Suatu hari, ketika bel istirahat berbunyi, aku mendekati teman pria yang rumahnya di dekat sekolahku. Dia sering belajar denganku. Ku katakan bahwa nanti pulang sekolah aku mau ke rumahnya dan mengerjakan PR hingga selesai. Dia senang sekali. Ku jelaskan bahwa aku perlu uang untuk hidupku dan adik-adik, maka aku akan menjadi gurunya. Dia tersenyum dan mengangguk-angguk.
Siang itu ibunya Prapto temanku itu ada di rumah dan beliau sanggup membayarku setiap Minggu. Aku disuruh setiap pulang sekolah ke rumahnya. Alhamdulillah aku tiap datang mendapat makan siang dan tiap pulang diberi bungkusan lauk. Rumahku sejauh 3 Km dari sekolah dan aku berjalan kaki, itu hal yang biasa bagiku.
Kata ibunya Prapto:"Bu guru kecil, kalau bu guru bisa peringkat 1 dan Prapto peringkat 2 atau 3, maka saya akan membayar mahal dan memberi apapun yang diperlukan oleh bu guru, Sanggupkah bu guru?"
"Insya Allah bu, saya harus berusaha untuk bisa."
Ibu itu tersenyum dan menciumku, kemudian aku segera pulang. Sampai di rumah semua sudah menunggu bungkusan lauk yang ku bawa. Ibu sudah memasak nasi, membuat sambal, dan merebus kangkung yang dipetik dari halaman belakang. Aku selalu tak mau lauknya, karena tidak cukup. Toh makan siang di sana sudah ada lauknya.
Alhamdulillah akhirnya aku bisa peringkat satu dan Prapto peringkat 3. Sebelumnya aku jarang belajar, tidak pernah mendapat peringkat. Wali kelasku guru Fisika, Ibu Soewarni menangis melihat aku tekun sekali belajar dan bekerja hingga bisa peringkat satu. Aku tak mau cengeng, aku sudah tak boleh nakal lagi, tak boleh main layang-layang, hehehe. Aku menjadi kaya saat itu, maksudku honorku besar dan aku berani melarang ibuku untuk tidak menikah lagi. Setiap Minggu uang kuberikan ibu. Ibuku akhirnya diterima bekerja di kantin dan selalu membawa makanan untuk sehari.
Karena aku selalu mendapat peringkat, maka dapat diterima di SMAN 5 Surabaya yang hingga sekarang tergolong SMA favorit, alhamdulillah. Aku sudah memiliki sepeda engkol. Sepulang sekolah aku keliling dari rumah ke rumah memberi les privat. Muridku SD dan SMP; setiap hari pulang ke rumah sekitar jam 9 malam. Waktu itu jalanan banyak yang gelap, penduduk Surabaya belum sepadat sekarang. Kelas 2 dan 3 SMA, aku memberi les anak SMA kelas 1. Benar kata ibu dan guruku, "Tiada sesuatu yang sulit kalau kita tak menganggapnya sulit." Rapor SDku nilainya hampir semua 6, sedang nilai SMP dan SMA hampir semua 8 dan 9, alhamdulillah.
Begitulah secuil cerita perjuangan hidupku. Akhirnya aku menjadi guru, karena sebenarnyalah aku ini sudah menjadi bu guru kecil sejak SMP, hehehe .... lucu juga. Kok bisa ya, ehmm ... itulah hidup. Allahu Akbar, Allah Maha Besar. Alhamdulillah sampai dengan wafatnya ibu pada usia 72 tahun, ibu tidak menikah lagi. Kami semua bisa sekolah yang S-2 kakak dan aku, lainnya S-1, namun seorang adik yang SMK tidak mau kuliah, karena pandai memasak dan lebih suka berjualan makanan. Seorang adik lagi amat pandai namun hanya lulus SMP, sekarang anak cucunya pandai-pandai. Alhamdulillah, memang benar, "Tiada sesuatupun yang sulit dalam hidup ini, asal kita tak menganggap hal itu sulit." Allahu Akbar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H