Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Profesor Marketing NUS Business School,  Leonard Lee,  yang berjudul Control Deprivation Motivates Acquisition of Utilitarian Products’ (2016) disebutkan bahwa panic buying terkait erat dengan kontrol diri. (Kumparan)
Melalui simulasi yang dilakukan Lee, sejumlah responden diminta mengingat situasi saat mereka tak memiliki kendali atas lingkungan. Ternyata yang mereka lakukan disaat seperti itu adalah membeli bahan kebutuhan pokok. Hal tersebut dilakukan agar mereka memiliki kembali kendali atas lingkungannya.
Masalahnya terletak pada akibat dari menimbun barang, orang lain jadi tak memiliki akses untuk memperoleh barang tersebut. Ini jelas bentuk dari ketidakadilan.
Nah, disaat puasa Ramadan, umat Islam telah diperintah melaksanakan ibadah puasa. Al shiyam dalam bahasa Arab bermakna tidak bergerak, menahan atau berhenti. Jadi hakikat puasa adalah pengendalian diri.
Tak hanya menahan diri dari makan dan minum serta berhubungan badan di siang hari. Namun juga, menahan diri dari perbuatan yang tidak disukai Alloh SWT, seperti ghibah, berbohong, fitnah, tidak berlebihan saat makan dan minum.
Seperti disebutkan di dalam Surat Al Araf Ayat 31,
"Makan dan minumlah tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."
Dari ayat tersebut jelas sekali tuntunannya. Kita seharusnya tak berlebihan dalam makan dan minum.
Jika ayat di atas diaplikasikan secara tepat maka fenomena panic buying disaat pandemi seperti tak akan terjadi. Apalagi saat pandemi memasuki bulan Ramadan.
Sudah seharusnya, kita mampu menahan diri dari keinginan untuk menyetok bahan kebutuhan pokok secara berlebihan. Ada hak orang lain yang dirampas jika kalap belanja.
Jika saat puasa ternyata kita kalap berbelanja maka kita gagal mencapai hakikat puasa. Kita gagal menahan diri dari nafsu perut.
Dalam sebuah riwayat Al Miqdam Bin Ma'dikarib disebutkan :