Mohon tunggu...
Ety Handayaningsih
Ety Handayaningsih Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Fulltime Blogger

Ibu Dua Orang Putri | Blogger | http://etyabdoel.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengolah Sampah Organik Secara Mandiri

28 Agustus 2019   11:03 Diperbarui: 29 Agustus 2019   10:19 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah lari ke sungai foto : Dokpri

Saya menutup hidung rapat-rapat tiap kali melewati makam di belakang komplek. Menahan napas saja tak cukup agar bau menyengat itu tak tercium. Bukan bau menyengat dari mayat yang dikubur melainkan bau menyengat dari tumpukan sampah yang menggunung dan berserakkan.

Tanah di samping makam memang jadi tempat pembuangan sampah sementara (TPS) warga komplek. Sebelum secara periodik, sampah itu akan diangkut menggunakan truk ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA).

Yang mengganggu, meskipun sampah itu secara rutin diangkut ke TPA, namun lokasi TPS tak pernah benar-benar bersih dari sampah organik maupun anorganik. 

Alhasil, bau busuk yang menyengat hidung dan sampah yang berserakan itu setia di sana. Lama kelamaan sampah pun mencari jalan pergi sendiri. Air hujan membawanya ke sungai yang letaknya persis di samping makam. Pemandangan sungai penuh sampah tak terelakkan lagi.

Sampah lari ke sungai foto : Dokpri
Sampah lari ke sungai foto : Dokpri

Persoalan sampah memang menjadi momok di mana-mana. Termasuk di daerah tempat tinggal saya. Tak hanya menyebabkan polusi, keberadaan sampah juga kerap menimbulkan konflik. 

Contohnya lokasi TPA kerap mendapat penolakan warga sekitar. Hal ini terjadi dibanyak tempat. Penolakan warga Bekasi terhadap TPA Bantargebang adalah satu konflik yang sempat terjadi.

Siapa sih yang sudi hidup berdampingan dengan sampah. Bau menyengat, lalat-lalat beterbangan kesana kemari. Ancaman nyata terhadap kesehatan masyarakat maupun lingkungan.

Padahal tiap hari, produksi sampah terus terjadi. Pernahkah, kita menghitung berapa banyak sampah dihasilkan setiap hari?

Di wilayah Kabupaten Karanganyar, tempat tinggal saya, produksi sampah perhari mencapai 160 ton, demikian dituturkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar, Edy Yusworo.

Ini baru sampah satu kabupaten, jumlahnya sudah sedemikian banyak. Lalu seberapa banyak jumlah sampah yang dihasilkan bangsa kita? 

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup,
Volume sampah di tahun 2017 telah mencapai 65,8 juta ton. Jumlah terbanyak adalah sampah organik, sebesar 57%.

Jumlah tersebut diperkirakan terus meningkat seiring bertambahnya populasi. Bahkan Bank Dunia melaporkan bahwa limbah di seluruh dunia bakal tumbuh hingga 70% pada tahun 2050. Hal ini disebabkan oleh urbanisasi dan pertambahan populasi.

Jika tak segera melakukan pengurangan sampah, maka persoalan besar menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat ada di depan mata.

Lingkungan kotor, bau, menjadi sumber bibit penyakit. Pemandangan sampah makin menggunung di TPS/TPA tak pernah usai. Sungai-sungai makin penuh dengan sampah. Makin sulit menemukan sungai berair jernih. Sampah pun akhirnya mengalir ke laut. Menganggu ekosistem laut yang merupakan salah satu sumber pangan bagi kita.

Terbayang, kan, betapa banyak persoalan yang timbul akibat sampah ini.

Jika pada tahun 2016 sampah global berkisar 2 milyar ton maka ditahun 2050 jumlah meningkat menjadi 3,4 milyar ton. Jumlah ini diprediksi melampaui populasi dunia. Mengerikan!

Sampah, Tanggung Jawab Siapa?

Melihat fenomena di atas, saya jadi berpikir, sampah itu tanggung jawab siapa? Mengapa persoalan sampah kerap diperlakukan dengan seadanya. Hanya memindahkannya dari rumah ke TPS dan dari TPS ke TPA. Begitu terus, sehingga jika TPA penuh, solusi paling sering dilakukan adalah mencari TPA baru.

Berbagi metode pengelolaan sampah yang diwacanakan kerap terkendala oleh anggaran yang besar. Akhirnya pengelolaan sampah secara tradisional yang hanya memindahkan sampah ke TPA terus dilakukan.

Selama ini kita mengetahui jika yang bertanggung jawab atas persoalan sampah adalah pemerintah. Dengan menyediakan tempat pembuangan sampah sementara maupun akhir. Padahal tiap individu adalah penghasil sampah maka sejatinya tanggung jawab tersebut menjadi tanggung jawab bersama masyarakat, pemerintah dan swasta.

Menurut Prof. Enri Damanhuri, pakar sampah Institut Teknologi Bandung (ITB), pengelolaan sampah secara moderen itu meliputi tiga hal, yang populer disebut 3R (Sumber):

Reduce, artinya mengurangi penggunaan sesuatu yang bisa menimbulkan sampah. 

Reuse, dengan menggunakan kembali sampah tersebut secara langsung, baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi yang berbeda.

Recyle, mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang baru dan dapat dimanfaatkan.

Contoh perusahaan yang telah melakukan Recycle untuk kemasan botol plastik adalah Aqua. Mengusung konsep Bottle to Bottle, Aqua mengumpulkan kembali botol kemasannya. Kemudian diproses menjadi biji plastik kembali. Biji plastik inilah yang diproses menjadi botol kemasan lagi dan diisi air mineral kembali untuk didistribusikan ke konsumen.

 Namun tidak mudah menerapkan ketiga hal tersebut di lapangan. Mengubah mindset sampah itu nggak berguna sehingga harus dibuang menjadi sampah masih bisa dimanfaatkan, bukan pekerjaan sepele. Membangun kesadaran selalu membutuhkan waktu yang tak sebentar.

Masih menurut Enri, tak ada negara yang berhasil mengelola sampah tanpa melibatkan masyarakatnya untuk memilah sampah.

Jadi, jelaslah bahwa salah satu faktor keberhasilan mengolah sampah dimulai dari individu yang bersedia memilah sampah. Hal yang nampak sepele namun nggak mudah dilakukan. Belum banyak masyarakat memiliki kesadaran memilah sampah sejak di rumah.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa indeks ketidakpedulian sampah masyarakat Indonesia tinggi, sebesar 72%. Sementara itu untuk urusan memilah sampah, baru sekitar 19% saja. Sumber

Rendahnya kepedulian masyarakat dalam mengolah sampah menjadi salah satu penyebab, persoalan sampah tak kunjung usai.

Indonesia sebenarnya telah memiliki payung hukum dalam pengelolaan sampah melalui UU No. 8/2008 namun pelaksanaan di lapangan nyaris tak berarti.

Mengolah Sampah Organik

Adalah warga RW XVII Desa Jaten, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karangnyar setiap harinya harus bergumul dengan sampah yang berserakan dan bau busuk akibat sampah organik. Sampah-sampah tersebut berasal TPS yang saya ceritakan tadi. Komplek perumahan mereka memang dekat sekali dengan TPS.

Sampah itu biasanya akan memenuhi lahan kosong di belakang komplek. Sungguh, pemandangan yang tak enak dilihat.

Atas inisiatif tiga perguruan tinggi yaitu Universitas Muhammadiyah Surakarta, Amikom Yogyakarta, dan Politeknik Semarang diajukanlah proposal ke Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Guna mendapatkan bantuan dana dalam memanfaatkan lahan kosong di belakang komplek agar enak dilihat dan lebih produktif.

Digester pengolah sampah organik foto: Dokpri
Digester pengolah sampah organik foto: Dokpri

Proposal dikabulkan dan bantuan mesin pengolah sampah organik pun diterima. Sekaligus bibit tanaman untuk menghijaukan lahan kosong tersebut. Jadilah, Taman Edukasi dan Pengolahan Sampah Mitra Amanah berdiri dan dikelola masyarakat RW XVII.

Melalui KSM Mitra Amanah, para warga diajak mengumpulkan sampah organik untuk kemudian diolah di mesin Digester kapasitas 12 meter kubik. Sampah organik seperti sisa sayuran maupun buah-buahan dikumpulkan kemudian dicacah dengan mesin pencacah. (Baca: Sumber) 

Proses selanjutnya sampah hasil cacahan difermentasi dengan diberi air agar terjadi pembusukkan. Hasilnya berupa biogas disalurkan ke enam rumah warga untuk keperluan memasak. Sementara sisa pengolahan biogas berupa cairan digunakan sebagai pupuk cair.

Pupuk cair hasil olah sampah organik untuk pupuk di Taman Edukasi foto :Dokpri
Pupuk cair hasil olah sampah organik untuk pupuk di Taman Edukasi foto :Dokpri

Dari pengolahan sampah organik tersebut ada dua hasil yang bisa dipetik yaitu biogas dan pupuk cair. Sampah menjadi bermanfaat ketimbang dibuang dan menimbulkan bau di mana-mana.

Pupuk cair bisa diambil manfaatnya oleh warga untuk memupuk tanaman di Taman Edukasi maupun tanaman di rumah sendiri.

Menurut Suratno, Ketua KSM Mitra Amanah, saat ini hasil dari pengolahan sampah organik dimanfaatkan sendiri dulu belum dipasarkan.

Sementara itu untuk perawatan Taman Edukasi dan Pengolahan Sampah dilakukan bergiliran tiap RT, demikian yang disampaikan pengelola KSM Mitra Amanah, Wahyu saat saya temui kemarin sore (27/8). 

Ibu-ibu yang biasanya rajin, setiap sore yang menyapu dan menyiangi rumput liar. Namun bukan tanpa kendala dalam melakukan perawatan.

Nanam bersama, dirawat bersama dan hasilnya dinikmati bersama foto:Dokpri
Nanam bersama, dirawat bersama dan hasilnya dinikmati bersama foto:Dokpri

Menurut penuturan seorang ibu, kesadaran untuk ikut merawat itu masih kurang. Terbukti yang rajin merawat terbatas pada beberapa orang. Sungguh ini fenomena yang sudah umum sekali. Fakta ini mengonfirmasi data temuan BPS mengenai indeks ketidakpedulian terhadap sampah masyarakat kita yang tinggi.

Di taman edukasi ada taman bacaan sarana belajar anak-anak foto:Dokpri
Di taman edukasi ada taman bacaan sarana belajar anak-anak foto:Dokpri

Upaya warga RW XVII Desa Jaten didukung penuh oleh Juliyatmono, Bupati Karanganyar. Beliau bahkan melibatkan Kades di Kabupaten Karanganyar menandatangani Pakta Integritas untuk mengelola sampah secara mandiri. Pemerintah daerah akan mendukung sarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan sampah. (Baca: Sumber) 

Dengan makin banyaknya kelompok masyarakat yang bersedia mengelola sampah secara mandiri, diharapkan akan mampu mengurangi produktivitas sampah di Kabupaten Karanganyar.

Melihat apa yang dilakukan warga RW XVII Desa Jaten tersebut, sampah sejatinya masih bisa dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Dengan kreatifitas dan ketelatenan sampah organik bisa menjadi biogas dan pupuk cair.

Lingkungan akan bebas dari bau sampah organik. Hasilnya pun bisa dimanfaatkan untuk memasak maupun penghijauan lingkungan sekitar. Lingkungan bersih adalah awal dari lingkungan yang sehat. 

Bumi ini miliki kita bersama jadi pengelolaannya pun menjadi tanggung jawab kita semua.

Sumber : 1, 2, 3, 4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun