Mohon tunggu...
Saepudin Zuhri
Saepudin Zuhri Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik

Belajar mendidik diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kecerdasan yang Beracun

12 April 2020   14:59 Diperbarui: 12 April 2020   15:00 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'Guru Besar Fisika Universitas terkenal ditemukan tak bernyawa di apartemennya' headline berita online itu di forward di hampir WA (WhatsApp) grup yang kumiliki. Semuanya bertanya tentang kebenaran berita itu.

Sebelum mereka bertanya, sebenarnya aku masih mencoba mengkonfirmasi kebenaran berita itu dari asistennya. Tapi, Bang Irman, asistennya tidak menjawab. Telepon, WA bahkan instagramnya pun tidak ada respon.

Berita kebenaran meninggalnya Guru Besarku kuyakini sebagai informasi valid setelah situs resmi Kampus Universitas Sains Utama mengucapkan belasungkawa.

Sungguh kehilangan yang besar bagi kampus dan tentu kami mahasiswanya. Beliau adalah seorang guru besar yang rendah hati dan tidak pelit berbagi ilmu. Selain kebermanfatan ilmunya yang tidak saja terasa oleh akademisi, tetapi juga pemerintah daerah dan pastinya lingkungan sekitar rumahnya.

Tak sedikitpun dalam benakku, ia akan meninggal dengan tragis. Apalagi sepengetahuanku beliau tidak memiliki musuh. Sebagai dosen senior, beliau sangat kami hormati. Kebaikan beliau cukup dikenal, hingga Pak Dani, cleaning service di laboratorium sampai sesenggukan menangis karena kini lelaki tua yang sudah seperti ayahnya telah berpulang

Beliau adalah dosen pembimbingku saat S1, dan S2. Bahkan saat ini, beliau juga merupakan promotor utama dalam studi S3. Kedekatan dengan beliau seperti kedekatan seorang anak dan ayahnya. Dan itu hampir dirasakan oleh semua yang dekat dengannya, murah senyum, senang bercanda dan yang pasti beliau sangat dermawan.

Setiap ada projek penelitian, yang pastinya kami diikutsertakan, honor beliau selalu minta untuk di bagikan ke semua staff di Departemen Fisika Murni. Otomatis do'a agar beliau selalu sehat, berkah dan berumur panjang adalah hal yang biasa, selain ucapan terima kasih.

Teka-teki siapa pembunuh beliau, menjadi topic yang selalu muncul pada setiap berita TV. Juga kami, mahasiswa beliau yang menerka-nerka siapa sebenarnya yang tega membunuhnya.

Polisi sangat hati-hati dan bekerja keras, karena walau bagaimanapun Profesor Harun adalah orang penting, dan sangat dekat dengan kepala daerah. Bahkan, setingkat Kapolda begitu perhatian terhadap kasus pembunuhan ini.

Akhirnya, siaran pers tentang siapa pembunuh dan motif pembunuhan Profesor di gelar oleh pihak kepolisian. Dan... pembunuhnya adalah mahasiswanya sendiri,......inisial SR. Wajahnya begitu tenang, seperti tidak ada penyesalan.

"Bukannya itu Sam!" Bang Irman asisten Prof, mengenali pelaku itu

"Bener Bang, itu Sam!"

"Tega sekali dia yach, apa salah Prof?"

"Pantas... dari kemarin dia selalu nanyain Prof!"

"Maksud Abang?" aku penasaran

"Tiga hari yang lalu, dia datang ke lab, menanyakan dimana Prof, wajahnya waktu itu kayak yang agak emosi. Tapi Abang tidak terlalu peduli.. lagian dia sering mangkir kalau disuruh ke Lab!"

"Abang bilang saat itu, Prof lagi nguji penelitian di Kampus lain"

"Ok... nanti saya cari itu si Prof" jawab dia

"Hei apa maksudnya manggil Si Prof, Sam?" Abang heran

"Ngga apa-apa ........!" Sam langsung meninggalkan ruangan.

Sam, adalah mahasiswa akhir sarjana Teknik Fisika. Aku tidak terlalu mengenalnya, walaupun banyak yang mengatakan dia adalah mahasiswa yang cerdas.

Tapi aku tak menyangka dia akan melakukan hal yang demikian keji sama dosennya sendiri.

"Motif pelaku adalah sakit hati........ya sakit hati katanya, karena ada satu nilai dari Almarhum Profesor adalah B, sedangkan menurutnya dia layak dapat A!" Humas Kapolda menjelaskan motif pembunuhan.

"Hah......gara-gara nilai, gila tu si Sam!" celetuk Bang Irman

"Ya Alloh, Sam segitunya.. emang nilai setara dengan nyawa...!" aku menimpali

Peristiwa pembunuhan Prof semakin ramai diberitakan apalagi setelah ditemukan bukti bahwa pembunuhnya adalah mahasiswanya sendiri.

Publik begitu penasaran dengan sosok Sam, sang pembunuh yang tidak punya hati. Dalam catatan akademis memang hampir semua nilai Sam, seluruhnya A, dan satu-satunya B adalah nilai dari Prof. Harun.

Tapi, setahuku Prof adalah dosen yang objektif, bahkan menurutku terlalu baik. Nilaiku semuanya dari Prof adalah A. Sedangkan mahasiswa yang lain bervariasi, antara A, B dan yang terkecil C. Tapi selama ini mahasiswa tidak pernah ada yang complain, karena nilai segitu sudah merupakan nilai yang cukup.

Hampir seminggu keheranan kami belum terobati. Mengapa hanya karena nilai, Sam begitu tega menghilangkan nyawa salah seorang yang kami sangat sayangi.

Tapi, biarlah itu menjadi rahasia Prof, mengapa mahasiswa yang katanya cerdas itu justru mendapat nilai B, dan berujung pada hilangnya nyawa beliau.

Kini aku, Bang Irman, serta mahasiswa lain dan tentunya para dosen. Semakin meyakini bahwa tidak cukup hanya pandai secara akademis, ternyata kecerdasan emosi begitu berharga. Apalah artinya kecerdasan yang beracun, begitu Prof sering menasehati kami.

Kami sadar, orang yang begitu hebat dalam menyelesaikan berbagai soal akademis, ternyata sangat naif dan lemah saat berhadapan dengan soal kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun