Sebentar lagi lebaran. Ada yang beda dengan lebaran tahun ini. Â Karena pandemic covid-19, kami sekeluarga tidak bisa mudik ke kampung halaman. Saya yakin, banyak juga keluarga keluarga yang lain yang memutuskan tetap tinggal di rumah untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Meskipun di sisi lain ada juga keluarga yang memutuskan untuk mudik dengan banyak pertimbangan tertentu
Pagi ini tidak sengaja saya membuka you tube dan menemukan lagu "wiwit aku isih bayi".
Tembang yang sering saya dengar ketika masa kanak kanak, dilantunkan dengan merdu oleh ibu. (Saya baru menyadari ternyata lirik tembang ini di tembangkan dengan nada yang hampir sama dengan lagu ibu pertiwi).
"Wiwit aku isih bayi,wong tuwa sing ngopeni
Nganti tumeka saiki, lair batin gemati.
Mangkat sekolah aku disangoni,
Sandhang pangan wus mesthi.
Mula aku kudu ngerti, mbangun turut ngajeni.
Keparenga amba matur dhateng bapak lan ibu.
Nyuwun berkah lan pangestu, Amrih langgeng rahayu.
Atur panuwun mbo kekalih, Kinanthen sembah bekti.
Sageda nulad tresnanta, guyup rukun slaminya"
Sebelum tidur, biasanya ibu mendongengkan cerita klasik atau cerita tentang riwayat nabi-nabi. Atau sekedar menyanyikan lagu lalu sendu termasuk lagu "Wiwit aku isih bayi" untuk mengantarkan tidur kami hingga pulas. Lirik lagu ini begitu membekas dalam benak dan hati saya hingga kini. Hingga tidak terasa lamunan saya sampai ke jaman kecil yang penuh dengan kenangan bersama saudara-saudara sekandung saya. Lamunan saya sampai pada , bagaimana kedaan ibu sekarang? Bapak? Apakah sehat?Â
Saya belum telepon minggu ini. Kangen rasanya. Walaupun jarak menjadi dekat karena bisa bertatap muka di handphone dalam jaringan, namun entah mengapa, perasaan saya seperti tercabik cabik. Apakah karena menjelang malam takbiran yang berbeda? Membayangkan bapak dan ibu hanya berdua di rumah tanpa anak anak dan cucu cucu termasuk saya?Â
Yaa... biasanya kami bergantian pasti sudah ada yang menemani ibu dan bapak untuk menyambut lebaran di rumah kami di kampung. Sekedar membantu menyiapkan segala keperluan untuk ibu dan bapak menyambut lebaran. Sekarang, terbayang, masak apakah ibu? Siapa yang membantu? Kekhawatiran berkecamuk jangan sampai ibu kecapean.
Mendengarkan lagu itu sekali lagi... lagi ... dan lagi.... Semakin hanyut aku masuk dalam kenangan kecil bersama ibu dan bapak. Semakin pecah tangisku entah kenapa.
Lagu ini sarat makna. Kurang lebih begini artinya....
Sedari aku masih bayi, orang tua yang memelihara
Sampai sekarang pun, selalu memperhatikan.
Berangkat sekolah di bawakan bekal
Pakaian dan makanan selalu dipastikan ada.
Sehingga sudah seharusnya saya mengerti, membangun rasa hormat.
Ijinkan saya menyampaikan harapan untuk ayah dan ibu
Semoga berkah dan terpuji selamanya
Terima kasih untuk keduanya, terimalah salam baktiku.
Semoga cinta damai selamanya.
Bapak ibu, saya dan keluarga tidak bisa pulang lebaran tahun ini. Saya lan keluarga ngaturaken sembah ngabekti dumateng Bapak soho ibu, ugi nyuwun pangapunten ing sadeleme manah dumateng sedaya agengipun kelepatanipun tindak tanduk ingkang katingal menapa mboten katingal. Mugi Bapak Ibu kerso maringi agunging samudro pangaksami. Kawulo dan keluargo nyuwun berkah soho pangestu. Â
Lagu "Wiwit aku isih bayi" yang selalu mengingatkan saya akan kasih sayang Bapak Ibu.
Jakarta, 22 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H