Mohon tunggu...
Saepudin Zuhri
Saepudin Zuhri Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik

Belajar mendidik diri

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sibuk Berbagi, Bukan Panik Membeli

2 Mei 2020   07:38 Diperbarui: 2 Mei 2020   08:04 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana Ramadan ditahun sebelumnya, di awal Ramadan, pusat-pusat belanja menjadi padat. Penuh dan berjejalan manusia, yang sedang menyiapkan berbagai kebutuhannya dalam menghadapi puasa yang akan di jalaninya. Kondisi yang sebenarnya akan menjauhkan diri dari  nilai-nilai puasa itu sendiri. Bukankan makna awal puasa adalah menahan diri? Namun mengapa syahwat belanja dan berlebihan justru di umbar.

Di tengah wabah yang masih dikendalikan, ramadan tahun ini juga tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Penuhnya pusat-pusat belanja masih tetap terlihat, tetapi kondisinya semakin memprihatinkan. Jika di tahun sebelumnya, belum dikenal istilah panic buying, maka ramadan sekarang istilah itu begitu populer. 

Istilah yang membuat miris, karena di tengah akibat wabah yang menyebabkan sebagian besar masyarakat menurun kondisi ekonominya. Justru ada sekelompok orang, yang membeli bahan makanan dan kebutuhan hidupnya dengan sangat berlebihan. Jika tidak mau disebut rakus.

Sikap tegas dan cepat pemerintah dalam mengatasai panic baying agar tidak menjadi kerusuhan sosial, patut kita apresiasi. Sehingga berlebihan dalam belanja itu, tidak menjadi wabah. 

Selain peran serta berbagai pihak. Hal ini dapat ditemui di beberapa pusat belanja yang membatasai pembelian kebutuhan pokok. Meskipun tetap saja dengan berbagai cara. Mereka yang ketakutan itu masih tetap memuaskan keinginannya dalam berbelanja, dengan bergantian diantara anggota keluarga untuk menumpuk makanan.

Panic buying tentu saja hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berlebih, saat mereka ketakutan tidak ada makanan. Boleh jadi, disekeliling mereka ada orang yang bukan lagi takut tidak ada makanan. Mereka justru sudah berhari-hari menahan lapar karena tidak ada makanan. 

Mereka yang hanya menyaksikan dari jauh, dengan hati yang terluka. Lebih menyakitkannya, tumpukan makanan yang semula disiapkan, seringkali terbuang karena kadaluarsa, atau perut yang sudah tidak muat. Makanan menjadi mubazir, padahal di sudut lain ada sosok insan yang sedang menahan sakitnya lapar.

Sudah selayaknya kita tersadar bahwa sikap berlebihan dalam menimbun sesuatu selain melukai oranglain juga merugikan diri sendiri. Tengoklah nasib para penimbun masker medis, hand sanitizer, serta alat pelindung diri lainnya. Kini, dengan keuntungan yang telah didapatkan. Kerugianpun harus mereka telan karena harga masker medis menurun tajam. 

Banyak pihak yang begitu kesal terhadap sikap mereka, yang hanya memikirkan keuntungan di tengah penderitaan oranglain. Bahkan, yang membuat miris ulah mereka menyebabkan para pahlawan medis begitu kesulitan dalam melindungi diri karena peralatan yang langka dan mahal. Bahkan disinyalir beberapa tenaga kesehatan gugur salah satunya selain karena memang sudah ketentuan Tuhan, juga karena keterbatasan pelindung diri yang digunakan.

Daripada melakukan panic buying, sibuk menimbun makanan, lebih indah dan dapat dipastikan lebih membahagiakan jika lebih sibuk untuk berbagi. Ramadan adalah bulan sedekah, bulan berbagi kebahagiaan. Daripada kemudian makanan menjadi kadaluarsa dan terbuang percuma, lebih baik dan mengundang cinta Ilahi. Jika makanan itu diberikan pada yang membutuhkan. Yakinlah, bahwa senyum kebahagiaan mereka yang sangat membutuhkan itu, pasti akan membuat kita semakin bahagia. Mari berbagi dan raih cinta Ilahi di bulan suci.

9 Ramadan 1441 H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun