Mohon tunggu...
Ety Handayaningsih
Ety Handayaningsih Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Fulltime Blogger

Ibu Dua Orang Putri | Blogger | http://etyabdoel.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Berkirim Hidangan, Tradisi Jelang Lebaran Kala Kecil

18 Mei 2020   23:55 Diperbarui: 19 Mei 2020   00:04 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat fajar Idul Fitri menjelang, maka ada tradisi yang siap dijalankan. Tradisi tersebut adalah berkirim hidangan lebaran kepada saudara dan tetangga terdekat.

Saya tak tahu pasti, sejak kapan tradisi itu ada. Seingat saya, saat TK hingga SMP, saya masih menikmati hidangan kiriman tetangga saat hari raya.

Seperti keluarga pada umumnya, sehari menjelang lebaran, ibu saya sibuk menyiapkan menu yang akan disantap saat hari raya. Menu setiap lebaran bisa jadi berbeda. Namun, ketupat harus selalu ada.

Hidangan lebaran yang paling sering dimasak saat lebaran adalah Opor Ayam. Masakan berkuah santan dengan potongan daging ayam ini memang cocok disantap dengan ketupat.
Saat itu, ibu saya memasak Opor Ayam dalam jumlah cukup banyak. Satu panci besar. 

Ya, hidangan lebaran saat saya kecil memang tak hanya dikonsumsi sendiri. Hindangan itu akan dikirimkan pula ke rumah kakek, saudara terdekat dan tetangga di sekitar rumah.

Setelah masakan matang, ada tugas yang bakal saya tunaikan. Ya, sayalah yang diberi tugas mengirimkan hidangan lebaran tersebut. Dari rumah ke rumah, ketupat, Opor Ayam beserta lauk pendamping seperti kerupuk dan sambal dihantarkan penuh suka cita.

Biasanya lepas buka puasa, saat takbir mulai berkumandang, saat itulah saya mulai berkunjung dari satu rumah ke rumah lainnya.

Sementara itu, tetangga maupun saudara juga akan mengirimkan hidangan lebaran mereka ke rumah-rumah. Sama seperti yang dilakukan keluarga kami. Jadi, ini semacam bertukar hidangan lebaran.

Tradisi bertukar hidangan seperti ini, membuat saya dan adik-adik senang. Ya, karena hidangan lebaran di meja makan jadi bermacam-macam. Bisa jadi menu kiriman itu berbeda dengan masakan ibu.

Meskipun tak bisa dihindarkan ada menu yang sama namun citarasa tetap berbeda. Ya, meskipun sama-sama Opor Ayam, beda chef tentu beda pula rasanya.

Kebahagiaan kecil seperti ini mewarnai tiap lebaran kala kecil. Hidup bertetangga, menjadi sangat indah. Kebersamaan menjadi amat terasa.

Lalu bagaimana dengan tetangga yang tak mampu? Apakah harus mengikuti kebiasaan ini? Seingat saya, mereka tidak turut berkirim hidangan lebaran namun mereka akan menerima kiriman hidangan lebaran dari tetangga lain yang mampu.

Sungguh indah bukan, tradisi ini.
Namun, sayang seribu sayang. Tradisi berkirim hidangan tersebut memudar seiring berjalannya waktu. Entah mengapa. Entah siapa yang memulainya saya tak paham karena saat itu masih kecil.

Hanya saja, saya bisa merasakan perbedaan saat menjelang lebaran beberapa tahun belakangan ini. Tak ada lagi hidangan selain masakan ibu saat lebaran. Kami hanya menyantap apa yang dimasak ibu saja.

Jujur, saya merasa kehilangan momen mencicipi hidangan tetangga dan kerabat saat hari raya. Hilangnya tradisi berkirim hidangan lebaran juga diikuti hilangnya tradisi lainnya. 

Ya, kebiasaan berkunjung dan menyantap hidangan saat hari raya juga tak ada lagi.
Semua itu digantikan dengan sesuatu yang lebih praktis. Tradisi berkirim hidangan tak ada lagi dengan alasan, biar lebih praktis karena toh hidangan lebaran rata-rata sama.

Pun dengan tradisi berkunjung dari rumah ke rumah untuk bersilahturahmi. Kini digantikan dengan tradisi baru, bersalaman dan saling bermaafan usai sholat Idul Fitri di depan mushola kampung. Semua warga keluar rumah, dan bertemu di satu titik guna saling bermaaf-maafan.

Tamu yang berkunjung ke rumah pun berkurang banyak. Hanya kerabat yang jauh saja. Efeknya, tak ada lagi menghidangan menu lebaran kepada para tamu.

Sekarang, tiap kali lebaran, ibu tak lagi memasak dalam jumlah besar. Hanya secukupnya saja untuk disantap sendiri. Secara ekonomi, ini wujud penghematan karena perayaan lebaran menjadi lebih sederhana.

Namun, kadang saya suka rindu dengan tradisi kebersamaan yang saya rasakan saat kecil. Nampak ribet tapi memberikan kesan mendalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun