Mohon tunggu...
Saepudin Zuhri
Saepudin Zuhri Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik

Belajar mendidik diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kecerdasan yang Beracun

12 April 2020   14:59 Diperbarui: 12 April 2020   15:00 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Motif pelaku adalah sakit hati........ya sakit hati katanya, karena ada satu nilai dari Almarhum Profesor adalah B, sedangkan menurutnya dia layak dapat A!" Humas Kapolda menjelaskan motif pembunuhan.

"Hah......gara-gara nilai, gila tu si Sam!" celetuk Bang Irman

"Ya Alloh, Sam segitunya.. emang nilai setara dengan nyawa...!" aku menimpali

Peristiwa pembunuhan Prof semakin ramai diberitakan apalagi setelah ditemukan bukti bahwa pembunuhnya adalah mahasiswanya sendiri.

Publik begitu penasaran dengan sosok Sam, sang pembunuh yang tidak punya hati. Dalam catatan akademis memang hampir semua nilai Sam, seluruhnya A, dan satu-satunya B adalah nilai dari Prof. Harun.

Tapi, setahuku Prof adalah dosen yang objektif, bahkan menurutku terlalu baik. Nilaiku semuanya dari Prof adalah A. Sedangkan mahasiswa yang lain bervariasi, antara A, B dan yang terkecil C. Tapi selama ini mahasiswa tidak pernah ada yang complain, karena nilai segitu sudah merupakan nilai yang cukup.

Hampir seminggu keheranan kami belum terobati. Mengapa hanya karena nilai, Sam begitu tega menghilangkan nyawa salah seorang yang kami sangat sayangi.

Tapi, biarlah itu menjadi rahasia Prof, mengapa mahasiswa yang katanya cerdas itu justru mendapat nilai B, dan berujung pada hilangnya nyawa beliau.

Kini aku, Bang Irman, serta mahasiswa lain dan tentunya para dosen. Semakin meyakini bahwa tidak cukup hanya pandai secara akademis, ternyata kecerdasan emosi begitu berharga. Apalah artinya kecerdasan yang beracun, begitu Prof sering menasehati kami.

Kami sadar, orang yang begitu hebat dalam menyelesaikan berbagai soal akademis, ternyata sangat naif dan lemah saat berhadapan dengan soal kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun