Tahun 2020 ini, kita sedang diuji dengan kesedihan, kesulitan dan ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Momen keagamaan yang biasanya disambut dan dirayakan penuh sukacita kini harus dilewati dengan keprihatinan.
Setelah tempo hari peringatan Paskah dilakukan di rumah para jemaat. Sekarang bulan Ramadan, sebagian besar melakukan ibadah tarawih di rumah, tanpa bukber di masjid-masjid. Hari ini, peringatan Waisak, berada dalam situasi yang sama. Sebagai umat beragama pasti ada rasa kehilangan momentum perayaan seperti yang biasa dilakukan.
Tapi, Tuhan sepertinya sedang memberi kesempatan kita untuk beribadah dengan ikhlas karena Tuhan semata. Bukan di keramaian, di mana banyak orang melihat ibadah kita. Melainkan di kesunyian, di mana orang lain tak mengetahui ibadah kita. Akankah kita masih taat melakukannya?
Puasa Ramadan merupakan momentum pengendalian diri dari segala hawa nafsu. Umat Islam ibaratnya sedang dalam bulan penempaan. Tidak boleh melakukan hal yang dilarang seperti makan dan minum di siang hari. Â Diminta untuk mampu menahan amarah, menahan lidah untuk tidak ghibah dan fitnah. Pun harus menjauhkan diri dari segala hal-hal negatif, seperti buruk sangka dan pesimis.
Di sisi lain, umat Islam dilatih kepekaannya terhadap kondisi orang lain terutama kaum papa. Sedekah dan zakat dianjurkan diperbanyak bahkan diwajibkan. Jika umat Islam mampu melakukan semua perintah di bulan suci ini, maka ia akan menjadi pribadi yang lebih baik setelah Ramadan.
Sementara itu peringatan Waisak hari ini, bisa jadi momentum umat Budha untuk meneladani Sang Budha. Caranya dengan menaati aturan moral seperti tidak mencuri, tidak berbohong, tidak mabuk-mabukkan dan tidak boleh melakukan perbuatan tercela lainnya.
Selain itu, peringatan Waisak juga momentum umat Budha untuk mewujudkan cinta kasih terhadap sesama. Membantu sesama yang membutuhkan, hidup sederhana, menjaga lingkungan, serta perbuatan baik lainnya.
Dari ajaran kedua agama yaitu Islam dan Budha ada benang merahnya. Jika kedua umat beragama tersebut mampu taat terhadap ajaran masing-masing maka tiap umat berubah menjadi lebih baik dari waktu sebelumnya.
Apa artinya? Jika semua berjalan ke arah yang baik, maka ada optimisme bahwa segala persoalan bangsa ini kan bisa ditangani dengan baik.
Pemerintah akan bekerja dengan cermat, meletakkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau segolongan orang. Rakyat bisa memberi masukkan tanpa harus menghasut, menebar kebencian, maupun kebohongan.
Pemerintah yang diberi masukkan tak perlu merasa direndahkan karena pemerintahan sewajarnya harus dijalankan dengan pengawasan.
Jika masing-masing bisa menyadari dan menjalankan fungsi dan peran masing-masing dengan baik maka optimisme bukan bualan di situasi yang serba tidak pasti ini.Â
Saatnya bersatu, karena musuh kita saat ini satu yaitu Covid-19. Jika ini teratasi maka kehidupan akan kembali normal, cita-cita yang tertunda bisa diwujudkan, yang susah mencari nafkah akan kembali bisa menghidupi diri. Roda kehidupan akan kembali bergerak sebagaimana mestinya. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H