Jepang tercatat di urutan keempat dari lima negara pengonsumsi batubara terbesar di dunia (2010) setelah India, Amerika Serikat, dan Tiongkok. Afrika Selatan berada di posisi kelima (sumber: Director Coal Division Natural Resources and Fuel Department Agency for Natural Resources and Energy).
Uniknya, walau menduduki peringkat lima besar sebagai negara konsumen batubara, Jepang lebih mendunia dengan sumber energi baru terbarukan. Jika Kompasianer berkunjung ke Jepang, kalian akan melihat solar panel di area yang maha luas. Bukan di Tokyo tentunya. Jejeran solar panel dengan beragam ukuran saat saya melintasi jalur kereta menuju Hokkaido dan ke arah Hiroshima dan Nagasaki. Berkesempatan menjejakan kaki di kota Atomic Bombings Hiroshima dan Nagasaki, izinkan saya mengajak traveler berkelana ke Gunkanjima, pulau yang dikenal angker.
“Ah you are here… “
Agak sedikit membungkuk saya pun meresponsnya.
“Alright, Arigato gozaimasu”
Sesaat kemudian, saya baru menyadari ternyata si bapak mengikuti saya hanya dengan maksud memastikan saya sampai di tempat tujuan.
God Bless you maannn!!!
Setelah membayar 4,300 yen dan tanda tangan “safety rules and regulation” kami menunggu waktu keberangkatan yakni pukul 1 siang. Saya memang sengaja datang lebih awal. The Gunkanjima Concierge* adalah salah satu travel agent yang memiliki akses menuju pulau ini. Ada dua kali penyeberangan dalam sehari yakni pagi dan siang. Keberangkatan tergantung cuaca pada hari itu.
Gunkanjima dulunya sebuah pertambangan batu bara bawah laut. Lokasi tambang berada pada 300kaki dari permukaan laut. Situs tambang milik Mitsubishi ini aktif beroperasi selama 87tahun yaitu sejak tahun 1887 hingga tahun 1974.
Riwayat yang tersiar bahwa gedung bertingkat di Jepang, pertama kali dibangin di Gunkanjima. Ada sembilan gedung tinggi dibangun pada tahun 1916. Gedung apartemen, hotel, sekolah, pusat kebugaran hingga restoran.
Gunkanjima dikelilingi lautan yang berbahaya. Arus ombak sangat kuat. Perjalanan dari pelabuhan Okinawa membutuhkan 40 menit dengan kapal. Sang Kapten membawa kami berkeliling Gunkanjima sebelum ABK kapal lempar jaring.
Tak ada yang boleh melipir tanpa pengawasan guide. Padahal saya sangat berhasrat memasuki gedung apartemen yang memiliki tangga berbentuk XX dan melihat onsen versi Gunkanjima.
Gedung bata merah adalah “Main Building” daerah tambang. Semacam pusat perkantoran. Lalu ada juga tempat tinggal para pekerja dan keluarga. Namun tidak ada kisah tragis pekerja paksa asal korea seperti dalam film The Battleship.
Area tambang bawah laut ditutup. Tahun 2009 Gunkanjima benar-benar ditutup untuk umum. Reruntuhan bangunan di pulau ini mirip dengan Acropolis di Yunani. Setelah melalui drama yang panjang pada Juli 2015 Gunkanjima akhirnya ditetapkan UNESCO sebagai World Heritage.