Mohon tunggu...
Ety Handayaningsih
Ety Handayaningsih Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Fulltime Blogger

Ibu Dua Orang Putri | Blogger | http://etyabdoel.com

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Generasi Berencana (GenRe), Generasi Juara

8 Oktober 2014   20:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:52 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu status seorang kawan membuat Saya terhenyak. Beliau bercerita tentang pengalaman kawannya seorang bidan dalam menolong persalinan anak usia sekolah. Menurut Sang Bidan, akhir-akhir ini dia sering menolong persalinan anak SMP/SMA dan Sang Ayah juga masih duduk dibangku sekolah.

[caption id="attachment_327937" align="aligncenter" width="560" caption="status yang bikin terhenyak"][/caption]

Argh, hal ini jadi mengingatkan Saya pada peristiwa masa lalu, seorang tetangga menikah dalam kondisi telah hamil sementara dia belum lulus SMA. Beberapa tahun kemudian seorang tetangga, masih bersekolah di SMP harus menikah dan putus sekolah karena hamil. Semakin muda saja usia menjadi pengantin.

Dalam pikiran Saya berkecamuk banyak hal, diantaranya, bagaimana kehidupan mereka selanjutnya dan masa depan anak yang dilahirkan dalam kondisi demikian. Bukankah berkeluarga itu membutuhkan persiapan yang matang?.

Saya menikah di usia 25 tahun dan usia suami saat itu 28 tahun. Suami sudah memiliki penghasilan dan Saya merasa sudah cukup bekal dalam menjalani peran sebagai istri dan ibu nantinya. Kehidupan perkawinan kami (meskipun dilakukan di usia matang) kadang bergejolak. Persoalan yang kami hadapi ini bisa selesai karena masing-masing dari kami mampu mengelola ego dan berpikir mencari solusi.

Sementara itu, remaja yang harus menikah dini itu pastilah akan menghadapi persoalan lebih kompleks. Masalah ekonomi menjadi hal yang pasti dihadapi karena mereka tidak memiliki penghasilan. Minimnya pengetahuan tentang kesehatan keluarga, cara mendidik anak, menjadi persoalan pelik lain. Tak mengherankan jika ada remaja yang memilih jalan aborsi ataupun membuang bayinya agar tak direpotkan dengan segala persoalan tadi.

Penelitian yang dilakukan oleh Australia National University dan Universitas Indonesia (UI) menyebutkan bahwa angka kehamilan di luar nikah di Indonesia mencapai 20,9%. Fakta ini menurut BKKBN, disebabkan oleh minimnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi.

Padahal hamil diluar nikah memiliki banyak resiko, tak hanya bagi Si Ibu dan anak namun juga bagi bangsa. Akibat Hamil Diluar Nikah


  • Putus sekolah
  • Tidak ada persiapan menjadi orangtua baik secara mental maupun ekonomi
  • Angka kematian ibu dan anak tinggi
  • Kualitas kesehatan yang buruk karena minimnya pengetahuan dan keterbatasan ekonomi
  • Jumlah penduduk yang semakin banyak


Darimana Persoalan Itu Berasal?

Menurut BKKN, tingginya angka hamil diluar nikah pada usia remaja disebabkan oleh minimnya pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi. Para remaja tidak memahami resiko berhubungan seks diluar nikah. Ketidakpahaman ini dipicu oleh belum matangnya mental, emosional dan spiritual para remaja.

Masa remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik, mental, emosional maupun spiritual. Dalam masa ini akan muncul banyak gejolak dalam diri seorang remaja. Jika tak dikelola dengan baik maka akibat negatif akan terjadi, seperti perilaku seks bebas.

Remaja belum mampu memilih mana yang baik dan mana yang tidak karena kelabilan jiwanya. Di sini peran orangtua dan guru penting dalam mendampingi tumbuh kembang remaja yang penuh gejolak.

Ada beberapa catatan mengenai timbulnya perilaku seks bebas di kalangan remaja:


  1. Pendidikan di rumah, pendidikan di rumah adalah bekal penting seorang remaja dalam berinteraksi dengan dunia luar. Ketahanan diri remaja didapat dari pendidikan agama dan pendidikan reproduksi. Agama sebagai pondasi itu menurut Saya tak terbantahkan. Pemahaman agama yang baik akan membentuk perilaku yang baik. Sementara itu pendidikan reproduksi akan memandu anak dalam menjaga diri dari perilaku tidak sehat seperti seks bebas. Namun faktanya tidak semua rumah memberikan pendidikan agama dan pendidikan reproduksi. Sebagian beralasan jika mereka tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang agama dan merasa risih jika harus bicara soal reproduksi.
  2. Pengaruh perkembangan teknologi, internet dan kecanggihan gadget telah merenggut perhatian remaja kita. Banyak ditemui remaja bergagdet canggih (lebih canggih dari milik saya, hahaha). Dari internet yang liar muncullah aneka pengaruh negatif seperti pornografi dalam kehidupan remaja. Mereka mudah mendapatkan konten porno dan mudah membagi kepada kawan-kawannya berkat gadget canggih mereka. Tanpa filter, sudah pasti mereka akan terpapar akibat negatif dari kemajuan teknologi.
  3. Ketidakpedulian Lingkungan Sekitar. Jika mendapati ada remaja hamil di luarnikah atau berperilaku mengarah ke seks bebas seperti jalan bergandengan, duduk berdua-duan, bahkan lebih jauh dari itu, apa yang akan kita lakukan?. Mengecam, menghujat, atau paling banter bilang “amit-amit jabang bayi, semoga anak keturunanku nggak ada yang seperti itu” (tunjuk muka sendiri). Adakah yang kemudian berusaha mengingatkan remaja tersebut?. Jika belum menjadi kesadaran bersama, sulit rasanya menciptakan lingkungan yang sehat untuk tumbuh dan berkembangya para remaja. Taman Jomblo di kota Bandung bisa jadi contoh upaya menciptakan lingkungan yang sehat bagi remaja.


Menikah dan Menjadi Orangtua Butuh Persiapan

"Menikah dan menjadi orangtua itu naluri, nanti juga bisa jalan sendiri."


Jaman dulu mungkin iya tapi hari ini dimana tantangan hidup makin kompleks, persiapan matang itu harus. Beberapa teman Saya memilih menunda memiliki anak meskipun sudah menikah. Mereka ingin ketika punya anak secara mental mereka sudah siap dan bisa menjadi orangtua yang baik.

Persiapan untuk menikah dan menjadi orangtua tersebut antara lain, meliputi :

Persiapan Fisik

Menikah sebaiknya dilakukan diusia dimana sistem reproduksi telah matang. Jika terlalu muda, maka akan ada resiko yang menyertainya. Jika perempuan hamil di usia muda maka kematian ibu melahirkan mengancam jiwa, kelahiran bayi prematur, eklamsia dan rendahnya mutu kesehatan ibu dan anak menjadi ancaman berikutnya.

Persiapan Ekonomi

Orang menikah sebaiknya sudah memiliki penghasilan karena ada biaya hidup yang harus dikeluarkan seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan. Kan ada orangtua yang sanggup membiayai?. Alangkah bijak, jika tidak selamanya bergantung pada orangtua. Kemandirian ekonomi seharusnya jadi pilihan ketika memutuskan menikah.

Persiapan Mental

Diluar persoalan ekonomi, kehidupan pernikahan akan dihadapkan banyak persoalan. Kadang soal beda pendapat, beda latar belakang, yang akhirnya memunculkan perbedaan cara pandang terhadap satu masalah. Kematangan mental akan menjadi kunci dalam menjembatani perbedaan tadi.

Persiapan Spiritual

Menikah itu ibarat melakukan perjalanan panjang. Butuh panduan agar sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Agama hendaknya dipilih sebagai pemandunya, selain itu, kelak ketika menjadi orangtua kita bisa mendidik anak-anak tentang tata cara hidup yang baik.

Persiapan Ilmu

Menikah dan menjadi orangtua butuh ilmu. Sayangnya, tak ada sekolah untuk hal ini. Seseorang yang akan menikah sebaiknya memiliki ilmu dalam menjalankan peran sebagai suami istri maupun pendidik bagi anak-anaknya.

Berdasarkan pengalaman Saya sebagai seorang Ibu, banyak hal yang harus dipahami sebelum seorang perempuan itu hamil. Selain pengetahuan seperti pengetahuan tentang kesehatan pra konsepsi, merawat kehamilan, persiapan melahirkan dan lain-lain, dibutuhkan pula kesabaran dan ketelatenan dalam merawat dan mendidik anak.

BKKBN Miliki Program Generasi Berencana

Tingginya angka hamil diluar nikah pada usia remaja telah membuat pemerintah melalui BKKBN membuat program Generasi Berencana. Program ini bertujuan agar remaja memahami dan mempraktikan pola hidup sehat dan berakhlak, berketahanan dan siap menjadi generasi berencana Indonesia.

Pihak yang menjadi sasaran program Genre adalah:


  • Remaja usia 10-24 tahun dan belum menikah
  • Mahasiswa dan belum menikah
  • Keluarga yang memiliki anak remaja
  • Kelompok masyarakat peduli remaja


Inti dari  program Genre adalah menyiapkan remaja agar memiliki bekal yang memadai mengenai kesehatan reproduksi, memiliki  bekal pengetahuan dalam membentuk keluarga sejahtera.

Generasi Berencana mampu menjalani jenjang pendidikan secara terencana, mendapatkan karir dan berkeluarga dengan terencana pula. Dengan adanya program Genre diharapkan remaja tidak melakukan seks bebas, tidak memakai narkoba dan terhindar dari penyakit HIV/Aids.

Peran Penting Generasi Berencana

Berdasarkan hasil sensus kependudukan  jumlah penduduk usia 10-24 tahun mencapai lebih dari 64 juta jiwa atau sekitar 27,6 % dari total penduduk Indonesia. Jumlah sebesar ini jika tidak dikelola dengan baik maka bisa jadi sumber masalah bagi Indonesia 20 tahun kedepan.

[caption id="attachment_327942" align="aligncenter" width="526" caption="sensus penduduk 2010"]

1412747897732839864
1412747897732839864
[/caption]

[caption id="attachment_327943" align="aligncenter" width="595" caption="jumlah penduduk remaja"]

14127480781236334766
14127480781236334766
[/caption]

Sementara itu angka hamil di luar nikah sampai tahun 2013 seperti disebut oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa membuat miris. Beliau menyebutkan pada tahun 2013 terjadi 600.000 kasus hamil diluar nikah pada remaja usia 10-11 tahun. Sementara itu angka hamil diluar nikah pada remaja usia 15-19 tahun sebanyak 2,2 juta. Ini belum  termasuk kehamilan di usia 12-14 tahun yang belum terdata. Angka ini terus naik setiap tahunnya.

Dari hasil wawancara dengan Ibu Puji Hastuti, seorang bidan yang menjabat sebagai Kepala TU di Puskesmas Masaran 2 menyebut bahwa berdasarkan data kunjungan calon pengantin usia < 18 tahun sebanyak 17 orang, 6 diantara dinyatakan positif hamil berdasarkan tes urine. Sedangkan untuk kelompok umur 19-24 tahun dari 125 orang, 7 diantaranya positif hamil. Apa yang terjadi di Puskesmas tersebut juga menjadi fenomena di banyak tempat.

Keberadaan Generasi Berencana diharapkan mampu menekan angka kehamilan diluar nikah dikalangan remaja yang mengkhawatirkan. Generasi Berencana memiliki bekal yang cukup untuk bisa mengambil keputusan-keputusan hidup berdasarkan kebenaran dan kejujuran. Mereka tentu bisa menilai bahwa seks bebas dan narkoba adalah pilihan buruk bagi hidup mereka.

Secara lebih luas Genre akan membantu mewujudkan visi BKKBN yaitu “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015”. Sebagaimana menjadi perhatian BKKBN selama ini untuk menghasilkan penduduk atau keluarga yang berkualitas dan sejahtera. Tidak hanya besar dalam sisi jumlah namun juga sejahtera dari sisi ekonomi.

Untuk mewujudkan hal ini tentu dibutuhkan lebih dari sekedar “ngelus dada, ngelus bathuk (dahi) dan ngelus dengkul (lutut) seperti kata kawan Saya. Butuh upaya nyata seperti menyiapkan Generasi Berencana agar bisa menjadi Generasi Juara, generasi yang berkualitas, mandiri secara ekonomi dan berakhlak baik.

Sumber :

http://www.academia.edu/6731353/Genre_Generasi_Berencana_

http://www.bkkbn.go.id/kependudukan/Pages/DataSensus/Sensus_Penduduk/Penduduk/Jumlah_Penduduk_2010/Nasional.aspx

Wawancara dengan Puji Astuti, Kepala TU Puskesmas Masaran 2, Sragen, Via inbox FB.

http://surabaya.tribunnews.com/2014/06/08/remaja-hamil-diluar-nikah-mencapai-22-juta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun