Mohon tunggu...
Ety Handayaningsih
Ety Handayaningsih Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Fulltime Blogger

Ibu Dua Orang Putri | Blogger | http://etyabdoel.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Sabar dan Syukur di Tiap Hela Nafas, Harapan di Ramadan 2020

27 April 2020   23:26 Diperbarui: 27 April 2020   23:49 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal anak-anak belajar di rumah, saya masih berandai-andai, pandemik Covid-19 usai sebelum Ramadan. Rencana bersua orangtua dan handai taulan di kampung halaman bakal terlaksana seperti tahun-tahun sebelumnya. Apalagi tiket kereta pergi pulang sudah di tangan. Namun, harapan itu sirna. Faktanya, hingga hari ini kita masih berjibaku mengatasi pandemik Corona. Larangan mudik telah resmi diberlakukan. Sedih.


Ramadan yang biasanya semarak, kini sunyi. Tak ada suara tetabuhan keliling membangunkan orang sahur. Ibadah Sholat Tarawih dilakukan di rumah masing-masing. Masjid sepi dari suara tadarus bersama. Rumah makan bahkan hotel pun sepi dari pengunjung bukber. Saya, yang biasanya dapat jatah satu kali membuat makanan bukber untuk masjid, kini pun bebas tugas.


Tantangan Puasa di Masa Pandemik

Semua menyadari, bahwa Ramadan tahun ini memang berbeda. Tak ada yang menyangkal hal ini. Namun sesungguhnya, secara esensi Ramadan tetap sama. Ada ibadah puasa atau shaum yang wajib dilaksanakan dengan khusyu meski di tengah pandemik.

Bulan puasa merupakan masa dimana manusia digembleng secara fisik dan rohani agar bisa menahan diri dari segala pikiran, perilaku dan aktivitas yang tak sesuai dengan perintah Alloh SWT.  Tujuannya satu, menjadi pribadi yang bertakwa.

Saat puasa, tak hanya tantangan fisik seperti tidak makan dan minum serta berhubungan badan di waktu yang telah ditentukan, adapula tantangan menahan diri agar telinga, lisan maupun anggota badan lainnya tidak melakukan hal yang dilarang Alloh SWT. Tindakan seperti menggunjing, berkata sia-sia, menghujat berbohong dan lainnya adalah diantara larangan tersebut.

Rupanya pandemik Covid-19 ini telah membuat tantangan tersebut makin berat bagi sebagian orang. Bagi kita yang diberi kesempatan bekerja dari rumah ataupun belajar dari rumah, tantangan fisik justru makin ringan. Tak perlu merasakan panasnya terik matahari yang membuat haus kerongkongan. Pun tak merasakan aktivitas fisik di luar ruangan yang menghabiskan banyak energi.

Tapi, bagi mereka yang menjadi garda terdepan dalam mengatasi pandemik ini, puasa tahun ini menjadi bertambah berat. Energi dan pikiran mereka terkuras untuk merawat banyak pasien dengan bayang-bayang tertular Covid-19. Tak bisa makan sahur dan berbuka dengan keluarga tercinta disaat keluarga lain justru merasakan quality time dimasa pandemik.

Pun para pekerja harian, yang masih harus berjibaku di jalanan guna mendapatkan uang untuk dibawa pulang. Berat, mencari rezeki disaat roda ekonomi melambat. Uang belum tentu dapat, sementara ancaman virus ada di mana-mana. Jika punya pilihan tentu mereka ingin di rumah. Tapi, mereka tidak punya pilihan lain.

Mereka yang harus dirumahkan perusahaan tanpa digaji, juga terpaksa harus menggelandang di jalanan karena tak mampu bayar kontrakan. Ya Alloh, berat sekali Ramadan tahun ini buat mereka.

Di sinilah, istimewanya bulan Ramadan, kita diperintahkan puasa agar bisa merasakan apa yang dialami kaum papa. Semua ada maksudnya, tentu agar kita memiliki empati terhadap mereka. Sikap empati akan melahirkan kepedulian melalui sedekah dan zakat. Jadi, jika kita berada dalam kondisi yang lebih beruntung dari mereka, berbagilah. Ada rezeki mereka yang papa ditiap rezeki yang kita nikmati.

Sementara itu penanganan pandemik yang telah diupayakan pemerintah dan berbagai pihak, memunculkan banyak tanya dan pinta. Sempat kita dibikin bingung dengan banyaknya berita hoaks tentang Corona. Pun gemas dengan reaksi pemerintah dalam menangani pandemik. Ditambah lagi, tak semua warga taat dengan protokol kesehatan.
Mereka yang tidak taat diantaranya tetangga sendiri yang biasa berinteraksi.
Antara pengin negur tapi pakewuh. Tidak ditegur yang bersangkutan tak sadar pula telah mengabaikan protokol kesehatan. 

Hal seperti ini, jika tak disikapi dengan baik, yang terjadi bisa sebaliknya, muncul amarah, hujatan, bahkan silang pendapat yang memunculkan kebencian.

Ramadan seharusnya mampu membuat hal-hal buruk yang tempo hari mudah kita ucapkan karena situasi yang tak menentu berubah menjadi harapan baik. Bukankah, Ramadan adalah bulan dimana doa-doa bakal makbul jika ikhlas dipanjatkan.

Melangitkan Harapan di Ramadan 2020

Secara pribadi saya pun memiliki harapan di Ramadan tahun 2020 ini.

Harapan pertama, saya yakin harapan ini juga harapan semua orang. Usainya pandemik Covid-19. Kehidupan dunia kembali normal. Saya dan suami bisa berjualan dengan tenang. Melanjutkan mimpi kami yang belum terwujud.
Harapan ini tentu disandarkan di pundak para ilmuwan. 

Semoga mereka segera menemukan vaksin untuk mengatasi viris Corona. Tentu, harapan terbesar bahwa Alloh SWT akan mengabulkan hajat banyak orang ini.

Harapan selanjutnya, saya bisa menjadi pribadi yang senantiasa sabar ketika diberi kesulitan maupun berada disituasi yang tak menyenangkan. Pun pribadi yang mampu bersyukur ketika diberi rezeki dan kemudahan lainnya.

Dua hal tersebut masih selalu on off dalam diri saya. Beberapakali mampu bersabar ketika diuji kesulitan, eh sekali tempo terpeleset. Pun, kadang masih lupa untuk bersyukur ketika diberi rezeki dan banyak kemudahan.

Sabar secara bahasa bermakna menahan, artinya mampu menghadapi kondisi yang tak menyenangkan dengan ikhlas. Sementara sabar dalam makna luas mencakup sabar melakukan perintah Alloh, sabar dalam menjauhi laranganNya, dan sabar ketika mengalami kesulitan.

Tidak mudah mencapai derajat sabar yang paling tinggi yaitu sabar ketika menghadapi kesulitan di pukulan pertama. Seperti hadist yang diriwayatkan oleh Anas Bin Malik
Rosullulah bersabda, 

Sabar yang paling sempurna adalah pada pukulan (ketika menghadapi cobaan) yang pertama.


Saya ingin senantiasa mampu beristigfar ketika deraan kesulitan itu datang. Kondisi pandemik ini juga menjadi ujian kesabaran yang luar biasa. Saya harus sabar ketika ada pembatasan di sana sini hingga tak leluasa untuk berjualan dan daya beli masyarakat menurun. Saya pun harus mampu bersabar ketika situasi ini masih serba tak pasti.

Sementara itu, syukur adalah mampu mengingat Alloh SWT disaat lapang. Syukur harus diwujudkan melalui tiga hal yaitu hati, lisan dan perbuatan. Semua harus sinkron. Tak lagi ada, lisan berucap syukur tapi hati masih tak menerima kenyataan. Begitupun sebaliknya.

Apalagi Alloh SWT berjanji akan melipatgandakan nikmat hambanya yang mampu bersyukur. Terlihat mudah dilakukan tapi tak jarang syaitan mampu menggoda saya untuk lupa.

Ramadan tahun ini semoga saya mampu menjadi pribadi yang bersyukur. Meskipun tak bisa mudik, alhamdulillah, saya dan keluarga besar dalam kondisi sehat. Pun saya ingin menjadi pribadi yang sabar. Meskipun omset jualan menurun, alhamdulillah masih bisa makan.

Saat Ramadan seperti ini saat yang tepat melatih diri untuk senantiasa mengingat Alloh SWT. Melalui ibadah ritual seperti puasa, sholat, dan tadarus. Maupun ibadah sosial seperti sedekah dan zakat.
Semoga Alloh SWT mengabulkan harapan saya dan harapan kita semua. Aamiin YRA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun