Mohon tunggu...
Etis Nehe
Etis Nehe Mohon Tunggu... -

Memperhatikan, Merasakan, Memikirkan, Merenungkan, Menuliskan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemimpin Berotak Jeroan [Ere Mbetu’a Ebua, Ere Mbetu’a Asolo]

17 September 2015   14:39 Diperbarui: 17 September 2015   14:39 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kembali ke soal makna Ere dan betu’a dalam ngenu-ngenu itu. Setidaknya terdapat tiga hal.

Pertama, betu’a ebua dan betu’ asolo itu meski enak kalau sudah diolah, tapi dalam tradisi dan budaya Nias, tidak akan pernah dijadikan bagian sajian untuk tamu atau orang-orang terhormat. Anda kalau ke Pulau Nias, dalam setiap acara, akan melihat para tokoh agama dan para pemimpin pemerintahan akan mendapatkan bagian terhormat dari daging babi, yakni kepala dan rahang. Selanjutnya bagian lainnya tergantung posisi tamu dalam acara itu. Tapi, mereka tidak akan pernah mendapatkan sajian jeroan, apalagi di depan publik. Kalau itu terjadi, maka itu serta merta dianggap sebagai penghinaan. Kalau jaman dulu, bisa memicu pertumpahan darah. Tapi, pemimpin atau Ere yang tak tahu diri dan serakah, tidak mau tahu soal itu. Bahkan, jeroan pun yang biasanya jadi jatah pekerja di bagian konsumsi disikatnya habis.

Kedua, seperti dikatakan pada kalimat: andre ni ilania abuso ya. Ini masih terkait dengan yang pertama, yang penting dia kenyang. Orang seperti ini dalam istilah lain sering dinamai manusia yang ‘otaknya di perutnya.’ Yang penting makan, dan kenyang. Yang penting semua yang enak, kebaikan dari jabatan kepemimpinannya itu direngkuh habis, menjadi jatahnya. Yang lain, persetan. Semua dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri. Kemaruk dalam istilah lainnya lagi.

Ketiga, ini juga terkait kenikmatan. Pemimpin seperti ini, tak cuma hanya mementingkan kenyangnya perutnya, tapi juga dipikat dan diikat oleh kenikmatan dari apa saja yang memuaskan hasratnya, termasuk yang masuk ke perutnya melalui jabatan kepemimpinannya, baik langsung ataupun tidak langsung.

Ini juga bisa membantu kita mengerti kenapa banyak yang mati-matian berusaha menjadi atau tetap ingin jadi pemimpin, khususnya di politik. Memimpin itu sarat nikmat, kawan! Bahkan, bila berujung masuk penjara pun, di sana pun akan tetap merasakan nikmatnya hidup, apalagi di penjara-penjara yang sangat ‘bersahabat’ dengan para koruptor seperti banyak kita dengar di berbagai berita selama ini.

Kesimpulan akhirnya, pemimpin jenis ini, sejatinya, bukanlah pemimpin yang sebenarnya. Bukan pemimpin yang diharapkan. Bukan pemimpin yang Anda butuhkan untuk memimpin kehidupan Anda. Entah itu di lembaga keagamaan, pemerintahan atau organisasi sosial apapun.

Bukan pemimpin yang diimpikan. Tapi pemimpin siluman. Pemimpin penuh tipuan. Pemimpin penuh sandiwara. Pemimpin yang pintar bersiasat. Pemimpin yang culas. Pemimpin yang menghalalkan segala cara. Pemimpin yang otaknya di perutnya atau sebaliknya perutnya di otaknya. Pemimpin yang fokusnya memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya.

Pemimpin yang memanfaatkan masyarakat untuk menyalurkan hasrat liar politiknya. Pemimpin dengan keahlian berpura-pura tingkat tinggi. Pemimpin dengan nyali over dosis. Pemimpin yang telah putus urat malunya. Pemimpin yang menyodorkan tangan kanan bersalut madu untuk menyalami, lalu menimpa dengan tangan kirinya sebagai tanda keakraban namun sebenarnya mentransmisikan racun yang mematikan secara perlahan. Pemimpin dengan kemampuan sulap dan silat lidah tingkat tinggi. Pemimpin maling, rampok. Pemimpin korup. Pemimpin penuh tipu daya.

Pemimpin yang berhasil dan mahir membuat (mengelabui) orang-orang sederhana, tak berpendidikan dan miskin sampai merasa sangat memerlukan dan membutuhkan dia pada saat dimana sebenarnya dia sedang membutuhkan orang-orang itu untuk memberi suaranya agar dia menjadi pemimpin.

Pemimpin yang mukanya berseri-seri setiap jelang Pilkada (biasanya di setiap pemilu, banyak wajah yang tiba-tiba kelihatan lebih ganteng, mulusnya bahkan ‘licin’, dan punya senyum lebih manis dari biasanya, berkat kecanggihan teknologi aplikasi olah foto di computer), namun sebelum dan apalagi setelah menjabat ternyata penuh bopeng, garang dan kejam. Seorang raja tega yang tak akan segan-segan mengorbankan siapa saja bila dia telah meraih posisinya untuk menyelamatkan dirinya. Pemimpin dengan kualifikasi pembunuh berdarah dingin.

Ciri-ciri dan karakteristik pemimpin seperti ini bisa ada pada siapa saja. Tidak peduli apakah dia mantan pemimpin, yang sedang memimpin (petahana) ataupun yang baru menawarkan diri jadi pemimpin. Apakah di Pulau Nias ataupun di seluruh Indonesia, potensi ini ada di setiap tempat, pada setiap orang, pada setiap kesempatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun