Mohon tunggu...
Estu Yuan Kartika
Estu Yuan Kartika Mohon Tunggu... Mahasiswa - S1 Hubungan Internasional

Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di Universitas Diponegoro, Semarang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Diplomatik Indonesia dalam Krisis Nuklir Korea Utara

15 September 2024   16:22 Diperbarui: 15 September 2024   16:35 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Korea Utara dalam 20 tahun terakhir telah menjadi negara yang berpengaruh di kawasan regional maupun internasional. Sebab yang paling kuat adalah Korea Utara telah melakukan beberapa kali pelanggaran norma internasional dengan mengetes senjata nuklir. Aktivitas ini mereka lakukan secara rutin sejak mereka menarik diri dari Perjanjian Nonproliferasi Senjata Nuklir di tahun 2003. Percobaan pertama terjadi di tahun 2006, Korea Utara meledakkan nuklir pertamanya di lokasi uji Punggye-ri 37 dengan hasil yang melesat dari target. Mereka menginginkan hasil sebesar empat kiloton, tetapi yang dihasilkan kurang dari satu kiloton. Meski begitu, kejadian ini menyebabkan reaksi yang menggemparkan dari internasional dan negara superpower seperti Amerika Serikat. Bagaimana tidak, pengembangan senjata nuklir sejak awal berpotensi mencelakai umat manusia. Radiasi yang dihasilkan, daya ledak yang melebihi ukuran bom Hiroshima-Nagasaki, dan dampak yang akan memakan waktu panjang merupakan alasan-alasan utama mengapa senjata nuklir dilarang dikembangkan apalagi digunakan untuk perang. Oleh sebab itu, ketika Korea Utara meluncurkan percobaan senjata nuklir pertamanya, PBB dan beberapa negara langsung memberi sanksi pada tahun yang sama. PBB mengeluarkan Resolusi 1718 yang mengecam uji coba nuklir pertama Korea Utara dan menuntut Korea Utara untuk kembali ke perjanjian nonproliferasi nuklir. Jepang memilih untuk membatasi hubungan diplomasi dengan Korea Utara. Uni Eropa memberlakukan sanksi ekonomi seperti pelarangan ekspor minyak dan produk mewah ke Korea Utara. Australia juga turut memberi sanksi waktu itu, salah satunya adalah dengan melarang transaksi komersial dengan maskapai penerbangan Korea Utara, Air Koryo (CFR.org Editors, 2022).

            Namun, aktivitas nuklir Korea Utara semakin meningkat ketika Kim-Jong Un telah menjadi presiden. Enam tahun dia menjabat, sudah enam kali Korea Utara melakukan uji coba nuklir (ISDP, 2019). Tidak hanya itu, Korea Utara juga meningkatkan aktivitas peluncuran rudal dengan total 20 kali peluncuran di tahun 2017. Amerika Serikat pernah “marah” karena hal ini. Rudal Hwasong-15 yang dikembangkan Korea Utara dapat menjangkau sejauh 13.000 km—jika diluncurkan bisa mencapai wilayah Amerika Serikat. Donald Trump, sebagai presiden Amerika saat itu, mengatakan bahwa dia akan “menghancurkan Korea Utara secara total” pada pidato di Sidang Umum PBB. Amerika mendukung PBB untuk menerapkan sanksi yang lebih tegas pada Korea Utara dengan melarang ekspor minyak dan membatasi perdagangan tekstil serta makanan laut.

            Di bawah kepemimpinan Kim Jong Un, Korea Utara telah mendapat 18 resolusi PBB sejak tahun 2011 hingga 2023 dengan sebagian besar melarang ekspor, mengecam pemakaian senjata nuklir, dan memblokade perdagangan. Akan tetapi di tahun-tahun itu pula Korea Utara tetap atau bahkan meningkatkan aktivitas nuklirnya. Dia seakan membuat hubungannya dengan internasional semakin runyam. Bagi Korea Utara, pengembangan senjata nuklir merupakan simbol kemandirian dan legitimasi politik bagi rezim Kim Jong Un. Dengan nuklir, Korea Utara bisa melakukan pencegahan terhadap ancaman eksternal—terutama dari Amerika Serikat, dengan itu pula Korea Utara membangun citra di internasional sebagai negara dengan kekuatan militer yang diakui.

            Sanksi saja tidak cukup untuk mencegah tindakan Korea Utara, sudah banyak pula perjanjian dan kerja sama internasional yang melibatkan Korea Utara agar mengurangi latihan peluncuran nuklirnya dan kembali pada perjanjian non-proliferasi nuklir. Ketika hubungan Korea Utara dengan Amerika bersitegang dan marahnya Donald Trump pada pidato di sidang PBB tahun 2017, mereka mengadakan pertemuan antar-presiden di tahun selanjutnya. Acara 2018 North Korea-United States Singapore Summit menjadi tempat bertemu dan bernegosiasi antara kedua pemimpin ini. Kedua belah pihak menegaskan tujuan bersama yaitu: merealisasikan denuklirisasi lengkap dan membuat semenanjung Korea yang bebas dari nuklir. Pertemuan ini seakan menjadi simbolis sejarah serta secerah harapan bagi Korea Utara untuk menekan kegiatan nuklirnya, akan tetapi, hasil kesepakatannya masih tidak jelas. Trump dan Kim Jong Un saling bertemu kembali di Hanoi pada Februari tahun 2019 dengan harapan menghasilkan kesepakatan yang nyata mengenai denuklirisasi Korea Utara. Namun, tidak ada hasil yang diharapkan dari pertemuan tersebut. Terdapat poin kontroversial dari kedua pihak: Korea Utara meminta sanksi mereka dicabut sementara Amerika meminta denuklirisasi Korea Utara lebih luas dari yang diajukan. Hubungan keduanya kembali runyam dan menganggap kesepakatan ini sama-sama tidak memenuhi kepentingan mereka. Kemudian, Korea Utara melakukan uji coba rudal jarak pendek sebagai reaksi terhadap gagalnya negosiasi tersebut. Di sisi lain, Amerika memantik provokasi dengan Korea Utara dengan mengadakan latihan militer bersama Korea Selatan. Hal ini menyebabkan keadaan semakin dekat dengan eskalasi, tentu, jika tidak segera ditekan kemungkinan terburuk yang terjadi adalah pecahnya perang nuklir di semenanjung Korea dan Asia Pasifik.

            Sebagai negara yang tidak berhubungan langsung dengan konflik, Indonesia tidak dapat terlepas dari dampak konflik tersebut, apalagi jika berbicara soal kemungkinan terburuk. Indonesia harus mengambil langkah dan posisi yang tepat untuk turut mencegah maupun mengatasi perang nuklir di Semenanjung Korea. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah naiknya konflik adalah dengan melakukan diplomasi baik secara bilateral atau melalui organisasi regional hingga internasional. Dalam hal ini Indonesia telah turut dalam mendukung negara-negara untuk tidak menggunakan senjata nuklir dengan meratifikasi Perjanjian Nonproliferasi Senjata Nuklir milik PBB di tahun 2017. Kemudian, Wakil Menteri Pertahanan—Muhammad Herindra—juga menegaskan dalam pernyataannya di bulan Oktober tahun 2023 bahwa tujuan akhir dari pelarangan senjata nuklir adalah untuk menghindari perang dengan senjata nuklir demi menjaga perdamaian dunia (Abke, 2023). Untuk menyatakan dukungan ini, Indonesia juga menandatangani Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone Treaty of 1995—perjanjian internasional yang berkomitmen untuk memberikan jaminan keamanan secara hukum dari negara pemilik senjata nuklir untuk tidak menggunakan senjata terhadap negara anggota perjanjian mana pun.

            Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, juga mengulang kembali pernyataan dukungannya saat penyampian pidato di PBB pada bulan September 2023. Dengan mewakili Indonesia dan ASEA, Retno menghimbau kepada negara-negara pemilik senjata nuklir agar melaksanaakn kewajiban dan komitmen mereka di bawah NPT (nonproliferation of nuclear weapons) dan melarang uji coba senjata nuklir atau ledakan nuklir lainnya dalam situasi apapun, meski di dalam agenda militer.

            Upaya diplomasi yang telah dan sedang dilakukan Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia menyadari potensi dampak dan bahaya besar akibat peluncuran senjata nuklir. Meski tidak terlibat konflik secara langsung, Indonesia tetap dapat turut serta melakukan pencegahan dan menghimbau negara-negara pemilik senjata nuklir agar segera mengurangi dan menghilangkan senjata nuklirnya. Diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia secara langsung juga menunjukkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk melindungi hak asasi manusia, baik bagi warga negara yang berada di wilayah konflik, maupun hak asasi manusia secara keseluruhan. Karenanya, ini juga termasuk ke dalam cita-cita bangsa Indonesia yang tertulis di Pembukaan UUD Negara Indonesia tahun 1945 paragraf keempat: melindungi segenap bangsa Indonesia dan melaksanakan ketertiban dunia.

Referensi:

Abke, T. (2023, October 23). Indonesia committed to nuclear-free ASEAN, global disarmament. Retrieved from IPDefenseForum: https://ipdefenseforum.com/2023/10/indonesia-committed-to-nuclear-free-asean-global-disarmament/

CFR.org Editors. (2022, July 27). What to Know About Sanctions on North Korea. Retrieved from COUNCIL on FOREIGN RELATIONS: https://www.cfr.org/backgrounder/north-korea-sanctions-un-nuclear-weapons

Council on Foreign Relations. (n.d.). Retrieved from https://www.cfr.org/timeline/north-korean-nuclear-negotiations

ISDP. (2019). Negotiating North Korea's Nukes. Institute for Security & Development Policy, 13.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun