Sampah itu biasanya akan memenuhi lahan kosong di belakang komplek. Sungguh, pemandangan yang tak enak dilihat.
Atas inisiatif tiga perguruan tinggi yaitu Universitas Muhammadiyah Surakarta, Amikom Yogyakarta, dan Politeknik Semarang diajukanlah proposal ke Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Guna mendapatkan bantuan dana dalam memanfaatkan lahan kosong di belakang komplek agar enak dilihat dan lebih produktif.
Proposal dikabulkan dan bantuan mesin pengolah sampah organik pun diterima. Sekaligus bibit tanaman untuk menghijaukan lahan kosong tersebut. Jadilah, Taman Edukasi dan Pengolahan Sampah Mitra Amanah berdiri dan dikelola masyarakat RW XVII.
Melalui KSM Mitra Amanah, para warga diajak mengumpulkan sampah organik untuk kemudian diolah di mesin Digester kapasitas 12 meter kubik. Sampah organik seperti sisa sayuran maupun buah-buahan dikumpulkan kemudian dicacah dengan mesin pencacah. (Baca: Sumber)Â
Proses selanjutnya sampah hasil cacahan difermentasi dengan diberi air agar terjadi pembusukkan. Hasilnya berupa biogas disalurkan ke enam rumah warga untuk keperluan memasak. Sementara sisa pengolahan biogas berupa cairan digunakan sebagai pupuk cair.
Dari pengolahan sampah organik tersebut ada dua hasil yang bisa dipetik yaitu biogas dan pupuk cair. Sampah menjadi bermanfaat ketimbang dibuang dan menimbulkan bau di mana-mana.
Pupuk cair bisa diambil manfaatnya oleh warga untuk memupuk tanaman di Taman Edukasi maupun tanaman di rumah sendiri.
Menurut Suratno, Ketua KSM Mitra Amanah, saat ini hasil dari pengolahan sampah organik dimanfaatkan sendiri dulu belum dipasarkan.
Sementara itu untuk perawatan Taman Edukasi dan Pengolahan Sampah dilakukan bergiliran tiap RT, demikian yang disampaikan pengelola KSM Mitra Amanah, Wahyu saat saya temui kemarin sore (27/8).Â