Karna sibuk mendiagnosis diri sendiri sehingga telat menerima penanganan dari ahli, dan terjadi sesuatu hal yang fatal. Dan juga ada beberpa gangguan mental yang memiliki gejala yang kerap kali memiliki kesamaan, sehingga self-diagnosis sangat berpotensi mengalami misdiagnosis.
Resiko kesalahan dalam penanganan, resiko kesalahan dalam cara menangani gangguan tersebut, contohnya ketika anda mendiagnosa diri anda mengidap depresi yang belum tentu hal itu benar lalu anda berinisiatif untuk membeli obat secara illegal dengan dosis yang salah, dan cara mengonsumsi yang salah, sehingga berakibat fatal bagi orang itu sendiri.
Memicu gangguan kesehatan yang lebih parah, self diagnosis dapat memicu hadirnya gangguan kesehatan yang sebenarnya tidak dialami. Contohnya, anda mengalami insomnia atau stress, yang sebenarnya bukan masalah dalam psikologis, namun karena informasi yang anda terima di sekitar atau internet, menyatakan bahwa stress dan insomnia yang anda alami adalah gejala depresi. Lalu anda terus memikirkan hal itu dan merasa khawatir berlebih, anda malah beresiko terkena depresi.
 Apa yang harus dilakukan jiwa merasa memliki gejala gangguan mental?
Segera konsultasikan kepada psikolog atau psikiater. Informasi yang ada di internet tentang gejala kesehatan mental, seperti kuis, informasi obat penyakit mental, hanya dapat dijadikan rujukan untuk menemui psikolog atau psikiater.
Daftar pustaka
Faris,A (2019). Analisis Pasien Self-Diagnosis Berdasarkan Internet pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, 2-3.
Bemfmipauny. Diakses pada 2021. RILIS KAJIAN: MIPA BERSUARA Pandemi Membelenggu, Kesehatan Mental Terganggu.
Detik.com. Diakses pada 2021. Ngaku Depresi, Sudah Periksa Belum? Awas, Self Diagnosis Bisa Bahaya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI