Rosullulah bersabda
"Tidaklah anak adam yang memenuhi kantungnya daripada perut. Cukuplah bagi anak adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika harus melebihinya maka hendaknya 1/3 perutnya diisi untuk makanan, 1/3 untuk minuman dan 1/3 lagi untuk bernafas. "
Dalam riwayat tersebut disebutkan dengan jelas porsi makan yang ideal. Kita tidak boleh memenuhi perut kita dengan makanan dan minuman tanpa menyisakan ruang udara.
Yang ada, kita bakal kekenyangan dan sulit bernafas. Akibat lainnya akan mengalami obesitas, dan penyakit degeratif lainnya.
Saat puasa pun, Rosullulah telah memberikan tuntunan terbaik.
“Dari Anas bin Malik, ia berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab (kurma basah),  jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering), dan jika tidak ada tamr, beliau meminum seteguk air".
Jika tuntunan Rosullulah begitu sederhana, mengapa kita justru ingin segala macam makanan enak tersedia di meja makan.
Bukan tidak boleh mengonsumsi makanan yang sedang tren. Boleh saja, asal dibatasi jangan sampai jatuh pada berlebih-lebihan.
Puasa seharusnya mampu membuat kita memiliki kendali atas diri dan lingkungan secara tepat. Selama 30 hari raga kita dilatih untuk menahan diri dari lapar dan haus serta hubungan badan di siang hari.
Sementara jiwa kita dilatih agar lebih peka dengan kesusahan yang dialami kaum papa.
Jika kedua hal tersebut disadari dan dipahami serta diamalkan maka fenomena panic buying tak terjadi lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H