Zahira baru saja pulang sekolah. Belum sempat berganti baju, tiba-tiba tangisnya pecah. Disela isaknya, ia mengatakan kalau sedari pagi mengantuk. Tak bisa memahami pelajaran yang disampaikan gurunya. Dia kalut karena ketinggalan pelajaran. Semua ini terjadi gara-gara rasa gatal yang menyerang kulitnya semalam.
Sejak bayi, Zahira memang memiliki riwayat alergi dermatitis atopik. Tapi, baru kali itu ia merasakan gatal yang hebat. Hingga jari jemarinya tak bisa berhenti menggaruk kulitnya. Akibatnya, kulit menjadi luka. Rasa pedih pun timbul karenanya.Â
Tengah malam ayahnya pergi ke apotik membeli salep anthihistamine. Untungnya, gatalnya bisa reda setelah diberi salep. Ia pun bisa tidur meskipun jatah waktu istirahatnya berkurang banyak.
Melihat riwayat alerginya, saya pun menelusuri makanan maupun alergen (pemicu alergi) lain yang sempat kontak dengannya. Jujur tak mudah menelusuri pencetus alergi pada Zahira. Ada banyak alergen di rumah yang ditengarai salah satunya menjadi pemicu alerginya. Makanan, obat, kucing, karpet atau debu.
Akhirnya, kami menduga telur diduga yang menjadi penyebab alergi karena tiap reaksi gatal muncul setelah Zahira mengonsumsi telur dalam jumlah banyak. Sehari bisa habis 6 butir telur. Ketika konsumsi telur dihentikan, gatal-gatalnya berangsur sirna.
Sejatinya, alergi merupakan reaksi hipersensitif sistem kekebalan tubuh akibat paparan alergen (pemicu alergi). Sistem kekebalan tubuh keliru mengartikan alergen sebagai zat yang berbahaya sehingga langsung melawan dengan mengeluarkan histamin. Histamin adalah zat kimia yang diproduksi oleh sel-sel di dalam tubuh ketika mengalami alergi atau infeksi
Reaksi histamin menyebabkan gejala beragam. Bisa gatal, ruam, bengkak pada beberapa bagian tubuh, mata dan hidung berarir, biduran, bahkan sesak nafas. Alergi yang timbul pada tiap anak bisa berbeda jenis maupun tingkat keparahannya.
Bahkan alergi bisa menimbulkan anafilaksis. Ini merupakan kondisi alergi berat yang harus segera ditangani secara medis. Menurut ASCIA (Australasian Society of Clinical Immunology and Allergy) gejala anafilaksis ditandai dengan sesak nafas, jantung berdegup kencang, tekanan darah menurun, dan gejala fatal lainnya.
Jika tidak segera ditangani anafilaksis bisa menimbulkan kematian. Meskipun di Indonesia belum ada laporan kejadian anafilaksis pada anak, kita harus tetap waspada. Di luar negeri, kejadian anafilaksis pada anak yang berujung kematian, telah beberapakali terjadi.
Alergi Pada Anak Hambat Tumbuh Kembangnya
Zahira tidak sendirian. Banyak anak lain mengalami alergi dengan gejala beragam. Bahkan menurut prediksi WAO (World Allergy Organization) di dunia ini prevalensi penderita alergi sekitar 10 - 40%. 7,5 % diantaranya adalah anak-anak. Sementara itu angka prevalensi alergi pada anak di Indonesia juga meningkat 30% tiap tahun dari 1993-2006.