,
bukan pulang.
*2014
(2)
Di atas kereta
aku melihatmu berdiri dan menghilang
dalam keramaian penumpang
kilasan & bayangan melesat di bingkai jendela yang buram
Kau pergi bersama leburan ruang-waktu yang dilarikan gerbong perjalanan
Stasiun demi stasiun persinggahan menjelma sketsa penantian
Setiap denting tanda perhentian menyentak kekaburan kesadaran
Lalu perhentian memendam jawab atas pertanyaan-pertanyaan
Adakah kita, di suatu masa
pernah duduk di gerbong yang sama,
bergerak menuju destinasi yang sama,
dalam diam tanpa sapa?
*2014-2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H