Hutan rakyat di Indonesia terutama pada daerah-daerah kota cukup banyak terfragmentasi. Pernyataan mengenai keharusan lahan-lahan ini menjadi lebih utuh atau pun terfragmentasi sebenarnya juga masih menjadi pro dan kontra. Terdapat berbagai faktor yang memengaruhinya. Terutama dari segi pengelolaan hutan rakyat yang  banyak dipengaruhi karakateristik wilayahnya termasuk faktor sosial dan ekonomi. Berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 2014 hutan rakyat di Indonesia mencapai 34,8 juta dengan potensi kayu Pulau Jawa sebesar 78,7 juta meter kubik, dan diluar Pulau Jawa 912 juta meter kubik (Susetyo 2021).
Ternyata sejak tahun 1993 hingga 2009 jumlah hutan rakyat meningkat mencapai 2,7 juta hektare yang dapat berdampak pada usaha makro dan industri-industri. Saat ini melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 9/2021 tentang pengelolaan perhutanan sosial, hutan rakyat diatur di pasal 84 dan 85 bagian 6 paragraf 6 pemilik hutan rakyat yang terdaftar akan memperoleh bantuan sarana produksi dan atau bantuan pendampingan dalam mengelola hutan mereka. Untuk menjamin kecukupan tutupan hutan di wilayah provinsi, gubernur menyampaikan laporan luas hutan yang telah diregistrasi kepada Menteri Lingkungan (Susetyo 2021).
Pada proses pembentukan desain manajemen ini, petani hutan rakyat menjadi subyek yang penting, karena memainkan peran langsung ditingkat tapak. Kemudian proses yang berjalan dari hulu ke hilir menjadi penting untuk diperhatikan.
Berdasarkan penelitian dari Amriuddin (2019) faktor yang perlu diperhatikan mulai dari proses pengadaan bibit, aktor kunci, hingga kemitraan. Berbagai faktor tersebut dapat menjadi berdampak positif dipengaruhi kelembagaan yang kuat (North 1990; Rodgers 1994 dalam Nursidah et al. 2012). Berdasarkan berbagai potensi dan faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan pengelolaan hutan rakyat, terfragmentasinya lahan dalam skema pengelolaa hutan rakyat ada dapat dibuat desain manajemennya.
Pada desain lahan yang terfragmentasi, pendekatan dari konsep lanskap dan yuridksi perlu diperhatikan. Proses pengambilan keputusan pada lahan-lahan terfragemtasi ini dapat melalui multiple objective decision making dengan goal programing.Â
Hal ini karena pada goal programing keputusan untuk dapat memiliki tujuan yang lebih dari satu sangat mungkin dilakukan, terutama alternatif yang dihasilkan terbatas. Tentu diperlukan keahlian tertentu dalam melakukan metode ini. Proses transdisiplin ilmu juga menjadi penting untuk pelibatan semua sektor mulai dari tahap awal pembuatan kebijakan hingga proses penerapan. Lahan yang terfragmentasi tidak serta merta diputuskan secara sederhana tentang bagaimana menyatukan lahan-lahan tersebut. Namun, penemuan solusi bagaimana mengoptimalkan lahan-lahan yang terfragmentasi tersebut.Â
Pada sisi kemitraan, menajemen dalam proses bisnis kemitraan memegang peran penting. Pada proses ini kelembagaan dari petani haruslah juga sudah form dan kuat. Hal ini tentu akan berdampak pada berbagai faktor terutama kelesatarian usaha dan kelestarian hutan (Hardjanto 2012).
Pada proses kemitraan industri memegang peran penting sebagai tempat untuk penyaluran hasil hutan. Pada proses ini penting juga untuk pemerintah mengambil peran dalam menetapkan kebijakan yang tidak merugikan keduanya. Pada proses bisnis kemitraan mulai dari proses pembibitan, pemananaman, hingga pemanenan perlu bermitra dengan aktor-aktor yang tepat dan memilki kepentingan yang sama. Lokasi dan kepentingan industry juga menjadi penting diperhatikan terutama dilihat dari lokasi hutan rakyat yang terfragmentasi dan memerlukan akses termudah dalam menyalurkan hasil hutannya.Â
Pada manajemen kebijakan dan pemerintah juga perlu dilakukan. Proses pembentukan kebijakan dan hasil dari suatu kebijakan pemerintah akan berdampak besar pada proses pengelolaan hutan rakyat. Kondisi yang berbeda tiap wilayah dari hutan rakyat terfragmentasi memerlukan peraturan yang dapat diterapkan lebih memerhatikan aspek tersebut.Â
Collaborrative governance dapat ditempuh untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lahan. Penelitian oleh Azis et al. (2021) menemukan pada proses kolaborasi ini ternyata diperlukan adanya desain kelembagaan yang kuat, kepemimpinan lembaga pemerintah daerah, dan komitmen yang kuat dalam mewujukan kolaborasi dari pemerintahan. Berbagai faktor ini perlu dimanajemenkan dengan baik untuk dapat mencapai kolaborasi yang baik.Â
Tahap paling penting manajemen sumber daya manusia. Pada kondisi lahan yang terfragmentasi penting bagi petani hutan rakyat untuk tahu betul potensi hutannya dan bagaimana karakteristik wilayahnya. Artinya ketika petani hutan rakyat memiliki informasi yang mumpuni baik dari segi pengetahuan maupun pengalaman dalam melihat potensi dari lahannya. Pengetahuan dan pengalaman ini akan memberikan pengambilan keputusan terbaik untuk memanfaatkan potensi sebanyak-banyaknya dengan berbagai sumber daya yang ada sesuai karaktetistik masing-masing.Â
Manajemen manusia dalam setiap proses pengelolaan hutan rakyat menjadi penting. Pada proses aktor pembuat kebijakan yang akan berdampak pada peraturan yang dihasilkan dan diberlakukan. Selanjutnya Terkait aktor yang berada di industri yang bermitra dengan petani hutan rakyat juga menjadi penting untuk menjaga iklim bisnis yang optimal. Berbagai aktor ini perlu diikat oleh modal sosial yang baik. Modal sosial yang terdiri dari kepercayaan, jaringan, dan norma dapat menghubungkan pada kapastitas dari petani hutan rakyat sehingga terbentuk tanggung jawab publik (Putnam 1993).Â
Berdasarkan Hardjanto et al. (2012) pengetahuan dan pengalaman pada pengelolaan hutan rakyat akan berdampak pada jaringan kerjasama berlangsung yang diikat oleh kepentingan para pihak dan kepentingan ini diikat oleh usaha hutan rakyat terutama dalam mendapatkan keuntungan. Berbagai hal ini merupakan bagian dari modal sosial tersebut berada.
RUJUKANÂ
Amiruddin, Sukardi, Yakin A., Sa'diyah H., dan Mudhofir MRT. 2019. Faktor kunci dalam pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Lombok Barat. Jurnal Penelitian Kehutanan. 4(2): 129- 140.Â
Azis A., Sugiarti C., Ramdani R. 2021. Collaborative governance dalam upaya meningkatkan kinerja sektor pertanian. Jurnal Manajemen. 13(4): 647-653.Â
Hardjanto, Hero Y., Trison S. 2012. Desain kelembagaan usaha hutan rakyat untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kelestarian usaha dalam upaya pengentasan kemiskinan masyarakat pedesaan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 17(2): 103-107.Â
Nursidah, Nugroho B., Darusman D., Rusdiana O., Rasyid Y. 2012. Pengembangan institusi untuk membangun aksi kolektif lokal dalam pengelolaan hutan kawasan lindung SWP DAS Arau, Sumatera Barat. 18(1): 18-30.Â
Putnam R., Leonardi R., Nanetti RY. 1993. Making Democracy Work: Civic Transition in Modern Italy. Princeton, NJ, USA: Princeton University Press.
Susetyo PM. 2021. Potensi ekonomi hutan rakyat di luar kawasan hutan negara kita mengenal hutan rakyat. potensi ekonomi kayu dan hasil hutan lainnya besar.Â
Forest Digest. [diakses pada 19 Desember 2022]. https://www.forestdigest.com/detail/1181/beda-hutan-rakyat-dan-hutan-tanaman-rakyat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H